WartaEQ | Mengungkap Fakta Lewat Aksara

UGM Mencari B(Z)akat: Seruan Aksi Uang Pangkal

Oleh: Ahmad Nurazky Ajri dan Rizal Farizi/EQ
Editor: Dian Nur Jannah
Dokumentasi oleh: Ahmad Nurazky Ajri dan Rizal Farizi/EQ

Pada Senin (13/3), Aliansi Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM)  menggelar aksi UGM Mencari B(Z)akat di gedung Balairung UGM. Aksi ini menjadi tindak lanjut para mahasiswa untuk menyalurkan aspirasi mereka yang kontra terhadap kebijakan penetapan uang pangkal. Selain itu, aksi ini juga merupakan bentuk penguatan jati diri UGM sebagai “kampus kerakyatan”.

Acara ini dimulai dengan longmars oleh Aliansi Mahasiswa dari Taman Sansiro Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) UGM menuju ke gedung Balairung UGM sembari menyanyikan yel-yel penolakan uang pangkal. Sesampainya di Balairung UGM, aksi dimulai oleh MC dan dilanjutkan dengan pembacaan puisi sebagai aksi pembuka. 

Acara kemudian dilanjutkan dengan musikalisasi puisi oleh Ari Deres serta penampilan puisi dan rap oleh Maria dan Zaitun yang diiringi dengan orasi tentang jati diri kampus kerakyatan. Kesudahan penampilan puisi dan rap tersebut sekaligus membuka sesi yang telah dinantikan oleh mahasiswa, yakni kedatangan Rektor UGM di hadapan para mahasiswa yang menggelar aksi penolakan uang pangkal.  Kedatangan Rektor UGM, Ova Emilia, beserta jajarannya di Balairung UGM membuat mahasiswa semakin antusias untuk menyalurkan aspirasi mereka secara langsung di hadapan rektor. 

Tak lama setelah penyambutan kedatangan Rektor UGM di hadapan para mahasiswa,  sesi kemudian dilanjutkan dengan audiensi terkait permasalahan uang pangkal bersama Rektor UGM, Ova Emilia, beserta jajarannya. Sesi ini dibuka dengan klarifikasi dari pihak rektorat terkait pengadaan uang pangkal mulai tahun ajaran 2023 besok. Menurut Ova, defisit yang dialami oleh neraca keuangan UGM menjadi latar belakang utama pelaksanaan kebijakan ini. 

Suasana Audiensi Uang Pangkal (©BPPM EQ)

Selain itu, UGM juga hendak menerapkan pembiayaan yang “berkeadilan”. Ova berpendapat bahwa tidak semua mahasiswa UGM berkekurangan. Sebagian berkecukupan dan mereka inilah yang akan dikenakan kebijakan “uang pangkal” dengan tujuan untuk membantu mahasiswa yang kurang mampu.  

“Dilihat dari data (tahun-tahun sebelumnya), yang membayar uang kuliah tunggal maksimal adalah 10% (dari mahasiswa keseluruhan). Keliru kalau uang pangkal (ini) untuk semua. Uang pangkal hanya disebut sebagai sumbangan, hanya bagi mereka yang masuk melalui ujian mandiri (UM) dan termasuk dalam golongan mampu. Orang yang masuk (lewat) UM, tetapi tidak mampu ya tidak perlu,” ujar Ova. Ova menuturkan bahwa jumlah mahasiswa yang “mampu” (baca: memiliki orang tua berpenghasilan di atas rata-rata) dan akan dikenakan uang pangkal hanya sebesar 4% dari total mahasiswa. Pun jajaran rektorat lainnya juga menegaskan keberadaan sistem beasiswa baru bagi mahasiswa kurang mampu.

Ketegangan dimulai saat sesi tanya-jawab berlangsung. Salah satu audiens yang berasal dari Fakultas Hukum mempertanyakan eror pada sistem yang menyebabkan uang pangkal 0 rupiah tidak dapat dipilih pada 2022 lalu. Sistem dari penentuan besaran uang pangkal pun juga turut disoroti. Pihak rektorat kemudian menjelaskan bahwa perbaikan eror tersebut sedang diusahakan agar dapat terselesaikan pada pertengahan tahun ini. Selain itu, diterangkan pula bahwa besaran uang pangkal tidak akan berpengaruh pada hasil penerimaan calon mahasiswa baru. 

Di sisi lain, terungkap bahwa sampai saat ini rektorat belum menyusun sistematika final untuk kebijakan uang pangkal. Hal ini terungkap saat audiens mempertanyakan berapa gaji minimal orang tua yang akan dikenakan uang pangkal. Pihak rektorat pun berdalih bahwa akan disusun standard operating procedure mengenai mekanisme pembayaran uang pangkal. Uang pangkal disebut tidak akan hanya mempertimbangkan gaji orang tua saja, tetapi juga disusun formula dan indeks yang lebih menyeluruh untuk menentukannya.

Audiensi memanas saat salah satu audiens yang berasal dari Sekolah Vokasi (SV) mempertanyakan mahalnya nominal UKT di program studinya. Disebutkan bahwa terdapat UKT yang mencapai belasan juta rupiah. Sementara hal tersebut dianggap tidak sebanding dengan realitas fasilitas yang diterima oleh mahasiswa SV, seperti dari segi kondisi gedung dan sarana serta prasarana. 

Menjelang akhir audiensi, terungkap fakta mengejutkan terkait pengumuman yang terdapat dalam laman resmi UM UGM. Pengumuman tersebut makin memperjelas keberadaan uang pangkal dengan menyinggung adanya Sumbangan Solidaritas Pendidikan Unggul (SSPU) bagi mahasiswa jalur UM 2023/2024 yang memperoleh UKT Pendidikan Unggul (tingkatan UKT tertinggi pada sistematika yang baru). SSPU memiliki besaran Rp30 juta bagi mahasiswa bidang Ilmu Sains, Teknologi, dan Kesehatan serta Rp20 juta untuk bidang Ilmu Sosial dan Humaniora. Pada akhirnya, jajaran rektorat menjanjikan keterlibatan mahasiswa dalam penyusunan keputusan ke depannya, meskipun sesi audiensi ini nampaknya masih menimbulkan ketidakpuasan di banyak kalangan mahasiswa.

Pengunjung :
210

Solverwp- WordPress Theme and Plugin