WartaEQ | Mengungkap Fakta Lewat Aksara

Jakarta Pasca-Ibu Kota: Dinamika Baru dalam Kawasan Aglomerasi

Oleh: Virdza Anditha dan Rifaldi Siboro

Editor: Rizal Farizi

Layouter : Vini Wang

Pernahkah Kompanyon memikirkan nasib Jakarta setelah tak lagi menjadi ibu kota negara? Bagaimana strategi pembangunan yang diperlukan bagi sang “Mantan Ibu Kota” ini? Perlukah masyarakat bersiap untuk menghadapi era baru aglomerasi? Pertanyaan demi pertanyaan seperti itu kini muncul di benak masyarakat, tak terkecuali di kalangan dunia usaha.  Saat ini, perlukah bagi masyarakat menjadi skeptis terhadap informasi yang terlalu bombastis? Terlebih, pada tanggal 15 Februari 2024, Jakarta sudah resmi ditetapkan menjadi mantan ibu kota.

Potret Bundaran HI sebagai salah satu bangunan iconic di Jakarta

Pemindahan ibu kota Indonesia merupakan keputusan yang pertama kali dipublikasikan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 29 April 2019, melalui keterangan pers dan secara resmi disepakati pada tahun 2022 dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Gagasan tidak terduga ini nyatanya merupakan gagasan visioner yang sudah ada sejak dahulu. Selama beberapa dekade terakhir, gagasan mengenai pemindahan ibu kota negara telah mengemuka. Pada tanggal 17 Juli 1957, ide tersebut pertama kali dicetuskan oleh Soekarno hingga pada masa Orde Lama. Selanjutnya, pada masa Orde Baru, terutama pada tahun 1990-an, hingga masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, wacana pemindahan ibu kota kembali mencuat. 

Kini, setelah sekian lama, ide tersebut telah menjadi kenyataan di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo dengan beberapa urgensi mengenai pemindahan ibu kota ke Ibu Kota Nusantara (IKN). Salah satunya adalah untuk menghadapi tantangan masa depan, sesuai dengan Visi Indonesia 2045, yaitu Indonesia Maju. Dengan fokus pada pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan merata, pemerintah berharap bahwa Indonesia dapat masuk dalam lima besar ekonomi dunia pada tahun 2045.

Hilangnya status Jakarta sebagai Daerah Khusus Ibukota (DKI) terjadi sebagai implikasi dari Undang-Undang Ibu Kota Negara yang telah diundangkan sejak Februari 2022. Setelah penerbitan Keputusan Presiden (Keppres) terkait IKN, ketentuan selain fungsi Provinsi DKI Jakarta sebagai daerah otonom dicabut, terutama terkait fungsinya sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dipertegas oleh Pasal 41 UU Ibu Kota Negara Tahun 2022. Dengan demikian, Jakarta akan mengalami transformasi signifikan di berbagai aspek. Sementara itu, Indonesia secara keseluruhan akan menghadapi penyesuaian dalam struktur dan dinamika administrasi serta perkembangan pada bidang sosial-ekonomi.

Pemindahan Ibu Kota: Kebijakan Terbaik atau Melarikan Diri dari Masalah?

Keberadaan IKN yang menggantikan posisi Jakarta secara tidak langsung berdampak pada sisi ekonomi, sosial, dan politik. Jakarta saat ini berada dalam periode transisi yang penuh dengan ketidakpastian sehingga terdapat urgensi untuk mengevaluasi dampak dari kebijakan ini secara komprehensif. Meskipun tidak lagi menjadi ibu kota resmi, Jakarta masih memegang peranan kunci dalam dinamika politik dan ekonomi Indonesia. Sebagai pusat ekonomi terbesar di negara ini, Jakarta tetap menjadi magnet bagi kegiatan bisnis dan investasi, memberikan kekuatan ekonomi yang signifikan bagi para pelaku industri. 

Selain itu, meskipun proses transisi ke ibu kota baru sedang berlangsung, Jakarta tetap memainkan peran sentral sebagai pusat kegiatan politik yang berpengaruh di Indonesia. Jakarta akan menghadapi masa depan kompleks setelah pergeseran ibu kota negara, dengan tantangan ekonomi, sosial, dan politik yang perlu ditangani secara bijaksana dan kolaboratif. Peluang untuk pemulihan dan diversifikasi ekonomi harus dimanfaatkan sepenuhnya oleh semua elemen masyarakat.

Siasat Pembentukan Kawasan Aglomerasi dan Pimpinan Dewan Aglomerasi

Pasal 51 ayat 1 dari Rancangan Undang-Undang tentang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) mengatur tentang pembangunan kawasan aglomerasi. RUU tersebut juga mengatur pembentukan Dewan Kawasan Aglomerasi yang bertugas mengoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang dan dokumen perencanaan pembangunan. Tujuan pembentukan kawasan aglomerasi adalah untuk menyinkronkan pembangunan Provinsi Daerah Khusus Jakarta dengan daerah sekitarnya. Pembentukan kawasan aglomerasi mempertegas bahwasanya Jakarta tak digabung dengan Bekasi, Depok, dan Tangerang dalam satu kesatuan pemerintahan. Melainkan, hal ini lebih diperuntukkan sebagai sinkronisasi program, tanpa mengimplikasikan penggabungan wilayah-wilayah tersebut ke dalam Provinsi Jakarta. Kawasan aglomerasi mencakup beberapa daerah yang masing-masing dipimpin oleh kepala daerahnya. 

