WartaEQ | Mengungkap Fakta Lewat Aksara

Membayar yang Tak Terbayar

Penulis: Chelsea Deswita Sianturi/EQ
Editor: Gigih Candra/EQ
Layouter: Diana Sintya/EQ

Aku hendak mendedikasikan sajak ini kepada orang nomor satuku,
Seorang yang berdiri di depan sebagai perisaiku, 
serta seorang yang berdiri di belakang menopang setiap jatuhku.
Terima kasih, Mamak dan Bapak.

Terinspirasi dari lagu “Sayap Pelindungmu” oleh TheOvertunes.

Entah sudah berapa kali diri ini jatuh. 
Entah sudah berapa kali diri ini turut menggores setiap sisi di hatimu. 
Tak juga sedikitpun kau menggores ku kembali. 
Barang setitik pun. Barang sedetik pun.

Kau membalutku dengan kain hangat,
sekalipun aku melontarkan bongkahan es di hadapanmu.
Kau menjahit kembali luka yang tidak kau sayat,
sementara aku kerap menyayat hatimu sepanjang hayat.

“Saat duniamu mulai pudar, dan kau merasa hilang.
Ku akan selalu jadi sayap pelindungmu”

Kakimu yang kokoh, tidak kau gunakan lagi untuk berlari jauh. 
Kaki kokohmu kau beri untukku bisa berdiri lebih kuat. 
Sayap lebarmu tidak lagi membawamu terbang. 
Sayap lebarmu kau beri untukku bisa terbang lebih tinggi. 
Meski akhirnya akan membawaku pergi jauh darimu. 
Sangat jauh.

Entah sudah berapa banyak yang hilang. 
Entah sudah berapa banyak yang tak kembali. 
Sedikitpun tak pernah kau serahkan segala perih padaku.
Sedetikpun tak pernah kau biarkan ku merasakan pahitnya dunia ini sendiri.

Dirimu yang tak pernah mencicipi manisnya dunia,
mengusahakan dan membiarkanku kemudian untuk mencicipinya sendiri. 
Sekalipun tak kau pinta aku untuk membagi. 
“Biarlah aku yang menjadi pahit,” begitu pintanya terdengar.

Kau mendekap diriku yang rapuh dan hampir hancur,
sementara aku perlahan menghancurkan dirimu.
Kau menata hatiku yang berantakan,
sementara dirimu hancur lebur tak bersuara.
Aku kira kau sekokoh benteng Masada,
ternyata jauh dalam diri kecilmu, kau bak cermin yang rapuh.

Seribu gagalku tidak menjatuhkanmu. 
Namun, setitik menangku mengangkatmu setinggi cakrawala.

Berapa banyak pun dunia menjatuhkanmu,
tak sekalipun kau pulang membawa murung depanku.
Berapa banyak pun dunia mengangkatmu,
tak sekalipun kau meninggalkanku sendiri.

Terima kasih,
atas segala peperangan demi kemenanganku,
atas segala ego yang hancur demi membelai egoku.

Maaf,
atas segala hilang yang tak pernah kembali,
atas segala cerca pahit yang tak pernah manis.

Aliran kasih dan maaf yang tak pernah kering layaknya mata air yang murni. 
Sejauh-jauhnya kau buang segala salahku dan dekatkan dirimu lagi kepadaku.

Mamak, Bapak,
maaf dan terima kasihku tak akan pernah cukup untuk membelai hati kalian dengan lembut. 
Tapi, biarkan aku selalu memberi kepada yang tak terbalas.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Solverwp- WordPress Theme and Plugin