WartaEQ | Mengungkap Fakta Lewat Aksara

Efek Domino PKH: Penanganan atau Kelanggengan Pengangguran

Oleh: Dalila Khansa Ariqoh

Editor: Bill Sean S. & M. Azka Rifa’i

Layouter: Angger Robi M.

Pada tahun 2023, tingkat kemiskinan di Indonesia tercatat sebesar 9,57%, dengan sekitar 26,36 juta orang hidup di bawah garis kemiskinan. Meskipun angka ini menunjukkan penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, Indonesia pernah menghadapi tantangan kemiskinan yang signifikan pada masa lalu. Menurut laporan ILOSTAT, pada tahun 2006 jumlah penduduk miskin meningkat dari 37,17 juta menjadi 39,05 juta, dengan rasio kemiskinan naik dari 24,6% menjadi 30,6%. Tren ini mencerminkan situasi global pada periode yang sama, di mana banyak negara mengalami peningkatan angka kemiskinan akibat berbagai faktor ekonomi dan sosial.

Untuk memahami lebih dalam mengenai kemiskinan di Indonesia, penting juga untuk melihat data garis kemiskinan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Garis kemiskinan di Indonesia pada tahun 2023 ditetapkan berdasarkan pendapatan per kapita per bulan, yang di kota sebesar Rp 550.000 dan di desa sebesar Rp 450.000. Selain itu, pengangguran juga merupakan faktor penting yang berkontribusi terhadap kemiskinan. Tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada tahun 2023 tercatat sebesar 5,4%, dengan sebagian besar pengangguran berada di wilayah perkotaan. Dari aspek geografis, kemiskinan lebih banyak terjadi di daerah pedesaan, terutama di provinsi-provinsi seperti Papua, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku yang memiliki tingkat kemiskinan jauh di atas rata-rata nasional. Faktor-faktor ini menunjukkan bahwa kemiskinan di Indonesia adalah masalah kompleks yang memerlukan pendekatan multidimensi untuk penanggulangannya.

Gambar 1: Data Rasio Penduduk Miskin di Indonesia 2000- 2022 

Sumber: ILOSTAT (Diolah Penulis)

Pemerintah Indonesia mengeluarkan Program Keluarga Harapan (PKH), yang sebenarnya adalah adaptasi dari model Conditional Cash Transfers (CCT) global yang terbukti efektif mengurangi kemiskinan di berbagai negara. PKH bertujuan membantu keluarga miskin dengan memberikan bantuan uang tunai yang dikaitkan dengan syarat tertentu. Melalui program ini, keluarga miskin dapat mengakses layanan dasar seperti kesehatan, pendidikan, nutrisi, dan perlindungan sosial. PKH diharapkan bisa menjadi contoh bagus dalam mengatasi kemiskinan dengan memberi bantuan langsung kepada keluarga miskin dan membantu mereka mendapatkan akses ke layanan penting.

Namun, ada pertanyaan apakah PKH ini justru meningkatkan kemiskinan kultural? Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kebijakan bantuan tunai bersyarat dapat membawa dampak negatif terkait kemiskinan kultural. Misalnya, penelitian oleh Shaefer et al. (2018) menemukan bahwa meskipun bantuan tunai penting untuk memberikan perlindungan terhadap kesulitan ekonomi, ada risiko bahwa bantuan semacam ini dapat membuat penerimanya bergantung pada bantuan tanpa ada dorongan kuat untuk meningkatkan keterampilan atau mencari pekerjaan yang lebih baik. Hal ini dapat memperkuat kemiskinan kultural, di mana masyarakat penerima bantuan menjadi terbiasa dengan situasi kemiskinan dan kurang termotivasi untuk keluar dari siklus tersebut. Dengan demikian, meskipun PKH memberikan manfaat yang signifikan dalam jangka pendek, penting untuk menggabungkannya dengan program peningkatan kapasitas dan pemberdayaan ekonomi untuk memastikan dampak jangka panjang yang lebih positif dan mengurangi risiko kemiskinan kultural.