Di sisi lain, pembentukan Dewan Kawasan Aglomerasi dikhawatirkan akan menyebabkan tumpang tindih kewenangan antara dewan aglomerasi dengan pemerintah daerah. Terbentuknya Dewan Kawasan Aglomerasi memunculkan adanya tugas atau wewenang dari dewan aglomerasi yang berhimpitan dengan wewenang kepala daerah. Demi menjamin tidak adanya tumpang tindih kewenangan, maka diperlukan adanya regulasi khusus yang memastikan batas kewenangan dewan aglomerasi supaya tidak serta merta dapat mengambil alih tugas dan kewenangan pemerintah daerah. Hal ini menjadi penting, apalagi dengan adanya aturan kewenangan atribusi wakil presiden dalam memimpin Dewan Kawasan Aglomerasi. 

Tantangan dalam Mengimplementasikan Kawasan Aglomerasi

Hiruk pikuk orang-orang dan bisik-bisik masyarakat seakan tak berhenti membahas kebijakan aglomerasi. Pakar politik dan ekonomi turut berpendapat mengenai tantangan yang akan dihadapi. Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur (Jabodetabekjur) akan menghadapi tantangan dalam proses integrasi dan harmonisasi. Prosesnya akan memakan waktu yang lama agar tujuan aglomerasi ini terealisasi sempurna. Untuk itu, dibutuhkan peran penting seorang pemimpin yang memahami kondisi kawasan ini dengan baik dan mampu membentuk integrasi positif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pengesahaan RUU DKJ menjadi UU DKJ pada Rapat Paripurna ke-14 DPR RI (© DPR RI)

Hal itu tentunya menjadi tantangan yang sulit bagi pemerintah untuk menciptakan aglomerasi yang optimal. Namun, tantangan itu dapat diselesaikan dengan aksi kolaborasi dan sinergi seluruh daerah pada kawasan tersebut dengan pemerintah. Anggota Badan Legislasi DPR RI, Taufik Basari, menilai bahwa Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (UU DJK) mampu menyatukan kekuatan Jakarta dan kawasan aglomerasi dalam mencapai tujuan pembangunan. Ia juga menambahkan bahwa UU DKJ dapat menjadi kerangka kerja yang tepat dalam menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang. Dengan begitu, kawasan aglomerasi akan sinkron dan berimplikasi positif pada akselerasi pembangunan dan perekonomian.

Kemudian, akselerasi pembangunan dan ekonomi itu tampaknya turut didukung oleh keputusan pemerintah untuk mencabut status Jakarta sebagai ibu kota. Pencabutan status itu memang menghilangkan tanggung jawab Jakarta sebagai ibu kota, tetapi peranan dalam segi ekonomi dan politik masih ada, ditambah beban baru dari pembentukan aglomerasi. Untuk itu, Jakarta dan kawasan aglomerasinya masih perlu berbenah diri dalam segi fasilitas dan infrastruktur, seperti transportasi, teknologi ramah lingkungan, dan tata kelola air. Hal serupa juga dikatakan oleh Anies Baswedan, Mantan Gubernur Jakarta, yang berpendapat bahwa pemerintah harus melaksanakan rencana pembangunan, khususnya transportasi. 

Bukan hanya fasilitas dan infrastruktur, Jakarta juga harus bertransformasi secara progresif pada struktur industri. Perlunya pengembangan struktur industri ini ditunjukkan oleh hasil penelitian. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Yuan et al. (2020), China menjadi salah satu negara yang berhasil menerapkan konsep aglomerasi. Penelitian tersebut menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara aglomerasi dan ekonomi, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Lebih lanjut, penelitian tersebut juga menegaskan urgensi peningkatan struktur industri sebagai mediator aglomerasi dan ekonomi. Peningkatan struktur industri tersebut akan berkontribusi sebesar 31,992 persen bagi kemajuan perekonomian. 

Proyeksi Jakarta dan Aglomerasinya di Masa Depan

Mari berbicara jika kebijakan aglomerasi sungguh terealisasi dan mencakup seluruh aspek yang ada dengan baik. Apa yang akan terjadi di kawasan Jabodetabekjur dan Jakarta, secara khusus? Sarman Simanjorang, Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Pengembangan Otonomi Daerah, berpendapat bahwa Jakarta akan menjadi pusat perekonomian yang produktif, nyaman, dan aman karena lebih leluasa dalam menentukan letak tata ruang. Selama ini, Jakarta bergantung pada kebijakan pemerintah pusat karena masih berstatus sebagai ibu kota. Segala keputusan harus didasarkan pada pemerintah pusat atas pertimbangan implikasi kebijakan bagi Indonesia secara keseluruhan. Dengan dicabutnya status tersebut, Jakarta akan lebih leluasa dalam menentukan kebijakan untuk mengatur perekonomian, tanpa adanya intervensi pemerintah pusat.

