Penulis: Ekya Putri B., Philip Jakobus S./EQ
Ilustrasi Oleh: Aisyah Zakiyyah/EQ
Akhir-akhir ini, media massa diramaikan dengan berita transformasi bank-bank konvensional. Sejumlah bank memilih untuk bertransformasi dengan mendigitalisasi sistem informasinya dan mengakuisisi bank-bank berskala kecil. Hal ini bisa dilihat dari langkah pengakuisisian Bank Agroniaga oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Royal oleh Bank Central Asia (BCA), dan yang terbaru adalah Bank Negara Indonesia (BNI) yang berencana untuk mengakuisisi Bank Mayora. Keseluruhan bank berskala kecil tersebut direncanakan akan menjadi bank digital dari bank-bank yang mengakuisisinya (Wulan, 2011; Sidik, 2019; Puspitasari, 2021). Hal ini merupakan dampak dari pesatnya kemajuan teknologi yang menyebabkan disrupsi pada sektor perbankan. Oleh karena itu, penting dilakukan adaptasi untuk mengatasi disrupsi tersebut, baik melalui digitalisasi sistem sendiri maupun melalui akuisisi bank kecil.
Komposisi Sektor Perbankan di Indonesia
Ekosistem perbankan Indonesia diisi oleh bank-bank berskala besar dan kecil. Jika dilihat dari valuasi aset, lima besar bank berskala besar di Indonesia terdiri atas Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, Bank Central Asia (BCA), Bank Negara Indonesia (BNI), dan Bank Tabungan Negara (BTN). Rentang total aset kelima bank ini mulai dari Rp356,97 triliun hingga Rp1.305,67 triliun. Dilihat dari jumlah aset yang begitu besar, tidak mengherankan kalau bank-bank ini dapat dengan mudah mengakuisisi bank berskala kecil yang kapitalisasi pasarnya hanya di bawah Rp1 triliun (Richard, 2021).
Dari sisi kepemilikan, empat dari lima bank berskala besar ini dimiliki oleh negara. Dilansir dari Direktori Perbankan Indonesia 2018, pemegang saham pengendali di Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia (BNI), dan Bank Tabungan Negara (BTN), merupakan Negara Republik Indonesia, dengan porsi saham pada masing-masing bank tersebut melebihi 50 persen. Hanya Bank Central Asia (BCA) saja yang dimiliki oleh swasta dengan PT Dwimuria Investama Andalan, entitas usaha milik orang terkaya di Indonesia, Hartono bersaudara, sebagai pemegang saham pengendali yang porsi kepemilikannya mencapai 54,94 persen (Otoritas Jasa Keuangan, 2018).
Tren Digitalisasi Sistem Informasi Perbankan
Kondisi ekonomi yang makin tidak bisa diprediksi selama pandemi memaksa bank untuk berinovasi agar perekonomian tidak mengalami penurunan signifikan. Salah satu tren baru yang muncul di dunia perbankan era pandemi ini adalah digitalisasi perbankan. Berbagai regulasi baru memberi stimulus bagi bank untuk beralih ke transaksi digital yang dianggap lebih mudah sekaligus minim interaksi. Maka dari itu, bank harus mampu beradaptasi dengan kondisi baru akibat perubahan aktivitas masyarakat dan teknologi yang semakin canggih.
Digitalisasi perbankan merupakan salah satu fokus Bank Indonesia untuk memulihkan ekonomi sekaligus menguatkan kebijakan sistem pembayaran dan implementasi Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2025. Hal ini tercermin dalam beberapa kebijakan BI, seperti memperpanjang kebijakan Merchant Discount Rate QRIS sebesar 0 persen untuk usaha mikro hingga 31 Maret 2021, meningkatkan implementasi elektronifikasi dan digitalisasi, serta mendorong inovasi dan kolaborasi perbankan dengan fintech melalui percepatan implementasi Sandbox 2.0 (Bank Indonesia, 2020).
Transaksi keuangan digital menunjukkan perkembangan positif selama pandemi. Transaksi e-commerce pada 2021 bahkan meningkat sebesar 33 persen mencapai Rp337 triliun, bersamaan dengan peningkatan penggunaan uang elektronik sebesar 33 persen senilai Rp226 triliun. Digital banking berupa mobile dan internet banking pun meningkat 19 persen mencapai Rp32.206 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa sudah banyak masyarakat beralih menggunakan uang digital dengan berbagai preferensi. Tingginya angka itu membuktikan bahwa fenomena “banking without the banks” dapat makin berkembang apabila bank tidak berusaha mengubah cara mereka beroperasi dan beradaptasi dalam digitalisasi (Erwin, 2021).
