Oleh: Divisi Penelitian EQ 2021/2022
Kesehatan mental adalah hal krusial yang berperan penting dalam kehidupan mahasiswa. Mental yang sehat membawa berbagai dampak positif dalam menunjang aktivitas sehari-hari. Namun, padatnya kegiatan akademis saja sudah menguras pikiran mahasiswa. Mengikuti organisasi tentunya bukan pelarian yang tepat dari sibuknya mencari nilai. Kenyataannya, masih banyak mahasiswa yang menempatkan organisasi tidak sesuai porsinya.
Organisasi selalu menjadi hal menarik untuk dicoba mahasiswa. Oleh karenanya, mahasiswa mencari organisasi untuk mengeksplorasi minat bakat yang sesuai dengan preferensi masing-masing. Akan tetapi, organisasi tersebut dapat menjadi bumerang karena mahasiswa terlalu asyik sehingga melupakan batas kemampuan diri. Organisasi kemudian bukan lagi kegiatan menyenangkan, tetapi menjadi tambahan beban yang semakin memberatkan.
Di tengah pandemi seperti ini, hampir seluruh kegiatan organisasi dijalankan via daring. Hal tersebut merupakan sesuatu yang berbeda dan seolah membuat segalanya terlihat makin mudah. Dengan mengerjakan segalanya di rumah, kita merasa mampu mengerjakan banyak hal bersamaan atau multitasking. Secara tidak sadar, hal inilah yang membuat kita lebih tertekan dan tidak mendapatkan esensi meet yang maksimal. Pada artikel ini, keterkaitan organisasi terhadap kesehatan mental akan ditelaah bersama. Akankah keputusan mengikuti organisasi memberi dampak baik bagi potensi diri? Atau malah menjadi masalah baru bagi mahasiswa?
Literatur Terdahulu Mengenai Keterlibatan Mahasiswa, Kesehatan Mental, dan Kualitas Hidup
Keikutsertaan mahasiswa dalam kegiatan ekstrakurikuler di organisasi berpengaruh terhadap kesehatan mental mahasiswa. Kondisi kesehatan mental ini dipengaruhi oleh seberapa besar tingkat keterlibatan mahasiswa dalam kegiatan ekstrakurikuler tersebut. Dengan kata lain, aktif atau tidaknya mahasiswa dalam berorganisasi berperan dalam membentuk kondisi kesehatan mental mahasiswa. Hal ini dikarenakan keterlibatan itu membutuhkan semakin banyak interaksi terhadap entitas di lingkungan sosial organisasi. Interaksi inilah yang berpotensi mengganggu kesehatan mental mahasiswa karena memerlukan waktu dan tenaga yang ekstra (Cleofas, 2019).
Menurut World Health Organization (2012), kualitas hidup merupakan pandangan seseorang terhadap tujuan, harapan, standar, dan kepedulian diri mereka sesuai dengan konteks kultur dan budaya yang ada. Bahasan kali ini akan menekankan analisis hubungan antara kualitas hidup mahasiswa dan keikutsertaannya dalam kegiatan organisasi. Keikutsertaan mahasiswa dalam organisasi merupakan bentuk kegiatan nonakademik yang diikuti oleh mahasiswa. Kegiatan organisasi ini sangat penting karena dengan aktif berorganisasi mahasiswa dapat mengembangkan soft skills dan potensi yang dimilikinya. Berdasarkan penelitian J. V. Cleofas yang dipublikasikan di International Journal of Adolescence and Youth vol. 25 tahun 2020, kualitas hidup secara signifikan berkorelasi dengan tingkat interaksi dengan entitas sosial sekolah.
Prosedur dan Metode
Dalam melakukan pengambilan data, kami menyebarkan kuesioner kepada seluruh fakultas yang ada dalam lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam jangka waktu 4 minggu. Untuk menunjang dan menarik para mahasiswa dalam mengisi kuesioner, kami memberikan insentif berupa pulsa sebesar Rp50.000 untuk 5 responden yang dipilih secara acak. Total responden yang berkontribusi dalam pengumpulan data adalah sebanyak 147 mahasiswa UGM dari berbagai fakultas. Namun, setelah dilakukan pembersihan data, kita memanfaatkan data dari 143 responden. Data yang dihimpun dianalisis menggunakan metode asosiasi deskriptif korelasi dan visualisasi data menggunakan diagram pencar.
