Penulis: Muhammad Izzan
Editor: Frida Lucyana Wahyuningsih/EQ
Dalam dilema “pulang” atau “tetap” banyak mahasiswa Indonesia yang berjuang mencari jawabannya. Dari era kolonial hingga masa kini, kisah mereka mengungkapkan makna patriotisme yang tak melulu soal lokasi, tetapi tentang manfaat bagi bangsa. Apakah benar pulang ke tanah air adalah satu-satunya cara berkontribusi bagi ibu pertiwi?
Jalan yang jauh, jangan lupa pulang, begitu kata Yura Yunita dalam reff lagu yang ia nyanyikan untuk judul film serupa yang dirilis pada tahun 2023 lalu. Film itu menceritakan tentang seorang gadis yang sedang menempuh studi di salah satu sekolah seni tersohor di kota London, kota yang terkenal akan institusi pendidikan top dunianya; sebut saja Imperial College, London School of Economics, Royal College of Art, dan masih banyak lagi.
Berbicara mengenai studi di luar negeri, baru-baru ini kita dihebohkan dengan salah satu pernyataan yang disampaikan oleh Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Bapak Satrya Soemantri Brodjonegoro. Pria kelahiran Delft, Belanda tersebut mengatakan bahwa awardee beasiswa luar negeri Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) tidak selamanya harus langsung kembali ke tanah air. Tentunya, ini menimbulkan banyak perdebatan di khalayak ramai, banyak yang setuju akan pendapat yang disampaikan oleh Guru Besar Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung tersebut, tetapi tidak sedikit juga kontra akan pendapat tersebut.
Sejarah Perjalanan Mahasiswa Indonesia di Luar Negeri
Jika kita melihat sejarah perjalanan mahasiswa Indonesia yang melanjutkan studi di luar negeri, kita bisa tarik ke era kolonial Belanda. Pada masa itu tokoh-tokoh seperti Mohammad Hatta, Sri Sultan Hamengkubuwono IX (HB IX), dan juga Sutan Sjahrir merupakan tiga dari sekian banyak tokoh nasional yang melanjutkan studi di berbagai perguruan tinggi tersohor di negeri kincir angin. Mohammad Hatta ke Erasmus University of Rotterdam dengan mengambil studi bidang ekonomi, HB IX ke Leiden University dengan mengambil studi Indologie (studi tentang Indonesia), dan Sutan Sjahrir ke University of Amsterdam dengan mengambil studi di bidang hukum.
Selama melanjutkan studi di sana, mereka pun aktif di berbagai kegiatan pergerakan seperti Indonesische Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia (PI). Pada tahun 1926, Bung Hatta diangkat menjadi ketua dari organisasi tersebut. Ia dan rekan-rekannya acap kali keluar-masuk penjara Belanda dikarenakan tulisan-tulisannya di dalam surat kabar Indonesia Merdeka sering sekali mengkritik kebijakan kolonialisme Belanda di Hindia Belanda pada saat itu.
Berlanjut pada era Orde Lama, Indonesia juga pernah mengirim sekelompok mahasiswanya untuk melanjutkan studi di berbagai universitas di Eropa Timur dan Eropa Tengah, kala itu Indonesia–terutama Paduka Yang Mulia sedang mesra-mesranya dengan negara blok kiri seperti Uni Soviet, Jerman Timur, dan juga Republik Ceko. Sebut saja Soejono (Eyang Yono), pria berusia 70 tahun tersebut dikirim oleh pemerintahan Bung Karno untuk melanjutkan studi di Charles University, Praha, Republik Ceko sebagai Mahasiswa Ikatan Dinas (MAHID) pada tahun 60-an. Harapannya setelah menyelesaikan studinya, ia bisa kembali untuk membangun industri strategis di tanah air.
Namun naas, bak mimpi buruk di siang bolong, tragedi G30/SPKI meledak di Jakarta, dilanjutkan dengan runtuhnya rezim Bung Karno kala itu. Seminggu setelah terjadinya tragedi G30/SPKI, Eyang Yono bersama 200-an mahasiswa ikatan dinas lainnya dipanggil oleh pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk di-screening satu-persatu apakah mereka setuju dengan Orde Baru yang dipimpin oleh The Smiling General–Jenderal Soeharto saat itu. Minimnya informasi tentang tanah air pada masa itu, ditambah ketidakseteujuan terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan oleh rezim, membuat mereka dicap komunis secara sepihak oleh KBRI. Sejak saat itu pula, Eyang Yono dan beberapa teman-temannya resmi kehilangan kewarganegaraannya yang menjadikan ia sebagai seorang stateless, sungguh miris bukan?
Sumber foto: BBC News Indonesia
Diaspora dan Pelajar Indonesia di Luar Negeri pada Era Kini: Siapa Saja Mereka dan Bagaimana Mereka Berperan?
Bergerak maju ke era sekarang, banyak sekali pelajar dan juga diaspora Indonesia yang telah memberikan kontribusi besar dalam berbagai bidang keilmuan seperti ilmu humaniora, sains, teknologi, dan juga seni. Per tahun 2022, Goodstats mencatat ada sekitar 9,32 juta mahasiswa Indonesia yang sedang melakukan studi di Luar Negeri. Angka itu naik 4,02% dari tahun sebelumnya. Mereka tidak hanya mengharumkan nama baik ibu pertiwi, tetapi juga membagikan pengetahuannya untuk memberikan kebaruan-kebaruan dalam bidang yang mereka dalami.
