Penulis: Dahayu Anindhita A., Najwa Anggi N., Shaffa Az Zahra
Editor: Nawfal Aulia
Layouter: Raaniya Kinasih A
Di tengah hiruk-pikuk Kota Yogyakarta, Wisdom Park yang berada di perbatasan Kota Yogyakarta dan Sleman menjadi salah satu tujuan untuk melepas lara di kala akhir pekan menawarkan kesejukan dan suasana asri bagi masyarakat. Taman yang terletak di bagian timur kampus utama Universitas Gadjah Mada (UGM) ini menjadi pusat masyarakat melakukan berbagai aktivitas, mulai dari olahraga, bermain, belajar, hingga sekadar mencari angin untuk mencari inspirasi yang bermanfaat bagi mahasiswa dan masyarakat umum. Terdapat banyak fasilitas yang tersedia di Wisdom Park, seperti Gedung Olah Raga (GOR) Lembah, lapangan tenis, lapangan softball, jogging track, pusat jajanan, Danau Bijak yang ikonik di tengah taman, dan masih banyak lagi.
Selain menjadi tempat rekreasi dan aktivitas sosial, tempat ini juga memiliki peran yang lebih luas bagi lingkungan sekitarnya. Wisdom Park merupakan salah satu Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang keberadaannya menjadi sumber udara segar, keseimbangan ekosistem, dan ruang interaksi sosial masyarakat. Taman ini menjadi ruang penting untuk menyerap polusi sehingga menetralkan lingkungan di tengah kota yang terus berkembang.
Pada Sabtu (22/02), Tim Redaksi BPPM Equilibrium berkesempatan untuk meliput suasana Wisdom Park dan mendapati bahwa lokasi tersebut sudah dipadati pengunjung sejak pagi hari. Sebagian besar pengunjung asyik berolahraga baik di sisi utara maupun selatan. Berbagai kalangan masyarakat juga terlihat ikut memadati Wisdom Park, mencerminkan keberagaman pengunjung dari berbagai latar belakang serta kepentingan.
Kami juga berkesempatan untuk mewawancarai pengunjung secara langsung dan berbagi pengalaman dengan beberapa pengunjung yang sedang melakukan aktivitas di Wisdom Park. Salah satu pengunjung yang kami temui adalah Ratna, mahasiswi UGM, yang berpendapat bahwa Wisdom Park merupakan tempat ideal untuk mencari ketenangan di tengah gempuran kegiatan akademik. Sehari-hari, ia menghabiskan waktu di sana untuk sekadar berjalan-jalan dan membaca buku. Ia mengaku tidak punya alternatif tempat selain Wisdom Park untuk menunjang aktivitasnya. “Dulu pernah coba ke embung yang ada di Kotabaru, paling enak tetap di Wisdom. Tapi sekarang Wisdom tambah ramai, jadi kalau mau lari, kadang harus sabar menunggu orang lain jalan,” tuturnya.
Lalu Marni, narasumber kedua dari Giwangan, Yogyakarta, mengungkapkan bahwa hampir setiap akhir pekan ia rutin mengunjungi Wisdom Park untuk jogging dan mencari udara segar. Bersama suaminya, ia mengaku harus menempuh jarak sekitar 8,5 kilometer hingga sampai ke Wisdom Park. “Senang di sini karena asupan oksigen banyak, kalau di kota jarang ada tempat seperti ini,” tuturnya.
Senada dengan Marni, Gayatri, seorang pengunjung yang saat ditemui tengah melukis pemandangan Masjid Kampus UGM, juga merasakan manfaat keberadaan Wisdom Park. Ia membagi keluh kesah yang senada dengan Ratna, menyayangkan Wisdom Park yang sudah terlalu ramai karena sempat viral di media sosial. “Bagaimanapun, aku berterima kasih sama UGM yang telah membuat Wisdom Park terbuka untuk umum. Aku juga berharap pemerintah bisa lebih perhatian akan kurangnya ruang hijau di Yogyakarta dengan menyediakan taman-taman yang aksesibel untuk masyarakat.”