Dari total 143 responden, terdapat 26,1% laki-laki dan 73,9% perempuan. Selanjutnya, penyebaran sampel dilakukan dari setiap fakultas. Fakultas Ekonomika dan Bisnis menyumbang sebesar 19,7% dari seluruh responden, disusul dengan Fakultas Psikologi sebesar 16,9% dan Fakultas Pertanian sebesar 7,7%. Fakultas-fakultas lain yang terdapat di UGM memiliki kontribusi responden dalam kisaran 2-7% dari total seluruh responden yang mengisi kuesioner.
Grafik 1 dan 2: Proporsi Jenis Kelamin dan Asal Fakultas Responden
Dalam mengumpulkan data dari responden, kami menggunakan 2 kuesioner. Pertama, Mental Health Inventory (MHI-38) yang dirumuskan oleh Australian Mental Health Outcomes and Classification Network (AMHOCN). MHI-38 terdiri atas 38 pertanyaan yang membutuhkan jawaban berupa skala angka 1-6, dengan 1 berarti “selalu” dan 6 berarti “tidak pernah”. MHI-38 mengukur 6 subskala yang dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu psychological distress dan psychological wellbeing. Psychological distress mencakup kegelisahan, depresi, dan kehilangan kontrol emosi dan perilaku. Psychological wellbeing mencakup pengaruh positif umum, ikatan emosi, dan kepuasan hidup (AMHOCN, 2016). Kedua, kami menggunakan kuesioner yang mengukur kualitas hidup dari mahasiswa, yaitu Youth Quality of Life-short Form (YQOL-SF) versi 2.0 dari Patrick dan Edwards (2013) yang berasal dari the Seattle Quality of Life Group. YQOL-SF terdiri dari 15 pertanyaan dengan jawaban berupa skala angka 1-10, dengan 1 berarti “sangat tidak setuju” dan 10 berarti “sangat setuju” (Patrick dan Edward, 2013).
Statistik Deskriptif Jumlah Organisasi, Kesehatan Mental, dan Kualitas Hidup
Grafik 3: Persebaran Jumlah Organisasi yang Diikuti Responden
Diagram di atas menunjukkan data persebaran jumlah organisasi atau kepanitiaan yang diikuti oleh responden. Mayoritas responden hanya mengikuti 1 dan 2 organisasi saja yang masing-masing mencakup proporsi 29 dan 25%. Responden dengan organisasi terbanyak (6 organisasi) dan tidak mengikuti organisasi sama sekali memiliki proporsi yang serupa, yakni sebesar 8 dan 9% dari sampel. Selanjutnya, sebanyak 19% responden mengikuti 3 organisasi, 9% responden mengikuti 4 organisasi, dan 1% responden mengikuti 5 organisasi. Jumlah responden yang mengikuti organisasi sebanyak 1 merupakan proporsi terbesar dan mengikuti 5 organisasi mempunyai proporsi paling kecil.
Tabel 1: Statistika Deskriptif Variabel Kualitas Hidup, Tekanan Psikologis, Kesejahteraan Psikologis.
Skor tekanan psikologis mempunyai rata-rata sebesar 104,82, standard error sebesar 2,27, serta standar deviasi dan varians sampel masing-masing pada tingkat 27,08 dan 733,56. Hal ini menyiratkan kondisi tekanan psikologis yang cukup besar pada sampel responden mengingat skor maksimal kuesioner sebesar 140. Ada pula sebaran yang cukup besar dari standar deviasi sebesar 20 poin. Skor Kesejahteraan Psikologis (PsiWB) mempunyai rata-rata sebesar 30,54, standard error sebesar 0,61, serta standar deviasi dan varians sampel masing-masing pada tingkat 7,24 dan 52,38. Serupa dengan konstruk kualitas hidup, tingkat kesejahteraan psikologis pada sampel terobservasi cukup baik dan relatif homogen.
Asosiasi dan Visualisasi Data Jumlah Organisasi, Kesehatan Mental, dan Kualitas Hidup
Untuk melihat bagaimana korelasi antar variabel penelitian, kita dapat menggunakan diagram pencar. Diagram pencar dapat mengetahui kemungkinan korelasi dan keeratan hubungan antara dua variabel yang diwujudkan oleh koefisien determinasi berganda (R²). Nilai R² berkisar dari 0 hingga 1 (0 = tidak signifikan, 1 = signifikan). Untuk mengungkap arah korelasi, kita juga menggunakan garis tren yang ditarik melalui titik-titik pada diagram pencar. Kemiringan garis tersebut menentukan arah korelasi antara dua variabel.