Distribusi dan Realisasi Bantuan PKH

Distribusi bantuan sosial dalam kerangka Program Keluarga Harapan (PKH) di Indonesia dikendalikan melalui mekanisme yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Sosial Nomor 1 Tahun 2018. Penyaluran dana ini, yang dirancang untuk mengurangi beban ekonomi keluarga kurang mampu, dijadwalkan berlangsung dalam empat fase selama tahun 2023. Fase ketiga dari pencairan dana PKH diantisipasi akan berlangsung antara bulan Juli dan September sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, seperti pada tabel di bawah

Tabel 1: Empat Fase dalam Distribusi PKH

FaseBulan
1Januari-Maret
2April-Juni
3Juli-September
4Oktober-Desember

Sumber: Kementrian Sosial (Diolah Penulis)

Tabel 2: Kategori dan Besaran Bantuan PKH 

KategoriBantuan Per FaseTotal Bantuan Per Tahun
Ibu hamil/nifasRp750.000,00Rp3.000.000,00
Anak usia dini/balitaRp750.000,00Rp2.400.000,00
LansiaRp600.000,00Rp2.400.000,00
Penyandang disabilitasRp600.000,00Rp2.400.000,00
Anak sekolah SDRp225.000,00Rp900.000,00
Anak sekolah SMPRp375.000,00Rp1.500.000,00
Anak sekolah SMARp500.000,00Rp2.000.000,00

Sumber: Kementrian Sosial (Diolah Penulis)

Besaran bantuan yang diberikan kepada setiap kategori penerima disesuaikan dengan kebutuhan mereka yang spesifik. Melalui struktur penyaluran yang terstruktur dan terjadwal ini, PKH berkomitmen untuk menyediakan dukungan finansial yang konsisten bagi keluarga penerima, serta memastikan bahwa bantuan tersebut berkontribusi pada peningkatan berkelanjutan dalam kualitas hidup mereka.

Pada tahun 2014, PKH telah menjangkau 33 provinsi, 336 kabupaten/kota, dan 3.429 kecamatan, dengan total penerima manfaat sebanyak 2,7 juta Keluarga Sangat Miskin (KSM). Pada periode hingga November 2023, Kementerian Sosial Republik Indonesia telah berhasil menyalurkan sebagian besar dana Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)/Sembako dan Program Keluarga Harapan (PKH), dengan realisasi yang mencapai 98%. Khususnya, program BPNT/Sembako telah berhasil menyalurkan 99,23% dari target anggaran Rp45,12 triliun, dengan tingkat transaksi mencapai 98,08%. Sementara itu, PKH mencatat penyaluran sebesar 98,20% dari target anggaran Rp28,70 triliun, dengan transaksi sebesar 97,30%. Realisasi ini memberikan kontribusi signifikan terhadap pencapaian anggaran Kementerian Sosial tahun 2023 yang mencapai 79% dari total anggaran Rp79.419.425.895.000. Berdasarkan proyeksi Menteri Sosial, diharapkan bahwa serapan anggaran akan mencapai 99,10% pada akhir tahun 2023 (Kementrian Sosial, 2023).  

Dalam kurun waktu hampir satu dekade,  Program Keluarga Harapan (PKH) telah menunjukan keberhasilan signifikan dalam penyaluran bantuan dan realisasi anggaran. Data dari tahun 2014 hingga 2023 mencerminkan bahwa pemerintah mampu menyalurkan bantuan dengan efisiensi tinggi, mencapai hampir 99% dari target anggaran yang sudah ditetapkan. Hal ini menandakan bahwa program-program seperti BPNT/Sembako dan PKH tidak hanya mencapai target anggaran, tetapi juga berhasil mendistribusikan bantuan secara luas kepada keluarga miskin di seluruh Indonesia.

Salah satu daerah yang berhasil menyelenggarakan PKH dengan baik adalah Lampung. Disana, penyaluran PKH telah ditargetkan ke daerah-daerah yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Sejak dimulainya implementasi PKH di Lampung pada November 2010, program ini telah mengalami ekspansi yang signifikan. Hingga tahun 2018, pengembangan PKH telah meluas ke 15 Kabupaten/Kota di Lampung, menandakan upaya berkelanjutan pemerintah dalam mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan sosial.

