WartaEQ | Mengungkap Fakta Lewat Aksara

Menilik Sisi Sosial dari Perilaku Ekonomi

Menilik Sisi Sosial dari Perilaku Ekonomi

Tags:

Fenomena orang-orang yang saling berebut untuk membeli iPhone sudah tidak asing lagi di telinga kita. Padahal, harganya diatas rata-rata harga pasar gawai. Hal tersebut tidak sejalan dengan teori ekonomi yang menyatakan bahwa permintaan produk akan menurun saat harga tinggi. Sama halnya dengan pertumbuhan ekonomi, belum tentu pertumbuhan yang tinggi menggambarkan kesejahteraan rakyat yang tinggi juga. Peristiwa semacam ini menunjukkan bahwa implementasi ekonomi di dunia nyata tidak sesederhana itu. Di balik hal tersebut terdapat banyak aspek lain yang berperan penting. 

 

Negara memang tidak bisa memandang ekonomi secara kuantitatif saja. “Hal ini disebabkan karena adanya faktor yang tidak bisa dihitung dengan angka, yaitu faktor sosial seperti indeks mutu hidup dan pembangunan manusia,” ujar Shima Dewi, Dosen Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM). Kesejahteraan rakyat hanya bisa dicapai jika pembangunan ekonomi suatu negara berhasil. Untuk mencapai keberhasilan tersebut, negara harus mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial sekaligus. 

 

Dalam mempelajari ilmu ekonomi, kita akan bertemu dengan studi kuantitatif mengenai perekonomian suatu negara, misalnya pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) dan nilai tukar. Memang, studi ekonomi dikenal dengan beberapa pendekatan, tetapi pendekatan Neoklasik tetap merupakan aliran pemikiran yang umum digunakan (Siddiqui, 2015). Teori ekonomi Neoklasik dan model abstraknya menganggap ekonomi sebagai cabang matematika. Teori tersebut juga melihat masyarakat sebagai jumlah individu dan bukan individu sebagai bagian dari masyarakat. Akibatnya, teori tersebut seringkali mengabaikan kekuatan lain yang ikut berperan penting (Mailath, 2003). 

 

Dalam hakikatnya, ekonomi merupakan sebuah studi mengenai perilaku manusia dalam menghadapi kelangkaan. Keputusan tersebut dapat berbentuk keputusan individu, keluarga, bisnis, ataupun masyarakat. Ilmu ekonomi seringkali memodelkan keputusan-keputusan tersebut dengan pendekatan matematis. Akan tetapi, ketergantungan terhadap metode kuantitatif tidak selalu tepat dalam menjelaskan fenomena ekonomi dan keputusan-keputusan yang sifatnya kompleks dan dinamis. Maka dari itu, studi ekonomi harus tetap erat dan menjaga kesatuan antara ilmu-ilmu sosial yang berbeda, terutama sosiologi, ilmu politik, dan sejarah. (Kearney, 2020)

 

Tanpa sejarah, manusia akan mengulangi kesalahan-kesalahan masa lalu. Sebab, ekonomi adalah studi mengenai pola. Para ekonom mencari kesamaan dari peristiwa yang berbeda dan menelaah ada tidaknya keterkaitan peristiwa-peristiwa tersebut dengan teori atau model ekonomi tertentu. Konteks sejarah sangatlah penting dalam membantu kita untuk melihat struktur hierarki para agen ekonomi. 

 

Berbeda dengan sains murni, para ekonom tidak diberi kesempatan untuk memiliki laboratorium sendiri dan tikus-tikus untuk bereksperimen. “Kita memiliki tanggungan moral agar tidak terlalu banyak bermain bereksperimen dengan kesejahteraan manusia,” ujar Shima Dewi. Sebagai contoh, rekam jejak perkembangan ekonomi menunjukkan bahwa eksperimen kebijakan radikal trickle-down economics memporak-porandakan kesejahteraan masyarakat Inggris dan Amerika Serikat pada tahun 1980 dan 1990 melalui eksploitasi, penyalahgunaan, dan upah pekerja yang rendah.

 

Menurut Shima Dewi, konteks sejarah dan sosial membuat ekonomi menjadi lebih mudah dipahami oleh masyarakat luas. Kedua hal tersebut juga membantu kita untuk mengetahui batasan dari teori ekonomi. Contohnya adalah keberhasilan Singapura dalam perdagangan internasional. Tidak banyak orang tahu bahwa lebih dari 80 persen rumah di negara tersebut dipasok oleh negara dan 22 persen dari pendapatan Singapura dihasilkan oleh BUMN. Jika kita bandingkan dengan skala global, rata-rata BUMN di dunia hanya menghasilkan sekitar 10 persen dari total PDB saja. Kesuksesan Singapura merupakan gabungan dari sistem kapitalisme dan sosialisme yang yang tidak mampu dijelaskan oleh teori ekonomi manapun, baik Neoklasik, Marxist, maupun Keynesian.

 

Faktor agama dan budaya suatu wilayah kerap kali juga dapat memengaruhi perputaran ekonominya. “Banyak bank syariah sukses berdiri di Indonesia karena Indonesia sendiri merupakan negara dimana 89,7 persen penduduknya beragama muslim. Itu adalah pasar bank syariah,” tutur Derajad Sulistyo Widhyharto, Dosen Sosiologi UGM. “Padahal, bank syariah pun berada dibawah naungan Bank Indonesia, sama halnya dengan bank konvensional,” lanjutnya. Kadangkala bank syariah pun belum sepenuhnya menjalankan kaidah ekonomi Islam, tetapi hanya memenuhi kebutuhan pasar mayoritas masyarakat Indonesia. 

 

Oleh sebab itu, para ekonom harus memiliki pemahaman lintas disiplin agar dapat secara utuh memahami fenomena-fenomena ekonomi yang terjadi di dunia nyata. Misalnya, mengapa beberapa negara kaya dan yang lain miskin? Kekuatan apa yang membentuk ketidaksetaraan? Apa yang diungkapkan oleh pengalaman sejarah tentang perkembangan dan krisis ekonomi global saat ini? Mengapa orang berebut untuk membeli iPhone yang harganya tidak rasional? Pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak akan bisa dijawab secara sempurna apabila hanya mengandalkan pendekatan ekonomi saja. Fenomena ekonomi akan selalu terikat dengan ilmu sosial lainnya. Dengan demikian, sudah saatnya kita mencoba untuk memodifikasi pendekatan serta kerangka ekonomi untuk menjelaskan keadaan dunia nyata, bukan sebaliknya.

 

Daftar Pustaka

Culbertson, Hugh M., and Dennis W. Jeffers. “Social, Political, and Economic Contexts: Keys in Educating True Public Relations Professionals.” Public Relations Review, vol. 18, no. 1, 1992, pp. 53–65., https://doi.org/10.1016/0363-8111(92)90021-p.

 

Editor1. “The Study of Economic History and the Importance of Understanding the Past.” The World Financial Review, 4 Feb. 2021, https://worldfinancialreview.com/the-study-of-economic-history-and-the-importance-of-understanding-the-past/.

 

Kearney, Melissa S., and Ron Haskins. “How Cultural Factors Shape Economic Outcomes.” Brookings, Brookings, 28 July 2020, https://www.brookings.edu/product/how-cultural-factors-shape-economic-outcomes/.

 

Mailath, George J., and Andrew Postlewaite. “The Social Context of Economic Decisions.” SSRN Electronic Journal, 2002, https://doi.org/10.2139/ssrn.335760.

Populer

Berita

Ekspresi

Riset

Produk Kami

Pengunjung :
258

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Solverwp- WordPress Theme and Plugin