Tingginya transaksi digital membuat banyak korporasi berminat untuk berinvestasi di sektor teknologi dan digital. PT Bank Central Asia misalnya, menganggarkan Rp5,2 triliun yang sebagian besar dananya akan digunakan untuk IT dan digitalisasi perbankan. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) juga menyiapkan Rp3,5 triliun untuk upaya digitalisasi (Walfajri, 2021). Salah satu upaya mereka dalam digitalisasi perbankan adalah dengan menciptakan aplikasi perbankan online yang dapat digunakan untuk bertransaksi di mana saja dengan mudah. Selain itu, banyak bank digital baru yang muncul. Upaya digitalisasi juga dapat dilihat dari munculnya e-wallet yang diterima dengan baik oleh masyarakat karena dianggap lebih aman, mudah, dan memiliki layanan yang lengkap. E-wallet mampu beradaptasi dengan cepat di Indonesia, didukung dengan banyaknya penyedia layanan e-wallet yang sudah terverifikasi Bank Indonesia. E-wallet juga bekerja sama dengan e-commerce sehingga dapat digunakan untuk bertransaksi di e-commerce. Bahkan, sudah banyak tempat publik yang menggunakan e-wallet sebagai alat pembayaran.
Adaptasi Digital dengan Merger dan Akuisisi
Adanya krisis akibat pandemi juga memicu tren merger dan akuisisi sebagai akibat adanya perubahan kebijakan. Merger dan akuisisi dianggap dapat memperbaiki perekonomian dan restrukturisasi keuangan dengan cepat. Selama pandemi, 37 persen perusahaan berencana melakukan merger dan akuisisi secara aktif dengan perusahaan teknologi seperti startup sebagai sasaran untuk meningkatkan profit (Ernst & Young, 2020). Riset PwC menunjukkan bahwa merger dan akuisisi perusahaan teknologi global meningkat 34 persen secara tahunan pada semester II 2020 lalu (PwC, 2021). Laporan Cento Ventures pada 2020 mengatakan jika Indonesia dan Singapura adalah negara yang paling banyak melakukan likuidasi start up (Cento Ventures, 2020). Tren merger dan akuisisi di perbankan diharapkan dapat meningkatkan pertukaran cadangan arus kas, modal, dan kekuatan pasar di tengah ketatnya persaingan.
Maraknya tren merger dan akuisisi mengharuskan negara untuk ikut berperan aktif dalam memastikan regulasi persaingan terkait hal ini. Di Indonesia, beberapa peraturan mengatur tentang merger dan akuisisi di antaranya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank, UU Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Inti dari regulasi-regulasi ini adalah aturan tentang perjanjian pendahuluan sebelum merger dan akuisisi yang membahas kewajiban perusahaan yang ada dan kepentingan pihak tertentu yang diperhatikan. Hal ini diperlukan untuk mempertegas status hukum perusahaan merger dan akuisisi supaya tidak menimbulkan masalah baru kedepannya.
Regulasi baru OJK berupa penetapan modal minimum bank sebesar Rp3 triliun juga menjadi salah satu penyebab maraknya aksi merger dan akuisisi bank. Dilansir dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum, Pasal 8 ayat 2, bank wajib memiliki modal inti minimum sebesar Rp3 triliun pada tahun 2022. Regulasi ini tentunya memberatkan bank-bank berskala kecil yang modalnya masih berada di bawah Rp1 triliun. Oleh karena itu, banyak bank berskala kecil yang melakukan merger atau diakuisisi oleh bank-bank besar dengan tujuan meraih investor dalam memenuhi regulasi baru ini (Otoritas Jasa Keuangan, 2021).
Banyaknya dampak positif yang dapat diperoleh dengan adanya merger dan akuisisi membuat banyak perusahaan memutuskan untuk melakukannya. Merger dianggap dapat melonggarkann ketatnya persaingan antar perusahaan yang memiliki outcome serupa. Selain itu, merger dan akuisisi juga bermanfaat bagi bank berskala kecil dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan. Contohnya adalah merger yang dilakukan oleh tiga bank syariah BUMN, yaitu PT Bank Syariah Mandiri (BSM), PT Bank BRI Syariah (BRIS), dan PT Bank BNI Syariah (BNIS) menjadi BSI. Penggabungan ini menjadikan BSI sebagai bank syariah terbesar di Indonesia dengan layanan lengkap, seperti investasi, tabungan haji, emas, hingga m-banking (Kurnia, 2021).
