WartaEQ | Mengungkap Fakta Lewat Aksara

COD: Cekcok on Delivery?

Penulis: Brina Okta Sahara, Ekya Putri, Philip Jakobus S., Yulia Dwi Kustari/EQ
Ilustrasi Oleh: Rega Sandinata

Dari sekian banyaknya jenis transaksi yang dapat dilakukan, Cash on Delivery (COD) menjadi metode yang paling populer di Indonesia. Fakta ini didukung oleh data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang melaporkan bahwa peminat COD di Indonesia mencapai 73 persen pada Desember 2020. COD merupakan suatu sistem atau cara bayar yang dilakukan secara langsung di tempat setelah pesanan diterima oleh pembeli. Menurut salah satu platform pemberi cashback, Shopback, COD menjadi metode transaksi yang menempati urutan kedua paling banyak digunakan setelah digital wallets. Di sisi lain, besarnya market untuk COD mampu menimbulkan dilema bagi berbagai pihak karena sering menimbulkan permasalahan, baik dari sisi pembeli, penjual, hingga kurir. 

Implikasi Sistem COD

COD yang dinilai lebih efektif oleh beberapa orang ternyata seringkali menyebabkan insiden. Melalui tekno.kompas.com, Ignatius Untung, seorang pengamat e-commerce menyampaikan bahwa sistem COD memiliki risiko yang lebih tinggi bagi platform e-commerce jika dibanding transaksi lainnya. Hal ini karena pembeli dapat membatalkan pesanan mereka padahal pihak penjual telah mengeluarkan ongkos logistik. Dilansir dari techinasia.com, COD menimbulkan risiko tinggi untuk kurir karena seringkali menimbulkan perselisihan dengan konsumen. Berbagai kasus yang sering terjadi yaitu pelanggan yang menolak produk, melakukan pengembalian produk, hingga menolak melakukan pembayaran karena produk yang dikirimkan penjual tidak sesuai.  Hal ini kerap menimbulkan perselisihan yang melibatkan kekerasan, baik secara fisik maupun verbal. Sebagai contoh, terdapat salah satu insiden yang terjadi di Bogor di mana seorang pria menodongkan senjata airsoft gun pada kurir sebab menerima pesanan yang diduga tidak sesuai (detikNews, 2021). Selain itu, terdapat kasus lain di mana pembeli memaki-maki, menumpahkan kekesalannya pada kurir, dan menolak membayar pesanannya karena merasa tidak puas dengan barang yang dipesan.  

Dilema ini belum kunjung selesai mengingat terdapat berbagai konsekuensi bagi platform maupun penjual jika ingin menghapus COD. Konsekuensi yang mungkin dihadapi antara lain kesulitan menarik pengguna baru dari daerah atau kota kecil jika hanya mengandalkan digital wallets, tidak dapat menjangkau pasar yang lebih luas, dan terancam kehilangan market potensialnya. Selain itu, COD dinilai menguntungkan bagi bisnis logistik yang menjadi pihak ketiga. Menurut ketua Asosiasi Kurir Ekspres Indonesia (Asperindo), COD mengambil bagian sebesar 30 hingga 40 persen dari total pengiriman.

Dasar Hukum Sistem COD

Sebelumnya, terdapat peraturan yang mengatur tentang COD. UU Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen misalnya, yang mengatur mengenai hak dan kewajiban pembeli maupun penjual. Berdasarkan pasal tersebut, penjual yang menyediakan fitur COD wajib memenuhi kewajibannya dengan menjual produk sesuai deskripsi dan menampilkan harga sesuai apa yang akan dibayarkan pembeli. Apabila terdapat ketidaksesuaian pesanan, penjual wajib memberikan kompensasi terhadap kerugian konsumen. Sementara itu, pembatalan sepihak dibahas dalam UU Perlindungan Konsumen yang juga mewajibkan penjual untuk beritikad baik dalam bertransaksi. Sementara itu, terdapat UU ITE yang menyarankan tiga cara apabila terjadi pelanggaran hak dan kewajiban pada saat COD, yaitu negosiasi atau mediasi, penyelesaian dengan badan penyelesaian, dan melalui pengadilan. 