Meski disampaikan secara berbeda, jika ditarik akarnya, sudut pandang dari ketiga pengunjung tersebut memendam hal yang sama. Mereka sama-sama menuturkan bahwa Wisdom Park menjadi destinasi ideal untuk keluar dari hiruk-pikuk dunia di kala tidak ada alternatif lain yang menawarkan fasilitas setara. Kesuksesan Wisdom Park dalam menarik begitu banyak pengunjung mengungkap sisi lain bahwa Yogyakarta belum mampu menghadirkan RTH yang memadai.
Memang, RTH yang berdiri saat ini masih berada di bawah batas luas minimal RTH di kota. Menurut hasil Kajian Ruang Terbuka Hijau dan Jenisnya di Kota Yogyakarta yang dilakukan oleh Rifky Faisal Achmad, dkk. (2024), sampai Juni 2024, jumlah RTH di Kota Yogyakarta hanya seluas 18,6% dari keseluruhan luas kota. Persentase tersebut terbagi ke dalam empat kategori, yaitu RTH pekarangan seluas 14,33%, RTH taman dan hutan kota seluas 1,24%, RTH sepanjang jalan seluas 1,54%, dan RTH dengan fungsi tertentu seluas 1,59%. Hal tersebut menunjukkan bahwa Yogyakarta belum memenuhi peraturan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Pasal 29 tentang Penataan Ruang bahwa proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 persen dari luas wilayah kota.
Minimnya RTH yang berada di Kota Yogyakarta menyebabkan banyak permasalahan yang muncul pada lingkup sosial dan lingkungan. Keterbatasan RTH mengakibatkan kurangnya ruang interaksi sosial yang dapat meningkatkan ketimpangan sosial. Masyarakat tidak memiliki tempat yang pantas untuk bermain, berolahraga, dan berinteraksi sosial. Selain itu, kurangnya RTH dapat memperburuk kesehatan masyarakat, baik mental maupun fisik. Dampak tersebut salah satunya tidak terlepas dari faktor alih fungsi lahan hijau menjadi pemukiman karena meningkatnya jumlah penduduk. Semakin tinggi rasio kepadatan penduduk, semakin tinggi permintaan terhadap lahan. Pada akhirnya, akses terhadap RTH menjadi terbatas.
Saat ini, penerapan kebijakan RTH di Kota Yogyakarta masih mengalami kendala dan belum memenuhi standar. Namun, pemerintah Kota Yogyakarta terus berupaya untuk menambah persentase dengan membangun ruang terbuka di beberapa wilayah Yogyakarta. Menurut Portal Berita Pemerintah Kota Yogyakarta, pada awal tahun 2025, Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta berencana membangun empat RTH di empat lokasi. Pembangunan ini merupakan usulan masyarakat dikarenakan kurangnya RTH di wilayah terkait. Kepala Bidang Ruang Terbuka Hijau Publik Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta, Rina Aryati Nugraha (2024) menyampaikan pembangunan ini akan berfokus pada RTH publik berbasis kampung.
Keinginan pengunjung Wisdom Park akan RTH di Yogyakarta diharapkan sampai di telinga para pemangku kebijakan. Sudah menjadi hak masyarakat untuk memiliki akses terhadap ruang hijau yang murah dan mudah. Dengan adanya perhatian dan langkah konkret dari pemerintah, diharapkan Yogyakarta dapat menghadirkan lebih banyak ruang hijau yang inklusif dan berkelanjutan bagi seluruh warganya.
Referensi:
Republik Indonesia. (2007). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Lembaran Negara Nomor 68.
Achmad, R. F., dkk.. (2024). Kajian ruang terbuka hijau dan jenisnya di Kota Yogyakarta. Media Komunikasi Geografi, 25(1).