Program PKH telah diterapkan di seluruh Kabupaten di Provinsi Lampung, termasuk di Desa Durian di Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran. Sejak tahun 2014, Desa Durian telah menerima manfaat dari program ini. Dengan populasi penerima manfaat sebanyak 332 orang dari total penduduk Desa Durian yang mencapai 4.067 jiwa, Desa Durian termasuk dalam kategori desa dengan tingkat kemiskinan yang signifikan. Bantuan yang disalurkan kepada peserta PKH di Desa Durian meliputi bantuan sosial PKH sebesar Rp. 1.890.000, bantuan untuk Lanjut Usia sebesar Rp. 2.000.000, dan bantuan untuk Penyandang Disabilitas sebesar Rp. 2.000.000.

Berdasarkan penelitian Ramdhan (2022), dalam pengumpulan datanya diputuskan bahwa 15% dari 332 peserta PKH di Desa Durian, yaitu 50 orang, akan diambil sebagai sampel. Metode ini memastikan sampel yang representatif untuk menggambarkan efek Program Keluarga Harapan (PKH) di desa tersebut. Dalam pelaksanaannya, bantuan PKH di Lampung terbukti mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mengurangi tingkat kemiskinan, yaitu pada tahun 2014 sebesar 14,28% turun menjadi 11,11% di tahun 2023.  Keberhasilan ini juga bisa dilihat dari aksesibilitas penerimanya. Penerima insentif PKH ini memperoleh pendidikan yang lebih baik dan meningkatnya motivasi belajar yang bisa dilihat dari kehadiran siswa di sekolah yang meningkat. Penerima manfaat PKH juga lebih mampu mengakses layanan pendidikan dan kesehatan yang sebelumnya sulit dijangkau. Dengan demikian, PKH memiliki peran penting dalam mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Lampung. Pengentasan kemiskinan yang dilakukan di Lampung melalui PKH memberikan manfaat yang sangat berarti bagi masyarakat. Meskipun demikian, seiring berjalannya program PKH di Lampung belum mampu memutus mata rantai kemiskinan yang ada di masyarakat. Namun, PKH memberikan dampak positif dengan meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat. 

Asumsi dan Bukti keterkaitan PKH dengan Budaya Kemiskinan

Program PKH adalah upaya pemerintah untuk mengatasi kemiskinan, terutama di daerah pedesaan seperti Desa Mronjo. Kondisi kemiskinan ini terlihat dari pendapatan keluarga yang kurang dari US$ 2,15 atau Rp.32.745 per hari, setara dengan 982.350 per bulan (dengan kurs Rp.15.230 per US$) menurut standar garis kemiskinan Bank Dunia. Keluarga miskin seringkali harus berhutang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga perempuan dalam keluarga miskin terpaksa harus berperan aktif dalam memperbaiki situasi ekonomi keluarga.

Perempuan dalam keluarga miskin sering kali menjadi penggerak utama dalam menangani masalah ekonomi keluarga. Namun, sejumlah penelitian seperti yang dilakukan oleh Palikhah (2016) dalam “Konsep Kemiskinan Kultural” dan Hudayana & Nurhadi (2020) dalam “Memaknai Realitas Kemiskinan Kultural di Pedesaan: Sebuah Pendekatan Partisipatoris” menunjukkan bahwa program bantuan sosial seperti PKH dapat memunculkan ketergantungan pada bantuan tersebut, seperti yang terjadi di Desa Sidorejo. Meskipun penerima manfaat PKH di Desa Mronjo menerima bantuan tersebut dengan senang hati, namun mereka masih tetap terjebak dalam kemiskinan meskipun telah menerima bantuan tersebut selama bertahun-tahun.

