Menagih Janji Pembangunan Kawasan Kerohanian di Wilayah UGM
Terhitung hingga bulan November 2021, realisasi rencana pembangunan Kawasan Kerohanian di Wilayah UGM masih belum menemui titik terangnya. Padahal, rencana ini sudah menjadi bagian dari Masterplan Rencana Pembangunan di Wilayah UGM untuk periode 2017-2022. Kawasan Kerohanian merupakan sebuah kawasan tempat ibadah dan tempat beraktivitas yang terintegrasi bagi kelima Unit Kegiatan Mahasiswa Sekretariat Bersama (UKM Sekber) Kerohanian UGM. Maka dari itu, Majelis Wali Amanat (MWA) UGM menyelenggarakan acara Gadjah Mada Intellectual Club (GIC) sebagai forum diskusi antara mahasiswa dengan pihak rektorat terkait pembangunan Kawasan Kerohanian tersebut. Acara diselenggarakan pada hari Senin (22/11) dan bertempat di Ruang Bulaksumur UC Hotel UGM.
Penyelenggaraan GIC tahun ini mengangkat tema “Tarik Ulur Pembangunan Kawasan Kerohanian: Mempertanyakan Keseriusan Nilai Pancasila UGM”. Terdapat tiga narasumber yang dihadirkan, yakni Dr. R. Suharyadi, M.Sc. (Direktur Kemahasiswaan UGM), Prof. Dr. Ir. Djagal Wiseso Marseno, M.Agr (Wakil Rektor Bidang Pendidikan, Pengajaran, dan Kemahasiswaan), serta Muhammad Sulaiman, S.T., M.T., D.Eng. (Direktur Perencanaan UGM). Ketiga narasumber tersebut dipertemukan dengan pembina sekaligus perwakilan dari kelima UKM Sekber Kerohanian UGM. Harapannya, acara ini dapat menjadi sarana komunikasi kedua belah pihak terkait kejelasan Kawasan Kerohanian di Wilayah UGM. Moderator yang bertindak dalam acara diskusi ini adalah Marshal Nizar Ismail (Mahasiswa UGM).
Permasalahan UKM Sekber Kerohanian UGM dalam Beribadah dan Beraktivitas di Lingkungan Kampus
Diskusi acara GIC dimulai dengan pemaparan dari pembina dan perwakilan mahasiswa kelima UKM Sekber Kerohanian UGM terkait masalah yang mereka hadapi saat ini. Unit Kerohanian Kristen (UKK) UGM mengungkapkan bahwa mereka sudah sejak lama selalu kesulitan mencari tempat ibadah bersama, termasuk untuk kegiatan Natal 2021. Mereka juga menyatakan kekecewaan terhadap ketidakjelasan pembangunan Kawasan Kerohanian yang sudah direncanakan sejak 2017 ini. Pernyataan senada turut diungkapkan oleh Keluarga Mahasiswa Katolik Misa Kampus UGM yang menyebutkan bahwa kegiatan keagamaan mereka umumnya tersentral sehingga butuh tempat yang luas. Selama ini, mereka selalu menyewa gedung atau ruangan untuk setiap kegiatan tetapi mereka juga merasa berat di pengeluaran biaya apabila harus menyewa terus-menerus. Lembaga Dakwah Kampus Jama’ah Shalahuddin kemudian berpendapat bahwa pembangunan Kawasan Kerohanian juga harus memperhatikan dimensi fisik maupun metafisiknya. Hal ini bertujuan agar bangunan Kawasan Kerohanian benar-benar dapat dimanfaatkan sesuai kebutuhan dan tidak berakhir sia-sia atau terbengkalai.
Pernyataan lain diungkapkan oleh Keluarga Mahasiswa Hindu Dharma (KMHD) UGM dan Keluarga Mahasiswa Buddhis (Kamadhis) UGM. KMHD UGM bercerita bahwa tempat ibadah mereka, yakni pura, yang paling dekat dari kampus UGM berjarak sekitar 5km. Alhasil, mereka harus mengorbankan waktu dan biaya transportasi lebih untuk setiap kegiatannya. Bagi mereka, kehadiran Kawasan Kerohanian di Wilayah UGM akan sangat meringankan beban tersebut. Lalu, Kamadhis UGM menceritakan kondisi mereka sebagai UKM Sekber Kerohanian di UGM dengan jumlah anggota paling sedikit, yakni sekitar 250 orang. Fasilitas universitas sangat terbatas untuk menunjang kegiatan rohani maupun nonrohani mereka. Padahal, di agama Buddha terdapat 4 hari besar setiap tahunnya. Kemudian, kegiatan rohani seperti puja bakti dan meditasi tidak dapat dilaksanakan selama masa pandemi Covid-19 ini sebab kegiatan tersebut umumnya dilakukan bersama-sama di satu tempat/lokasi secara luring. Curahan hati dari kelima UKM Sekber Kerohanian ini menimbulkan pertanyaan apakah UGM sebagai Universitas Pancasila benar-benar serius dalam merealisasikan pembangunan Kawasan Kerohanian?
