WartaEQ | Mengungkap Fakta Lewat Aksara

Nestapa Pencipta Lagu di Balik Megahnya Sebuah Konser Musik

Oleh: Ummi Anifah/EQ
Editor: Rizal Farizi/EQ
Desain oleh: Rega Sandinata/EQ

Jogja tidak hanya terkenal sebagai Kota Pelajar, tetapi juga Kota Budaya. Ada banyak pementasan budaya dan pertunjukan yang tersaji di kota ini. Salah satu hal yang turut merebak dan ramai di kalangan anak muda adalah konser musik. Sepanjang tahun 2023, sudah banyak konser musik yang terlaksana di kota ini. Namun, pernahkan kalian terpikir, siapa aktor di balik terciptanya setiap bait lagu dan kata-kata indah yang menyentuh hati? Dan pernahkah kalian berpikir, apakah pencipta lagu tersebut ikut mendapatkan keuntungan dari setiap lagu yang dibawakan oleh penyanyi di panggung?

Pencipta lagu sejatinya memiliki hak cipta atas karyanya. Hak tersebut adalah hak moral dan hak ekonomi. Hak moral merupakan hak yang melekat abadi pada diri setiap pencipta lagu. Hak tersebut meliputi pengakuan dan penulisan nama dalam setiap pemakaian ciptaannya. Tak hanya itu, pencipta lagu juga berhak untuk mempertahankan karyanya dari hal-hal yang dirasa merugikan harga diri. Sementara itu, hak ekonomi merupakan hak eksklusif yang dimiliki oleh pencipta lagu untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas karyanya. Manfaat ekonomi tersebut bisa didapatkan dari penerbitan, pendistribusian, atau pertunjukan atas ciptaannya. 

Tak hanya dari aktivitas yang dilakukan oleh dirinya sendiri, pencipta lagu juga dapat memperoleh hak ekonomi dari kegiatan orang lain yang menggunakan lagunya. Orang yang menggunakan lagu dan/musik secara komersial dalam bentuk layanan publik wajib membayar royalti kepada pencipta. Layanan publik yang bersifat komersial tersebut memiliki banyak bentuk, salah satunya adalah konser musik.  

Dalam konser musik, biasanya penyanyi tidak hanya membawakan lagu miliknya saja, tetapi juga membawakan lagu orang lain. Ketika penyanyi dalam sebuah konser membawakan lagu milik orang lain, maka penyelenggara konser tersebut wajib membayarkan royalti kepada beberapa pihak, salah satunya adalah pencipta lagu. Adapun besarnya royalti yang harus dibayarkan oleh penyelenggara konser adalah dua persen dari total biaya produksi apabila konser musik tersebut tidak menggunakan tiket. Namun, apabila konser tersebut memberlakukan adanya tiket, maka penyelenggara konser harus membayar sejumlah dua persen dari pendapatan kotor tiket. 

Adapun lembaga yang mempunyai kewenangan atas royalti ini adalah Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). LMK merupakan lembaga yang diberi kuasa oleh pencipta lagu untuk mengelola royalti atas ciptaannya. Sementara itu, LMKN merupakan lembaga nirlaba yang dibentuk oleh pemerintah dengan tujuan untuk menarik dan mendistribusikan royalti. LMK lebih dahulu muncul pada tahun 1990 sebagai instansi pengelola royalti ketika pemerintah belum menaruh perhatian terkait isu royalti. Namun, berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014, pemerintah kemudian mengamanatkan pembentukan LMKN sebagai wujud perhatian terhadap pengelolaan royalti. 

Adanya dua lembaga yang berwenang ini dapat memunculkan kesalahpahaman masyarakat terhadap penarikan royalti. Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (DJKI Kemenkumham), LMKN, dan delapan LMK melakukan pertemuan pada 26 April 2019 di Bali. Pada acara tersebut, disetujui pembentukan sistem satu pintu terkait pengelolaan royalti. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi tumpang tindih kewajiban dalam mengumpulkan royalti. LMKN bertugas untuk menarik dan mengumpulkan royalti dari berbagai pemakai hak cipta. Sementara itu, LMK bertugas untuk mendistribusikan royalti yang telah dijatah oleh LMKN kepada pencipta lagu. Pada akhirnya, pencipta lagu akan memperoleh royalti dari LMK yang telah ia beri kuasa.