Hal ini menunjukkan bahwa program bantuan sosial seperti PKH dapat berpotensi menciptakan ketergantungan, yang dapat menghambat upaya mencapai kemandirian ekonomi. Dalam konteks Desa Mronjo, meskipun sudah menerima bantuan PKH, keluarga miskin masih mengalami kesulitan dalam mencapai kesejahteraan ekonomi yang berkelanjutan.

Keterkaitan penerima bantuan sosial PKH dengan bantuan tersebut juga ditemukan dalam penelitian sebelumnya di berbagai daerah. Dalam penelitian berjudul “Perempuan Dan Budaya Kemiskinan Penerima Program Keluarga Harapan” karya Sari dkk(2024),  hubungan tersebut terjadi pada perempuan yang menjadi wakil keluarga untuk menerima bantuan PKH di Desa Mronjo. Mereka mempertahankan bantuan sosial PKH dengan melakukan protes dan mencari tahu alasan keterlambatan cairnya bantuan tersebut sebagai cara untuk memastikan kelangsungan hidup mereka. Ini merupakan bentuk adaptasi yang rasional dalam mengatasi permasalahan kemiskinan.

Perilaku ketergantungan dan keengganan untuk bekerja karena mengandalkan bantuan PKH menjadi salah satu penyebab utama kondisi kemiskinan yang mereka alami. Mereka melestarikan perilaku ketergantungan terhadap bantuan PKH sebagai cara instan untuk memperoleh keuntungan ekonomi, yang akhirnya menjadi bagian dari budaya kemiskinan.

Ketergantungan penerima bantuan sosial PKH pada bantuan tersebut juga ditemukan dalam penelitian sebelumnya di berbagai daerah. Penelitian ini dapat mengetahui ketergantungan tersebut terjadi pada perempuan yang menjadi wakil keluarga untuk menerima bantuan PKH di Desa Mronjo. Mereka juga merupakan pendukung utama perekonomian keluarga, namun pendapatan tambahan yang diperoleh belum cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga, sehingga mereka tetap bergantung pada dana bantuan PKH untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Teori apa yang Berhubungan dengan Kasus Ini?

Teori Budaya Kemiskinan yang dijelaskan oleh Oscar Lewis menyatakan bahwa pola budaya tertentu dapat mempertahankan kemiskinan dan menghambat mobilitas sosial. Dalam konteks program bantuan sosial di Indonesia, salah satu bentuk budaya ini adalah ketergantungan pada Program Keluarga Harapan (PKH). Penelitian tentang perempuan dan budaya kemiskinan penerima Program Keluarga Harapan yang dilakukan oleh Sari (2024) mengkaji bagaimana ketergantungan ini tercermin dalam perilaku penerima PKH di Desa Monjo.

Budaya ketergantungan pada bantuan sosial, terutama dari PKH, sangat kentara di kalangan keluarga miskin penerima bantuan tersebut. Mereka sering menunjukkan perilaku yang mencerminkan ketergantungan ini, seperti berharap agar bantuan selalu diterima tepat waktu dan berharap bisa terus menerima bantuan tersebut secara teratur. Rasa kecewa muncul jika bantuan terlambat atau tidak dicairkan, bahkan melampiaskan protes dan kemarahan kepada pengelola PKH. Selain itu, kebiasaan berhutang menjadi cara yang sering dilakukan oleh penerima PKH untuk mengatasi kebutuhan sehari-hari. Mereka sering kali mencari jalan pintas dengan meminjam uang baik dari bank maupun dari orang-orang di sekitar mereka, dan uang bantuan PKH sering digunakan untuk membayar hutang tersebut. Kebanyakan dari mereka tidak memiliki penghasilan yang tetap, terutama para lansia, sehingga terpaksa mengandalkan bantuan sosial untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Kebiasaan membuat anak membantu orang tua juga sangat kentara di keluarga miskin penerima PKH. Perempuan dalam keluarga miskin harus bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan keluarga, sehingga sering kali urusan rumah tangga tidak terlaksana dengan baik. Anak-anak dalam keluarga miskin juga diminta untuk membantu pekerjaan rumah tangga dan bahkan berkontribusi pada ekonomi keluarga dengan menyisihkan sebagian gaji mereka untuk kebutuhan keluarga.