Tanggapan dan Pemaparan dari Pihak Rektorat UGM
Setelah mendengar keluh kesah dari kelima UKM Sekber Kerohanian, acara dilanjutkan dengan tanggapan dan pemaparan dari pihak Rektorat UGM. Djagal Wiseso menyampaikan bahwa mereka sudah memiliki rencana lokasi Kawasan Kerohanian sekaligus desain dari bangunannya pula. Namun, sempat terdapat penyesuaian dari desain tersebut sebelum akhirnya tercapai kata sepakat. Hal ini turut diamini oleh Suharyadi yang berkata bahwa tahap pradesain kemarin membutuhkan waktu panjang sebab dari pihak pembina UKM Sekber Kerohanian meminta penyesuaian. Kemudian, mereka juga butuh waktu terkait pemenuhan regulasi keamanan bangunan seperti Detail Engineering Design (DED) serta penghitungan total biaya dan sumber dana yang diperlukan sebab umumnya sumber dana pembangunan seperti ini merupakan gabungan dari keuangan UGM serta dana pemberian mitra UGM. Suharyadi juga menuturkan betapa sulitnya pembebasan lahan Kawasan Kerohanian saat ini yang terletak di Komplek Perumahan Dosen Sekip UGM Blok N. Di area tersebut saat ini masih ada beberapa rumah yang dihuni oleh dosen-dosen senior.
“Bayangkan betapa sulitnya kami untuk merelokasi para dosen senior yang bertahun-tahun nyaman tinggal di sana dan sudah merasa home sweet home. Berat bagi kami sebenarnya untuk merelokasi mereka,”
Suharyadi, Direktur Kemahasiswaan UGM
Walau demikian, ia berkata bahwa area tersebut tetap pasti akan dijadikan Kawasan Kerohanian sehingga tinggal menunggu proses relokasi ini selesai.
Selaku Direktur Perencanaan UGM, Muhammad Sulaiman menuturkan bahwa memang benar Kawasan Kerohanian UGM berada di dalam Masterplan Rencana Pembangunan di Wilayah UGM untuk periode 2017-2022. Kemudian, ia menyampaikan terkait perubahan luas tapak area Kawasan Kerohanian pada 7 Oktober 2020 dari yang semula sebesar 4500 meter persegi menjadi 6000 meter persegi. Dewan Guru Besar UGM bersama Rektorat UGM juga telah bertemu dengan Ngarso Dalem (Sri Sultan Hamengkubuwana X, Gubernur D.I. Yogyakarta) pada 25 November 2020 untuk menjelaskan maksud dan tujuan dari pembangunan Kawasan Kerohanian UGM. Seharusnya, peletakan batu pertama proyek pembangunan ini ditargetkan pada tahun 2021. Namun, terjadi perubahan desain berupa penghapusan area basement pada 12 September 2021 atas permintaan Ngarso Dalem. Maka dari itu, dibutuhkan waktu tambahan untuk memikirkan relokasi wilayah parkir sebagai pengganti area basement. Terakhir, Muhammad Sulaiman memaparkan Rencana Anggaran Biaya (RAB) proyek pembangunan Kawasan Kerohanian UGM yang terbaru tanpa area basement adalah sebesar 22,5 miliar rupiah. Progres terkini yang menjadi perhatian utama mereka adalah relokasi penghuni dan pembebasan lahan, penyiapan kelembagaan pengelola, serta finalisasi strategi pendanaan.
Setelah berdiskusi selama kurang lebih 3 jam, acara GIC ditutup dengan pemberian kenang-kenangan secara simbolis dari pihak panitia kepada ketiga narasumber. Di dalam kenang-kenangan tersebut terdapat sebongkah batu yang menjadi simbol harapan untuk segera dimulainya peletakan batu pertama pembangunan Kawasan Kerohanian di Wilayah UGM. Benar apabila dikatakan bahwa proses pembangunan Kawasan Kerohanian ini menghadapi tantangan yang sulit. Namun, urgensi pembangunan kawasan ini semakin lama semakin tinggi mengingat masa jabatan Rektor UGM saat ini, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., IPU, ASEAN Eng., akan berakhir pada tahun 2022 mendatang. Permasalahan dapat menjadi semakin pelik apabila tahun 2022 nanti terjadi pergantian rektor dan perubahan Masterplan Rencana Pembangunan di Wilayah UGM. Mau tidak mau, cepat atau lambat, janji pembangunan Kawasan Kerohanian di Wilayah UGM harus segera direalisasikan.