WartaEQ | Mengungkap Fakta Lewat Aksara

Sebuah Ironi pada Hari Pendidikan Nasional: Orang Miskin Dilarang Kuliah?

Oleh: Virdza Anditha Arya Putri dan Nawfal Aulia/EQ
Editor: Hilda Bhakti Fahrezi/EQ
Layouter: Naelufara/EQ
Dokumentasi oleh: Nawfal Aulia dan Faza Naufal/EQ

Hari Pendidikan Nasional seharusnya bertujuan untuk mengenang jasa-jasa Ki Hajar Dewantara yang telah memperjuangkan akses pendidikan untuk semua kalangan. Akan tetapi, bersamaan dengan Hari Pendidikan Nasional, Kamis (2/5/2024), telah dilakukan aksi damai oleh Aliansi Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai respons atas meningkatnya besaran Uang Kuliah Tunggal (UKT). Mereka juga menyerukan aspirasi mengenai transparansi dan keterlibatan mahasiswa dalam penentuan besaran UKT.

“UKT, Uang Kuliah Tinggi!” teriak seorang demonstran.

Mengutip data yang diperoleh dari Aliansi Mahasiswa UGM, rata-rata kenaikan UKT rumpun Saintek, Soshum, serta Sekolah Vokasi pada tahun 2024 adalah Rp606.657,00 dengan kenaikan terbesar terjadi di Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) sebesar Rp2.062.500 atau 35,87% dibandingkan dengan tahun 2023. Selain itu, sepanjang tahun 2023 hingga 2024, keterlibatan mahasiswa dalam proses verifikasi penetapan (89.5%), peninjauan kembali (42.1%), dan pengajuan keringanan (63.2%) dinilai masih jauh dari angka yang diharapkan. Terlebih lagi, meningkatnya besaran UKT juga berpotensi meningkatkan rasio pengorbanan yang turut memberatkan mahasiswa kurang mampu.

“UGM kampus kerakyatan katanya, tapi UKT-nya bikin sengsara,” senandung demonstran.

Komersialisasi pendidikan di Indonesia juga menjadi salah satu isu yang disuarakan oleh para demonstran.  Hal ini didasari oleh kurangnya komitmen pemerintah RI terhadap kemajuan pendidikan di Indonesia yang hanya mengalokasikan 20% dari anggaran APBN 2024 untuk sektor pendidikan. Padahal, pendidikan adalah fondasi penting dalam meningkatkan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia guna mencapai kemajuan bangsa. 

Foto yang Mengabadikan Momen saat Orasi (© BPPM Equilibrium)

“UGM bisa garang ketika demokrasi Indonesia digerogoti, tapi ketika biaya pendidikan naik (UGM) ke mana?” ujar Nugroho Prasetyo Aditama, Ketua BEM KM UGM 2024.

Nugroho, selaku Ketua BEM KM UGM 2024, berharap agar rektorat memenuhi janjinya untuk meningkatkan keterlibatan mahasiswa dalam penentuan besaran UKT di tiap-tiap fakultas. Nugroho juga meminta agar rektorat memberikan rasionalisasi dan sosialisasi atas meningkatnya besaran UKT secara mendadak yang terjadi pada Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) 2024. Secara umum, Ketua BEM KM UGM 2024 tersebut juga meminta UGM sebagai “Kampus Kerakyatan” untuk menyuarakan naiknya biaya pendidikan di Indonesia melalui forum guru besar, seperti yang mereka lakukan pada saat kontestasi Pemilu 2024 yang lalu.

Bagaimana Respon Rektorat UGM terhadap Demonstrasi Ini?

“Kami telah menepati janji dengan melibatkan mahasiswa dalam penetapan besaran UKT sesuai dengan SK (Surat Keputusan) yang telah ditetapkan. Jika belum bisa seratus persen diterapkan, kami meminta untuk terus dikawal,” ujar Arie Sujito, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Alumni.

Arie, perwakilan rektorat UGM, menanggapi kasus ini dengan menyatakan bahwa pelibatan mahasiswa dalam penetapan UKT mahasiswa baru 2024 telah dilaksanakan sejak keputusan Rektor Nomor 595/UN1.P/KPT/HUKOR/2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Uang Kuliah Tunggal Pendidikan Unggul, Uang Kuliah Tunggal Pendidikan Tunggal Bersubsidi, dan Sumbangan Solidaritas Pendidikan Unggul Universitas Gadjah Mada Tahun Akademik 2023/2024. Meskipun masih terdapat beberapa fakultas yang belum melaksanakan SK tersebut seperti Fakultas Psikologi, Arie berjanji untuk memastikan agar hal serupa tidak kembali terjadi dan meminta mahasiswa untuk mengawal jalannya kebijakan tersebut.

Arie juga menjelaskan alasan dibalik naiknya besaran UKT adalah kurangnya pendanaan dari pemerintah pusat untuk sektor pendidikan. Ia menambahkan bahwa UKT yang dibayarkan mahasiswa akan sepenuhnya digunakan dan dimanfaatkan untuk kepentingan mahasiswa. Wakil rektor tersebut juga berharap agar demonstran tidak hanya menyalahkan universitas atas meningkatnya besaran UKT, tapi juga pemerintah pusat yang kerap kali tak acuh terhadap sektor pendidikan.

Berjalan menuju bagian akhir dari aksi damai tersebut, UGM merespon isu UKT dengan serangkaian strategi yang terukur dan inklusif melalui komitmen untuk menyesuaikan UKT sesuai dengan kemampuan individu serta memberikan subsidi dan berbagai jenis beasiswa kepada mahasiswa yang membutuhkan. Dengan melibatkan mahasiswa dari berbagai fakultas, UGM akan mengembangkan mekanisme yang lebih efektif dalam penetapan UKT sekaligus memperkuat keterlibatan aktif melalui skema penugasan Surat Keputusan (SK) kepada mahasiswa. Rapat antarfakultas juga akan diadakan untuk menyusun mekanisme verifikasi data dari tahun sebelumnya dalam menanggapi isu yang beredar di media sosial. Langkah-langkah ini menegaskan komitmen UGM dalam menjaga transparansi, keadilan, dan keterlibatan dalam mengatasi permasalahan terkait UKT.

Bentuk Komitmen untuk Mengawal Implementasi Kebijakan (© BPPM Equilibrium)

Serangkaian aksi damai ini berlangsung partisipatif yang dibuktikan dengan penandatanganan pakta. Melalui pakta tersebut, hal ini menunjukkan bahwa  kedua pihak setuju untuk berkolaborasi dengan mengawal setiap kebijakan penentuan besaran UKT yang diterapkan pada setiap fakultas. Berangkat dari sana, Aliansi Mahasiswa meminta pemerintah pusat untuk lebih peduli terhadap pendidikan dan berpesan sebuah harapan “Semoga adik-adik kami mendapatkan hak yang sama dalam memperjuangkan mimpinya di Universitas Gadjah Mada ini, Selamat Hari Pendidikan Nasional!”

Solverwp- WordPress Theme and Plugin