Potensi Keuntungan dan Kerugian bagi Konsumen
Seluruh langkah transformasi ini tentunya berdampak kepada konsumen. Bagi konsumen modern, misalnya generasi milenial, transformasi bank konvensional menjadi bank digital merupakan media yang akan memenuhi harapan mereka akan kemudahan layanan finansial. Salah satu produk transformasi ini adalah layanan mobile banking. Produk tersebut membuat masyarakat modern dapat melakukan transaksi keuangan, mengirim dan menerima uang, serta hal lainnya hanya melalui gawai mereka sendiri tanpa perlu mengeluarkan banyak waktu dan tenaga. Seluruh manfaat ini tentunya dapat dirasakan oleh konsumen modern karena mayoritas konsumen modern merupakan digital native dan didorong pula oleh peningkatan akses internet yang pesat di perkotaan (Machkour & Abriane, 2020).
Berbeda dengan konsumen modern, konsumen tradisional seperti masyarakat generasi X dan masyarakat pedesaan yang belum fasih terhadap teknologi relatif tidak dapat merasakan manfaat ini secara optimal. Perubahan mekanisme bank dari kebiasaan lama menuju kebiasaan digital yang dilakukan secara mendadak akan merenggut kenyamanan dari konsumen tradisional tersebut. Hal ini karena masyarakat tradisional cenderung memiliki resistensi dalam beradaptasi terhadap kemajuan teknologi. Pada akhirnya, transformasi bank digital akan menuai penolakan dari konsumen tradisional yang akan mengakibatkan hilangnya nasabah bank yang bertransformasi tersebut (Nel & Boshoff, 2021).
Kesimpulan
Upaya digitalisasi perbankan sejatinya memang diperlukan untuk meningkatkan kualitas layanan perbankan yang mau tidak mau tetap harus mengalami perubahan seiring dengan makin canggihnya teknologi. Pandemi membuat upaya digitalisasi menjadi tren baru yang menawarkan kemudahan bagi masyarakat untuk bertransaksi melalui berbagai produk digitalisasi perbankan. Kondisi ekonomi yang lesu juga memicu bank-bank konvensional untuk makin menggerakkan upaya digitalisasi supaya roda perekonomian dapat tetap berputar dengan stabil. Selain itu, tren merger dan akuisisi bank juga marak terjadi karena krisis demi tetap bertahan dengan kinerja maksimal. Namun, dampak positif upaya digitalisasi perbankan agaknya tidak dapat dirasakan masyarakat secara menyeluruh. Mereka yang kurang melek teknologi akan dirugikan karena tidak dapat merasakan manfaat bank digital secara optimal.
Dilihat dari banyaknya dampak positif digitalisasi perbankan, tren merger dan akuisisi nampaknya akan terus berlanjut dan berpotensi menjadikan sektor perbankan berstruktur oligopoli di masa depan. Hal ini dapat menjadi pemicu bagi bank untuk menjalankan praktik yang tidak sehat dan cenderung merugikan konsumen. Oleh karena itu, pemerintah sebaiknya sigap dalam mencegah hal ini dengan menyusun regulasi yang dapat menjamin perbankan untuk tetap beroperasi secara sehat sehingga konsumen tidak akan dirugikan.
Referensi
Aditya, G. R., et.al. (2021). Riset Struktur Pasar Ekonomi Digital. https://ised-id.org/wp-content/uploads/2021/03/White-Paper-Power-Concentration-ISED-no-appendix.pdf
Alfi, A. (2021). Resmi Merger 1 Februari, ini Kinerja 3 Bank Syariah BUMN. Siapa Paling Oke? https://finansial.bisnis.com/read/20210130/231/1350108/resmi-merger-1-februari-ini-kinerja-3-bank-syariah-bumn-siapa-paling-oke
Apriyani, T. (2019). E-Wallet Alat Transaksi dan Pembayaran Zaman Now. https://yoursay.suara.com/news/2019/12/19/140313/e-wallet-alat-transaksi-dan-pembayaran-zaman-now
Bank Indonesia. (2020). Tinjauan Kebijakan Moneter Desember 2020. https://www.bi.go.id/id/publikasi/laporan/Pages/Tinjauan-Kebijakan-Moneter-Desember-2020.aspx
Burhan, F. A. (2021). Banyak Startup RI Bakal Merger dan Akuisisi untuk Raih Untung di 2022. https://katadata.co.id/desysetyowati/digital/606de5bf288bc/banyak-startup-ri-bakal-merger-dan-akuisisi-untuk-raih-untung-di-2022
Cento Ventures. (2020). Shouteast Asia Tech Investment – FY2020. https://www.cento.vc/southeast-asia-tech-investment-report-full-year-2020/