Grafik 4: Diagram Pencar Jumlah Organisasi dan Tekanan Psikologis
Pada diagram pencar di atas, kita akan melihat korelasi antara jumlah organisasi dengan tekanan psikologis. Kita dapat melihat bagaimana garis tren memiliki kemiringan negatif. Artinya, jumlah organisasi yang diikuti mahasiswa berkorelasi negatif dengan tekanan psikologis. Tekanan psikologis yang lebih rendah terlihat pada mahasiswa yang mengikuti lebih banyak organisasi. Meskipun demikian, jumlah organisasi dan tekanan psikologis pada penelitian ini tidak memiliki korelasi yang signifikan. Hal ini dapat terlihat dari nilai R² = 0,0055 yang nilainya lebih dekat dengan 0 dibandingkan dengan 1.
Temuan ini sesuai dengan hasil penelitian Cleofas (2019) yang menunjukkan bahwa seorang mahasiswa yang semakin banyak terlibat dalam organisasi memiliki tingkat depresi yang lebih rendah di Filipina. Selain itu, temuan kami juga mengonfirmasi hasil penelitian dari Wittrup dan Hurd (2019) yang menyatakan adanya asosiasi antara keikutsertaan dalam kegiatan ekstrakurikuler dengan makin rendahnya gejala depresi pada mahasiswa underrepresented di Amerika Serikat. Berbeda dengan temuan kami sebelumnya, dua variabel pada dua studi ini memiliki korelasi yang signifikan.
Grafik 5: Diagram Pencar Jumlah Organisasi dan Kesejahteraan Psikologis
Pada diagram pencar berikutnya, kita akan melihat korelasi antara jumlah organisasi dengan kesejahteraan psikologis. Garis tren yang terbentuk oleh titik-titik pencar memiliki kemiringan positif. Artinya, jumlah organisasi yang diikuti mahasiswa berkorelasi positif dengan kesejahteraan psikologis. Mahasiswa yang mengikuti lebih banyak organisasi akan memiliki kesejahteraan psikologis yang lebih tinggi. Namun, jumlah organisasi dan tekanan psikologis tidak memiliki korelasi yang signifikan. Hal ini dapat terlihat dari nilai R² = 0,009 yang nilainya lebih dekat dengan 0 dibandingkan dengan 1.
Temuan kami serupa dengan Cleofas (2019), bahwa seorang siswa yang semakin banyak melibatkan diri dalam organisasi sekolah memiliki kesejahteraan psikologis yang lebih tinggi. Studi yang dilakukan Lewis, Huebner, Malone, dan Valois (2011) juga pernah menunjukan bagaimana korelasi positif yang terjadi antara kepuasan hidup dengan keterlibatan seorang pelajar, terutama pada keterlibatan yang bersifat kognitif. Selain itu, studi dari Babincak dan Bacova (2008) juga menunjukkan seorang mahasiswa yang lebih sering berinteraksi dengan komunitas dan sesama mahasiswa memiliki kepuasan hidup yang lebih tinggi. Meski demikian, berbeda dengan temuan kami sebelumnya, dua variabel dalam studi-studi tersebut memiliki korelasi yang signifikan.
Grafik 6: Diagram Pencar Jumlah Organisasi dan Kualitas Hidup
Terakhir, pada diagram pencar di atas, kita akan melihat korelasi antara jumlah organisasi dengan kualitas hidup. Jumlah organisasi yang diikuti mahasiswa berkorelasi negatif dengan kualitas hidup dapat dilihat pada gradien yang ditunjukkan oleh -0,0905 pada garis tren y. Kualitas hidup yang lebih rendah terlihat pada mahasiswa yang mengikuti lebih banyak organisasi. Meskipun demikian, jumlah organisasi dan kualitas hidup tidak memiliki korelasi yang signifikan. Saking tidak signifikannya korelasi dua variabel di atas, kemiringan garis tren tidak dapat terlihat secara jelas.