Salah satunya ialah Alm. Sehat Sutardja, pria kelahiran 9 Juli 1961, merupakan seorang diaspora Indonesia berkewarganegaraan Amerika Serikat yang berkarier di bidang teknologi, khususnya pengembangan teknologi chip dan IT lainnya. Ia juga merupakan pendiri Marvell Technologies–sebuah perusahaan yang berfokus pada pengembangan dan pembuatan semikonduktor IT. Dikarenakan kontribusinya dalam bidang tersebut, ia berhasil mendapatkan lebih dari 440 paten di bidang yang ia geluti hingga akhir hayatnya pada 18 September 2024 silam.
Bergeser sedikit ke Inggris, ada Prof. Bagus Muljadi, seorang assistant professor di Chemical and Environmental Engineering Department University of Nottingham yang saat ini juga diamanahi sebagai steering committee dari UK-Indonesia Consortium for Interdisciplinary Sciences (UKICIS). Sebuah konsorsium yang beranggotakan universitas-universitas dan peneliti-peneliti Indonesia dan UK yang berfokus untuk memfasilitasi pertukaran riset, ilmu, serta penyediaan kebijakan baru dari para ilmuwan untuk penyelenggara pemerintahan antara Indonesia dan UK.
Apakah Kontribusi Berarti Harus Kembali?
Dilema “pulang” atau “tetap” sering kali menjadi perbincangan di antara mahasiswa
Indonesia yang tengah melanjutkan studi di luar negeri. Tak sedikit orang menganggap bahwa pulang memiliki arti kembali secara fisik ke tanah air Indonesia, tetapi beberapa menganggap bahwa pulang sejatinya memiliki makna yang lebih dalam, yaitu berkontribusi bagi tanah air tanpa mempedulikan lokasi mereka berada. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi terhadap bangsa Indonesia tidak selamanya harus dilakukan dari dalam negeri, tetapi bisa dilakukan dari seluruh penjuru dunia. Sama seperti yang Prof. Bagus Muljadi dan Alm. Sehat Sutardja lakukan selama ini.
Pemerintah sebagai pembuat kebijakan tentu harus membuat kebijakan-kebijakan yang adaptif dan mampu mengakomodasi segala tantangan yang dihadapi oleh pelajar Indonesia di luar negeri. Dengan memberikan ruang dan waktu bagi para pelajar Indonesia untuk berkembang secara profesional di luar negeri, serta membangun infrastruktur yang siap mewadahi para mereka saat kembalinya mereka ke tanah air, pemerintah dapat menciptakan ekosistem yang mendukung. Para pelajar yang tersebar di seluruh penjuru dunia juga bisa diikutsertakan menjadi agen soft diplomacy dalam memperkenalkan Indonesia serta mempertegas posisi Indonesia di kancah internasional.
Referensi
Ariyanto, Y. (2017, January 23). Bung Hatta di Belanda: Belajar, Menulis, dan Dipenjara. liputan6.com.
https://www.liputan6.com/news/read/2023385/bung-hatta-di-belanda-belajar-menulis dan-dipenjara
Bonasir, R. (2023, March 23). Peristiwa 65: Ketika menginjakkan kaki di tanah air bukan lagi pulang melainkan berkunjung atau menengok, maukah para eksil kembali menjadi warga negara Indonesia? BBC News Indonesia. https://www.bbc.com/indonesia/dunia-64541226
Dbsmb, A. (n.d.). IISMA 2023-Olomouc#7 Kisah Eyang Yono – http://dbsmb.sv.ugm.ac.id/. https://dbsmb.sv.ugm.ac.id/id/iisma-2023-olomouc7-kisah-eyang-yono/
Ihsanuddin. (2024, November 5). Mendikti: Penerima Beasiswa LPDP Tak Harus Pulang ke Indonesia. KOMPAS.com. https://nasional.kompas.com/read/2024/11/05/21034291/mendikti-penerima-beasiswa -lpdp-tak-harus-pulang-ke-indonesia#
LPDP – Vision, Mision and Focus. (n.d.). https://lpdp.kemenkeu.go.id/en/tentang/visi-misi/
Sehat Sutardja. (n.d.). Forbes. https://www.forbes.com/profile/sehat-sutardja/ Sehat Sutardja: Indonesian that Gain Success in Silicon Valley – Ind. . .. (2013, July 2). archive.ph.
https://archive.ph/20130702074157/http://www.indonesiaberprestasi.web.id/kisah-mo tivasi/profil-prestatif/sehat-sutardja-indonesian-people-that-gain-success-in-sillicon-v alley/
Staff listing – The University of Nottingham. (n.d.). https://www.nottingham.ac.uk/engineering/departments/chemenv/people/bagus.muljadi
(4) UKICIS: Overview | LinkedIn. (n.d.). https://www.linkedin.com/company/ukicis/?originalSubdomain=uk