Alasan Penerapan Sistem COD

Berdasarkan Statistik E-Commerce 2020 oleh Badan Pusat Statistik (BPS), dari 17 ribu e-commerce di Indonesia yang didata, 73 persen diantaranya mengaktifkan fitur COD untuk transaksi di toko mereka. Sistem COD ini dianggap menarik minat pembeli karena kemudahannya. Sejalan dengan hal tersebut, survey Jakpat pada 2021 lalu menunjukkan bahwa 52 persen pembeli memilih menggunakan metode pembayaran COD, dengan alasan mayoritas (73 persen) menggunakan sistem COD untuk memastikan kesesuaian barang dengan apa yang dideskripsikan penjual. Terdapat 60 persen pembeli menganggap metode COD lebih sederhana. Sekitar 30 persen memilih COD karena malas pergi ke ATM, 14 persen mengatakan karena mereka tidak memiliki perbankan, 13 persen karena tidak memiliki e-wallet, dan 2 persen karena punya alasan lain yang tidak disebutkan.

Kelebihan dan Kekurangan Sistem COD

Dari sisi konsumen, terdapat beberapa keuntungan yang didapatkan, yaitu dari segi keamanan, privasi, dan kemudahan dalam pembayaran (Halaweh, 2018). Sistem COD tidak mengharuskan masyarakat memiliki akun perbankan untuk membayar transaksi karena dapat menggunakan uang tunai. Sementara itu, kekurangannya terletak pada pembelian produk-produk digital seperti e-money, voucher isi ulang pulsa, dan tiket bioskop yang biasanya mensyaratkan pembayaran cashless. Konsumen yang ingin membeli produk dengan jenis ini terpaksa menggunakan metode pembayaran lain, misalnya transfer bank atau membayar di gerai mitra e-commerce.

Penjual juga mendapatkan keuntungan dan kerugian dari sistem COD. Sistem COD berpeluang meningkatkan transaksi konsumen yang memiliki keterbatasan akses terhadap perbankan atau belum memiliki layanan bank digital. Penjual yang mengakomodasi opsi COD dalam toko e-commerce-nya biasanya memiliki competitive advantage dibandingkan penjual lain yang tidak mengakomodasi sistem ini. Selain itu, sistem ini juga menguntungkan penjual karena tidak memerlukan biaya pemrosesan kartu kredit ke pihak ketiga apabila konsumen menggunakan sistem pembayaran kredit (Halaweh, 2018). 

Namun, dibalik segelintir manfaatnya, sistem ini juga memiliki kelemahan bagi penjual, salah satunya adalah potensi terjadinya pembatalan transaksi saat barang tiba di konsumen. Konsumen seringkali melakukan pembatalan saat membeli produk atau melakukan pembayaran jika tidak diberikan izin untuk memeriksa kesesuaian produk. Hal ini menjadi dilema bagi penjual dalam pengakomodasian sistem COD di toko e-commerce-nya.

Sistem COD Tidak Dapat Dihilangkan

Meskipun banyak menimbulkan berbagai permasalahan, sistem COD tidak bisa dengan mudah dihilangkan begitu saja. Frekuensi penggunaan COD di Indonesia yang sangat besar dalam transaksi digital berkorelasi positif dengan tingginya jumlah masyarakat yang belum terakses layanan keuangan. Berdasarkan laporan Bank Dunia “Beyond Unicorns: Harnessing in Indonesia 2021’’, sebesar 58 persen masyarakat yang melakukan transaksi secara daring akan tetap menggunakan COD sebagai metode pembayaran. Oleh karena itu, edukasi mengenai COD harus lebih digencarkan, mulai dari pihak e-commerce hingga pembeli agar masyarakat paham akan bagaimana konsep COD sebenarnya. Selain dari sisi masyarakat sebagai pembeli, sosialisasi kepada penjual juga perlu dilakukan supaya penjual benar-benar memberikan barang yang sesuai dengan apa yang dipesan pembeli. 

Penghapusan sistem ini juga akan memberikan kesan bahwa e-commerce bersifat sangat eksklusif hanya untuk masyarakat perkotaan. Hal ini karena inklusi keuangan di Indonesia relatif belum merata. Akses keuangan di wilayah perkotaan sudah mencapai 84 persen sementara di wilayah pedesaan hanya bernilai 69 persen (Nurhidayat, 2021). Dengan demikian, sistem ini harus dipertahankan agar e-commerce menjadi inklusif dan mampu dijangkau oleh seluruh masyarakat di berbagai daerah.