Kebiasaan perempuan menjadi penopang utama perekonomian keluarga adalah hal yang umum di keluarga miskin. Dalam keluarga miskin, perempuan harus menjalani banyak peran sekaligus sebagai istri, ibu, dan tenaga kerja. Mereka terlibat aktif dalam pekerjaan rumah tangga dan juga harus turut berperan dalam meningkatkan perekonomian keluarga dengan bekerja di luar rumah. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga stabilitas ekonomi keluarga, terutama dalam menghadapi keterbatasan sumber daya finansial yang dimiliki oleh keluarga miskin (Sari, 2024).

PKH selain memberikan bantuan yang sangat dibutuhkan bagi keluarga yang kurang mampu, fenomena ketergantungan terhadap bantuan ini juga mulai mencuat. Para penerima PKH sering kali mengandalkan bantuan tersebut secara berkelanjutan, dan keterlambatan atau ketidakpastian dalam pencairannya dapat menimbulkan ketidakpuasan dan ketegangan. Lebih dari itu, budaya kemiskinan tercermin dalam rendahnya harga diri di antara penerima bantuan, dengan kecenderungan untuk berhutang sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang tak terpenuhi. Selain itu, peran anak-anak dalam mencari nafkah dan peran istri sebagai pendukung utama ekonomi keluarga juga mempengaruhi pola pikir dan perilaku penerima PKH. Banyak di antara mereka yang menerima kondisi kemiskinan sebagai takdir dan mengharapkan bahwa bantuan PKH akan menjadi jalan keluar dari lingkaran kemiskinan yang terus berputar. Namun, untuk mengatasi ketergantungan ini, pendekatan yang holistik diperlukan. Ini mencakup upaya edukasi, pelatihan, dan pemberdayaan ekonomi yang dapat membantu mengubah paradigma dan memajukan kesejahteraan keluarga penerima PKH. 

Teori asuransi pengangguran memiliki relevansi dalam konteks pencapaian keseimbangan antara penyelenggaraan bantuan dan pendorong kemandirian ekonomi. Konsep ini, yang diprakarsai oleh Mankiw, menyoroti peran sistem asuransi pengangguran dalam memberikan perlindungan finansial bagi individu yang kehilangan pekerjaan. Namun, teori ini juga menekankan bahwa ukuran dan ketentuan sistem tersebut dapat mempengaruhi insentif individu untuk mencari pekerjaan baru. Jika sistem asuransi pengangguran terlalu luas, mungkin akan mengurangi motivasi pencari kerja karena perasaan keamanan finansial yang lebih besar. Sebaliknya, jika sistem tersebut terlalu terbatas atau tidak memadai, individu mungkin akan terdorong untuk menerima pekerjaan dengan upah rendah atau kondisi kerja yang tidak sesuai, karena ketakutan akan kehilangan sumber pendapatan. Dalam konteks program bantuan sosial seperti PKH, penting untuk mempertimbangkan desain dan implementasi program tersebut agar tidak mengurangi motivasi dan semangat penerima manfaat untuk mencari kesempatan kerja yang lebih baik. Pendekatan yang holistik dan berkelanjutan diperlukan untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan memperkuat kemandirian ekonomi keluarga penerima bantuan. Kluve, J., et al. (2019) dalam “Do Youth Employment Programs Improve Labor Market Outcomes? A Systematic Review” meninjau berbagai program untuk meningkatkan hasil pasar tenaga kerja bagi kaum muda, termasuk program bantuan sosial. Temuan mereka menunjukkan bahwa program yang menggabungkan pelatihan keterampilan dengan insentif kerja cenderung lebih efektif dalam meningkatkan kemandirian ekonomi dibandingkan dengan program yang hanya memberikan bantuan finansial. Dalam konteks program bantuan sosial seperti PKH, penting untuk mempertimbangkan desain dan implementasi program tersebut agar tidak mengurangi motivasi dan semangat penerima manfaat untuk mencari kesempatan kerja yang lebih baik. Pendekatan yang holistik dan berkelanjutan, yang mencakup pelatihan keterampilan, dukungan pencarian kerja, dan insentif untuk bekerja, diperlukan untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan memperkuat kemandirian ekonomi keluarga penerima bantuan.