Cleofas (2019) menunjukkan hal yang berbeda pada arah korelasi, bahwa semakin jarang seorang siswa terlibat dalam organisasi sekolah secara memiliki kualitas hidup yang lebih rendah. Meski demikian, kedua variabel itu memiliki korelasi yang tidak signifikan, konsisten dengan penelitian yang kami lakukan. Studi serupa pernah dilakukan oleh Ghaedi, Tavoli, Bakhtiari, Melyani, dan Sahragard (2010) yang menyatakan bahwa seorang pelajar dengan kualitas hidup rendah cenderung memiliki fobia dalam bersosialisasi hingga kecemasan berinteraksi. Studi tersebut berbeda dengan temuan kami sebelumnya dengan terobservasinya korelasi yang signifikan pada variabel keterlibatan sosial dan kualitas hidup.
Berbagai temuan tidak signifikan pada variabel yang diobservasi ini dapat disebabkan oleh kurang sesuainya pemodelan hubungan bersifat linier pada kasus ini. Hubungan sesungguhnya antara jumlah organisasi dan variabel psikologis dapat bersifat nonlinier. Oleh karena itu, analisis yang dilaksanakan pada studi ini belum mendapati hubungan yang signifikan dan logis.
Selain itu, jumlah organisasi sebagai tolak ukur keterlibatan mahasiswa dapat memiliki kelemahan. Jumlah organisasi yang diikuti seorang individu mahasiswa tidak dapat sepenuhnya mencerminkan keterlibatan mahasiswa tersebut. Oleh karena itu, mahasiswa yang hanya mengikut sedikit organisasi dan terlibat penuh dapat diukur memiliki keterlibatan lebih rendah daripada mahasiswa yang mengikuti banyak organisasi, tetapi tidak memiliki keterlibatan besar.
Kesimpulan
Literatur mengenai keterlibatan mahasiswa dan kondisi psikologis menggambarkan korelasi positif dan signifikan antara keduanya. Walaupun begitu, hubungan kausal pada variabel-variabel tersebut masih belum ditemukan pada literatur mengingat banyaknya faktor yang dapat memengaruhi kondisi psikologis. Temuan pada tulisan yang kami susun menyimpulkan hubungan dengan korelasi kecil dan tidak signifikan antara jumlah organisasi dan sejumlah konstruk seperti tekanan psikologis, kesejahteraan psikologis, dan kualitas hidup. Hasil tersebut dapat diatribusikan terhadap ketidaksesuaian model linear sebagai model yang tepat untuk digunakan. Untuk itu, studi-studi di masa depan perlu mempertimbangkan aspek ini dalam meneliti konstruk keterlibatan mahasiswa, terutama pada konteks sosial dan psikologis.
Daftar Pustaka
Australian Mental Health Outcomes and Classification Network (AMHOCN). (2016). Mental Health Inventory (MHI-38). Retrieved from : https://www.amhocn.org/publications/mental-health-inventory
Cleofas, J. V. (2020). Student involvement, mental health and quality of life of college students in a selected university in Manila, Philippines. International Journal of Adolescence and Youth, 25(1), 435-447.
Babincak, P., & Bacova, V. (2008). Life satisfaction, beliefs and relations to oneself and others in university students. Studia Psychologica, 50(1), 79–93.
Ghaedi, G. H., Tavoli, A., Bakhtiari, M., Melyani, M., & Sahragard, M. (2010). Quality of life in college students with and without social Phobia. Social Indicators Research, 97, 247–256.
Lewis, A. D., Huebner, E. S., Malone, P. S., & Valois, R. F. (2011). Life satisfaction and student engagement in adolescents. Journal of Youth and Adolescence, 40(3), 249–262. doi:10.1007/s10964-010-9517-6
Patrick, Donald L. dan Todd. C. Edward. (2013). Youth Quality of Life Instrument-Short Form (YQOL-SF) ver. 2.0. Retrieved from : https://www.midss.org/sites/default/files/yqol-sf_version_2.0-_1-2-13.pdf
Wittrup, A., & Hurd, N. (2019). Extracurricular involvement, homesickness, and depressive symptoms among underrepresented college students. Emerging Adulthood, 216769681984733. doi: 10.1177/2167696819847333.
World Health Organization. (2012). The World Health Organization Quality of Life (WHOQOL)-BREF (No. WHO/HIS/HSI Rev. 2012.02). World Health Organization.