Simpulan

Sistem COD menjadi salah satu metode pembayaran paling favorit bagi kebanyakan masyarakat dalam melakukan transaksi melalui platform digital. Terdapat berbagai alasan mengapa masyarakat tertarik melakukan sistem pembayaran tunai ini, salah satu yang paling umum adalah karena masyarakat ingin memastikan bahwa barang yang dibelinya sesuai dengan apa yang dideskripsikan penjual. Namun, dibalik kepopulerannya sebagai metode pembayaran, sistem COD banyak menimbulkan berbagai permasalahan, seperti perselisihan antara kurir dengan konsumen. Hal ini dapat dipicu oleh beberapa faktor, mulai dari ketidaksesuaian barang hingga ketidakmauan konsumen membayar barang yang telah dipesan. Kurir yang hanya menjalankan tugasnya dapat terkena imbas dari adanya permasalahan sistem COD ini. Padahal kesalahan yang terjadi bukan disebabkan oleh kurir. Oleh karena itu, diperlukan edukasi dan sosialisasi mengenai konsep COD kepada masyarakat dan kepada para penjual di e-commerce yang menyediakan metode pembayaran COD. Edukasi dan sosialisasi ini bukan hanya sekedar menjelaskan konsep alur metode pembayaran COD, tetapi juga harus menjelaskan mengenai hukum dasar, kelebihan, dan kelemahannya sehingga mereka bisa menerima risiko ketika menggunakan sistem COD. 

Referensi:

Azanella, L. A. (2021, May 23). Kasus Kurir COD Dimaki Konsumen, Apa yang Harus Diperbaiki? Halaman all. Kompas.com. Retrieved September 5, 2022, from https://www.kompas.com/tren/read/2021/05/23/141200165/kasus-kurir-cod-dimaki-konsumen-apa-yang-harus-diperbaiki-?page=all 

Fransisca, L. (2021). Sering Bermasalah, Ini Alasan Metode Pembayaran COD di Indonesia Sulit Dihapus. Retrieved September 5, 2022, from https://www.google.com/url?q=https://www.goodnewsfromindonesia.id/2021/09/24/sering-bermasalah-ini-alasan-cod-sulit-dihapus&sa=D&source=docs&ust=1662215924047701&usg=AOvVaw308GNOQ10C1rI6AinxAM2G 

Halaweh,M. (2018). Cash on delivery (COD) as an alternative payment method for e-commerce transactions: Analysis and implications. International Journal of Sociotechnology and Knowledge Development (IJSKD), 10(4), 1-12.

Jakpat. (2021, July 27). Indonesia Ecommerce Trend 1st Semester of 2021 – JAKPAT Survey Report. JAKPAT. Retrieved September 17, 2022, from https://blog.jakpat.net/indonesia-ecommerce-trend-1st-semester-of-2021-jakpat-survey-report/

Kirana, I., & Rahmi, A.  (2022.). Sistem Belanja Cash On Delivery (COD) Dalam Perspektif Hukum Perlindungan Konsumen dan Transaksi Elektronik | Jurnal Surya Kencana Satu : Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan. Online Journal Systems UNPAM. Retrieved September 5, 2022, from http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/sks/article/view/20217/10272

Nurhidayat, D. (2021). OJK Sebut Inklusi Keuangan Nasional Belum Merata. https://mediaindonesia.com/ekonomi/444110/ojk-sebut-inklusi-keuangan-nasional-belum-merata

Pertiwi, W. K. (2021, June 7). Banyak Menuai Masalah, Seberapa Siap Masyarakat dengan Sistem COD? Kompas Tekno. Retrieved September 5, 2022, from https://tekno.kompas.com/read/2021/06/07/15030077/banyak-menuai-masalah-seberapa-siap-masyarakat-dengan-sistem-cod-?page=all 

Sholihin, M. (2021, May 3). Pria Todong Kurir di Bogor Gunakan Senjata Airsoft Gun. detikNews. Retrieved September 5, 2022, from https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-5555486/pria-todong-kurir-di-bogor-gunakan-senjata-airsoft-gun 

Sutrisno, G. B. (2021, June 23). For Indonesia’s couriers, cash on delivery is a headache. Tech in Asia. Retrieved September 5, 2022, from https://www.techinasia.com/indonesias-couriers-cash-delivery-headache

Solverwp- WordPress Theme and Plugin