“Aglomerasi akan memberi dampak positif, tidak hanya bagi Jakarta, tapi juga daerah-daerah sekitarnya. Integrasi wilayah akan memudahkan dalam pengembangan,” tutur Ketua Umum Kadin DKI Jakarta, Diana Dewi. Ia turut menjelaskan bahwa kawasan aglomerasi akan meningkatkan pendapatan masing-masing daerah. Dengan begitu, daerah lain di kawasan aglomerasi ini turut berkembang dan mendorong perputaran roda ekonomi. Jakarta dan kawasan aglomerasi akan menjadi kesatuan yang kuat dalam ekonomi dengan saling bahu-membahu. Selain itu, dalam draft RUU, disebutkan bahwa kawasan aglomerasi akan memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian daerah sekitarnya maupun nasional, serta pendapatan negara.

Terkhusus bagi Jakarta, provinsi ini tidak akan redup setelah tak menjadi ibu kota lagi. Jauh sebelum pencabutan status ibu kota tersebut, Sri Mulyani, Menteri Keuangan Republik Indonesia, telah menegaskan bahwa Jakarta akan tetap menjadi poros perekonomian nasional dan global dalam Sidang Kabinet Paripurna (12/2023). Pernyataan itu ditegaskan pula oleh Widodo sebagai Tim Ahli RUU dalam Rapat DPR RI untuk membahas substansi pokok RUU DKJ di Senayan (11/2023), “Mengenai fungsi sebagai provinsi pusat perekonomian nasional dan kota global, Jakarta berfungsi sebagai pusat perdagangan, pusat kegiatan layanan jasa, dan layanan jasa keuangan, serta kegiatan bisnis nasional dan global.” 

Potret Jakarta Sandang Status Baru (© Dream.co.id)

Menegaskan kembali, kebijakan aglomerasi dan dicabutnya status ibu kota Jakarta tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap Jakarta. Jakarta akan tetap menjadi pusat aktivitas ekonomi dan bisnis nasional berskala global serta penopang pembangunan perekonomian nasional secara berkelanjutan. Budi Hartono, seorang pengusaha ternama asal Indonesia, turut menggambarkan Jakarta sebagai kota global sebagai simpul utama dalam jaringan ekonomi dunia. Jakarta digadang-gadang pula akan sejajar dengan kota-kota maju dunia dan makin sering menjadi tuan rumah kegiatan internasional. Terlebih, seperti yang tertuang pada Pasal 40 RUU DKJ, kawasan aglomerasi metropolitan Jakarta bertujuan untuk menyinkronkan pembangunan DKJ dengan daerah sekitarnya. Dengan demikian, Jakarta akan mampu berkembang dan berdampak positif bagi daerah lain, khususnya kawasan aglomerasi Jabodetabekjur

Referensi

Dewan Perwakilan Rakyat. (2024, March 28). Parlementaria Terkini – Dewan Perwakilan Rakyat. Parlementaria Terkini – Dewan Perwakilan Rakyat. Retrieved May 22, 2024, from https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/49066/t/Rapat%20Paripurna%20DPR%20RI%20Sahkan%20UU%20Daerah%20Khusus%20Jakarta 

Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. (2022) “Urgensi Pemindahan Ibu Kota Negara.” Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Ayundari, 25 January 2022, https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kanwil-kalbar/baca-artikel/14671/Urgensi-Pemindahan-Ibu-Kota-Negara.html

Kastrat BEM FH Unpad. (2024). “RUU DAERAH KHUSUS JAKARTA.”: IBU KOTA DIPINDAHKAN, NASIB JAKARTA DIPERTANYAKAN,, p. 18.

Otsuka, A., Goto, M., & Sueyoshi, T. (2010). Industrial agglomeration effects in Japan: Productive efficiency, market access, and public fiscal transfer. , 89, 819-840. https://doi.org/10.1111/J.1435-5957.2010.00286.X.

Rizky, Martyasari. (20223). Sri Mulyani Blak-blakan Nasib Jakarta Usai Tak Jadi Ibu Kota diakses pada 15 Mei 2024 dari https://www.cnbcindonesia.com/news/20221211123901-4-395778/sri-mulyani-blak-blakan-nasib-jakarta-usai-tak-jadi-ibu-kota 

Sandi, Ferry. (2024) “UU DKJ Disahkan, Gubernur Jakarta Tetap Dipilih Lewat Pemilu.” CNBC Indonesia, 29 Maret 2024, https://www.cnbcindonesia.com/news/20240329103511-4-526554/uu-dkj-disahkan-gubernur-jakarta-tetap-dipilih-lewat-pemilu.

Yuan, H., Feng, Y., Lee, C., & Cen, Y. (2020). How does manufacturing agglomeration affect (KABINET KRIYA ABYAKTA #)green economic efficiency?. Energy Economics, 92, 104944. https://doi.org/10.1016/j.eneco.2020.104944.  

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Solverwp- WordPress Theme and Plugin