Meskipun sistem pengelolaan telah dirancang lebih baik, tetapi nyatanya masih ada permasalahan terkait besaran royalti yang diterima oleh pencipta lagu. Beberapa pencipta lagu mengeluhkan nominal royalti yang didapatkan dalam satu tahun. Banyak dari mereka merasa bahwa royalti yang didapatkannya terlalu kecil. Pada tahun 2014, anak Alm. Naniel Chusnul Yakin, salah satu pencipta lagu “Bento”, mengungkapkan bahwa ayahnya pernah memperoleh royalti sebesar Rp400.000. Piyu, pencipta lagu-lagu band Padi, juga menyampaikan bahwa LMK hanya memberinya Rp300.000 dalam satu tahun. Lebih parahnya, pencipta lagu lainnya, seperti Rieka Roslan dan Dewi Lestari, malah mendapatkan nominal yang lebih kecil, yakni Rp140.000. 

Permasalahan selanjutnya yang kemudian muncul adalah tentang transparansi pengelolaan royalti. Kecilnya nilai royalti yang didapatkan oleh pencipta lagu membuat mereka bertanya-tanya terkait bagaimana sistem penarikan dan pendistribusian royalti. Selama ini, pencipta lagu jarang memperoleh rincian daftar kegiatan yang menggunakan lagu ciptaannya. Biasanya, mereka hanya memperoleh transferan royalti tanpa ada rincian yang jelas. Hal tersebut juga diungkapkan oleh anak Alm. Naniel Chusnul Yakin yang mengakui bahwa LMK yang menaungi ayahnya pernah memberikan royalti sebesar 11 juta rupiah pada tahun 2019, tetapi tidak memberikan detail dari mana sumber royalti tersebut.

Transparansi terkait pengelolaan royalti oleh LMK dan LMKN ini masih menjadi permasalahan utama bagi pencipta lagu. Royalti yang berhasil dikumpulkan oleh LMKN pada tahun 2022, yakni sebesar 140 miliar rupiah. Namun, porsi royalti yang didapatkan dari performing rights atau hak dari pertunjukan konser musik hanya sekitar Rp900 juta yang artinya tidak mencapai satu persen dari total royalti yang terkumpul. Banyaknya konser musik yang digelar di Indonesia tampaknya tak memberikan hak ekonomi atau royalti yang besar bagi pencipta lagu. Banyak dari mereka yang merasa bahwa royalti yang didapatkannya tak pantas dan tak sesuai dengan karya yang telah diciptakannya.  

Banyaknya penyanyi yang membawakan lagu milik orang lain di panggung konser seharusnya bisa memberikan hak ekonomi yang sesuai kepada pencipta lagu. Sistem penarikan dan pendistribusian royalti oleh LMKN dan LMK bisa dibilang masih belum mampu memberikan hak ekonomi yang sesuai. Permasalahan terkait transparansi royalti ini membuat pencipta lagu merasa bahwa seharusnya mereka dapat memperoleh hak ekonomi yang lebih. LMK dan LMKN perlu membuat daftar setiap kegiatan yang melibatkan karya dari pencipta lagu. Hal ini perlu dilakukan sebagai wujud akuntabilitas LMKN dan LMK terhadap pencipta lagu. Tak hanya itu, pencatatan setiap kegiatan ini membuat royalti yang diberikan sesuai dengan jumlah karya yang digunakan. Pada akhirnya, transparansi proses penarikan dan pendistribusian royalti menjadi kunci dari terselesaikannya masalah ini. 

Daftar Pustaka

LMKN. (2021, December 29). LMKN Targetkan Raih Royalti Rp150 Miliar di 2022 – LMKN. LMKN. Retrieved September 7, 2023, from https://www.lmkn.id/lmkn-targetkan-raih-royalti-rp150-miliar-di-2022/

Manji, D. (2022, October 2). Lagu Bento, Royalti, Iwan Fals , dan Deddy Corbuzier. YouTube. Retrieved September 7, 2023, from https://www.youtube.com/watch?v=RZy6ILCU8NA&pp=ygUMbmFuaWVsIHlha2lu

Rachman, M. T. (2022). Pengelolaan Royalti dari Pencipta Lagu yang Tidak Terdaftar di Lembaga Manajemen Kolektif oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional. Dharmasisya, 2(Jurnal Program Magister Hukum), 35. https://scholarhub.ui.ac.id/cgi/viewcontent.cgi?article=1239&context=dharmasisya

Redaksi, T. (2023, September 5). Per Tahun Cuma Dapat Rp300 Ribu dari Royalti Konser, Piyu Kritik LMK. VOI. Retrieved September 8, 2023, from https://voi.id/musik/307641/per-tahun-cuma-dapat-rp300-ribu-dari-royalti-konser-piyu-kritik-lmk

Satito, B. P. (2023, July 3). Para Komposer Musik Deklarasikan AKSI Untuk Perjuangkan Hak Royalti. Fortune Indonesia. Retrieved September 7, 2023, from https://www.fortuneidn.com/news/bayu/para-komposer-musik-deklarasikan-aksi-untuk-perjuangkan-hak-royalti

Pengunjung :
417

Solverwp- WordPress Theme and Plugin