Ernst & Young. (2020). Global Capital Confidence Barometer. https://assets.ey.com/content/dam/ey-sites/ey-com/en_gl/topics/ey-capital-confidence-barometer/pdfs/22/ey-22nd-global-capital-confidence-barometer-march-2020.pdf
Komisi Pengawas Persaingan Usaha. FAQ. https://kppu.go.id/faq-merger-dan-akuisisi/
Kurnia, R. D. (2021). Bank Syariah Indonesia : Sejarah, Merger, Saham, hingga Tujuan. https://ised-id.org/wp-content/uploads/2021/03/White-Paper-Power-Concentration-ISED-no-appendix.pdf
Machkour, B., & Abriane, A. (2020). Industry 4.0 and its implications for the financial sector. Procedia Computer Science, 177, 496–502. https://doi.org/10.1016/j.procs.2020.10.068
Manurung, I. N. Percepatan Digitalisasi Perbankan di Masa Pandemi COVID-19. https://crmsindonesia.org/publications/percepatan-digitalisasi-perbankan-di-masa-pandemi-covid-19/
Nel, J., & Boshoff, C. (2021). “I just don’t like digital-only banks, and you should not use them either”: Traditional-bank customers’ opposition to using digital-only banks. Journal of Retailing and Consumer Services, 59(May). https://doi.org/10.1016/j.jretconser.2020.102368
Otoritas Jasa Keuangan. (2018). Direktori Perbankan Indonesia 2018. DKI Jakarta: Penulis.https://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/data-dan-statistik/Direktori-Perbankan-Indonesia-Baru/Pages/Direktori-Perbankan-Indonesia-2018.aspx
Otoritas Jasa Keuangan. (2020). Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 12 /Pojk.03/2020 Tentang Konsolidasi Bank Umum.https://www.ojk.go.id/id/regulasi/Pages/Konsolidasi-Bank-Umum.aspx
Permatasari, E. (2020). Perbedaan Merger dengan Akuisisi.https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl4635/perbedaan-merger-dengan-aku
PricewaterhouseCoopers. (2021). Global M&A Industry Trends : 2021 Mid-year Update. https://www.pwc.com/gx/en/services/deals/trends.html
Puspitasari, I. (2021a). Dikabarkan akuisisi Bank Mayora, begini arah pergerakan saham BNI (BBNI).https://investasi.kontan.co.id/news/dikabarkan-akuisisi-bank-mayora-begini-arah-pergerakan-saham-bni-bbni
Puspitasari, I. (2021b). Menilik Keberlangsungan Penggunaan E-Wallet di Indonesia. http://news.unair.ac.id/2021/05/02/menilik-keberlangsungan-penggunaan-e-wallet-di-indonesia/
Richard, M. (2021). 5 Bank Terbesar dari sisi Aset: BRI Tetap Juara, BCA Tembus Rp1.000 Triliun.https://finansial.bisnis.com/read/20210103/90/1337914/5-bank-terbesar-dari-sisi-aset-bri-tetap-juara-bca-tembus-rp1000-triliun
Rizki, M. J. (2021). Pentingnya Advokat Memahami Dasar-dasar Hukum Merger dan Akuisisi. https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5ee42fb81261b/pentingnya-advokat-memahami-dasar-dasar-hukum-merger-dan-akuisisi?page=3
Sidik, S. (2019). Sah! BCA Rampungkan Akuisisi Bank Royal Rp 988 M. https://www.cnbcindonesia.com/market/20191105084435-17-112656/sah-bca-rampungkan-akuisisi-bank-royal-rp-988-m
Tarigan, J., Yenewan, S., dan Natalia, G. (2016). Merger dan Akuisisi: Dari Perspektif Strategis dan Kondisi Indonesia (Pendekatan Konsep dan Studi Kasus). http://repository.petra.ac.id/17800/1/Publikasi1_04025_3364.pdf
Utama, L. (2021). Bank Digital Ini Buka Pintu untuk Marketplace hingga Ojek Online. https://www.viva.co.id/digital/piranti/1377612-bank-digital-ini-buka-pintu-untuk-marketplace-hingga-ojek-online
Walfajri, M. (2021a). BI Proyeksi Transaksi Digital Banking Naik 19% Jadi Rp. 32.206 Triliun Sepanjang 2021. https://keuangan.kontan.co.id/news/bi-proyeksi-transaksi-digital-banking-naik-19-jadi-rp-32206-triliun-sepanjang-2021
Walfajri, M. (2021b). Perbankan Siapkan Belanja Modal IT Besar Pada 2021, untuk Perkuat Layanan Digital. https://newssetup.kontan.co.id/news/perbankan-siapkan-belanja-modal-it-besar-pada-2021-untuk-perkuat-layanan-digital
Wulan, W. S. A. (2011). BRI resmi kuasai 88,65% saham Bank Agro. https://keuangan.kontan.co.id/news/bri-resmi-kuasai-8865-saham-bank-agro-1