Kesimpulan

Program Keluarga Harapan (PKH) telah terbukti memiliki dampak positif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi tingkat kemiskinan. Korelasi antara kemiskinan dan pengangguran memiliki keterkaitan yang kuat dan menunjukkan tren yang bersamaan karena memiliki nilai korelasi 0,803. Selain itu, secara aspek sosial dan psikologis, keberadaan PKH sebagai program bantuan sosial terbukti dapat memunculkan paradigma yang cenderung tergantung pada bantuan tersebut. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan lembaga terkait untuk melakukan pemantauan yang teliti terhadap pelaksanaan PKH dan memastikan bahwa program ini tidak hanya berfokus pada penanggulangan kemiskinan semata, tetapi juga memperhatikan dampaknya terhadap partisipasi dalam angkatan kerja.

Dalam konteks implementasi PKH, evaluasi yang berkelanjutan diperlukan guna memahami efeknya terhadap tingkat pengangguran. Selain itu, perlu diambil langkah-langkah yang berkelanjutan untuk mengurangi tingkat pengangguran dan merangsang partisipasi aktif dalam dunia kerja. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk memastikan bahwa PKH tidak hanya berhasil mengurangi angka kemiskinan, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Dengan demikian, langkah-langkah ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang lebih efektif dalam meningkatkan kesejahteraan sosial serta mengurangi kesenjangan ekonomi di masyarakat.

Referensi

Gloriabarus. (2021, November 22). Pakar UGM: Mentalitas Miskin Buat Bansos Sering Salah Sasaran – Universitas Gadjah Mada. Https://Ugm.ac.id. https://ugm.ac.id/id/berita/21990-pakar-ugm-mentalitas-miskin-buat-bansos-sering-salah-sasaran/

ILOSTAT. (2023). World Bank Open Data. World Bank Open Data. https://data.worldbank.org/indicator/SL.UEM.TOTL.ZS?contextual=region&locations=ID&start=2000

Indonesia, B. P. S. (2023, July 17). Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2023. www.bps.go.id. https://www.bps.go.id/id/pressrelease/2023/07/17/2016/profil-kemiskinan-di-indonesia-maret-2023.html

Kementrian Keuangan. (2015). Kajian Program Keluarga Harapan. Https://Anggaran.kemenkeu.go.id/. https://anggaran.kemenkeu.go.id/api/Medias/cf871a82-6692-4206-93a0-9f88a66c5756

Kementrian Sosial. (2019, August 9). Program Keluarga Harapan (PKH) | Kementerian Sosial Republik Indonesia. Kemensos.go.id. https://kemensos.go.id/program-keluarga-harapan-pkh

Kementrian Sosial. (2023, November 7). Penyaluran Bantuan Sembako dan PKH Kemensos Capai 98%. Kemensos.go.id; Kementrian Sosial. https://kemensos.go.id/penyaluran-bantuan-sembako-dan-pkh-kemensos-capai-98

Kluve, J., Puerto, S., Robalino, D., Romero, J. M., Rother, F., Stöterau, J., Weidenkaff, F., & Witte, M. (2019). Do youth employment programs improve labor market outcomes? A quantitative review. World Development, 114, 237–253. https://doi.org/10.1016/j.worlddev.2018.10.004

Ramadhan, R. A. (2022). DAMPAK PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) TERHADAP PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT MENURUT PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM. Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung. http://repository.radenintan.ac.id/23247/1/PERPUSA%20PUSAT%20BAB%201%20DAN%205.pdf

Sari, R., & Solikah, M. (2024). Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi Perempuan dan budaya kemiskinan penerima Program Keluarga Harapan. Perempuan Dan Budaya Kemiskinan Penerima Program Keluarga Harapan , 13(1), 71–84. https://doi.org/10.21831/dimensia.v13i1.64425

Solverwp- WordPress Theme and Plugin