WartaEQ | Mengungkap Fakta Lewat Aksara

Fenomena Golput dan Calon Tunggal pada Politik FEB Raya

Oleh: Hayfaza Nayottama/EQ
Foto Oleh: Rega Sandinata/EQ

Golongan putih (golput) adalah tindak politik untuk tidak memilih satu pun calon pemimpin dalam sebuah pemilihan umum. Fenomena ini merupakan salah satu tanda apatisnya masyarakat dan menjadi momok dalam pesta demokrasi. Ipso facto, terjadilah ironi ketika mahasiswa yang digadang-gadang menjadi agent of change justru menjadi pelaku golput. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) tak terkecuali juga ikut menjadi ladang terjadinya golput. 

Pelaksanaan Pemilwa FEB UGM diatur pada Undang-Undang Keluarga Mahasiswa (UU KM) FEB UGM Tahun 2022 tentang Pemilihan Umum Mahasiswa (Pemilwa) Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), dan Ketua Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) Pasal 3. Berdasarkan pasal tersebut, Pemilwa FEB UGM diselenggarakan untuk memilih Ketua BEM, Ketua HMJ, dan Ketua BPM. Sementara itu, aturan mengenai penyelenggaraan dan pelaksanaan Pemilwa FEB tertera dalam Pasal 7 ayat (1). Pasal tersebut menjelaskan bahwa Pemilwa FEB diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM) FEB.

Pada tahun 2022, rangkaian Pemilwa FEB kembali diselenggarakan secara luring. Namun, tren calon tunggal nampaknya masih berlanjut dengan Sultan Rayhan – Aulia Akbar selaku calon tunggal Ketua BEM, Bassilio Timothy – Gerald Evan selaku calon tunggal Ketua dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIMIESPA), Lucky Andry – Nicolas Hario – Ghina Tsabitah selaku calon tunggal Chairs Ikatan Keluarga Mahasiswa Manajemen (IKAMMA), dan Shahnaz Nur Alifa – Jasmine Illiya – Dio Kriswara selaku calon tunggal Chairs Ikatan Mahasiswa Akuntansi Gadjah Mada (IMAGAMA). Justru BPM yang selama tiga tahun terakhir mengajukan calon tunggal, kali ini menjagokan dua calon, yaitu Helmi Ihsan dan Arfhan Firdaus.

Berkaca pada Pemilwa tahun lalu, partisipasi mahasiswa FEB UGM dinilai minim. Dilansir dari data Pemilwa FEB 2021 oleh KPUM FEB UGM, BEM mengumpulkan 505 suara, BPM mengumpulkan 484 suara, HIMIESPA mengumpulkan 122 suara, IKAMMA mengumpulkan 152 suara, dan IMAGAMA mengumpulkan 265 suara. Jumlah ini menunjukkan masih kurangnya partisipasi pemilih jika dibandingkan dengan jumlah mahasiswa aktif FEB. Mengambil contoh dari angkatan mahasiswa FEB 2021, satu angkatan saja terdapat 480 mahasiswa dengan 186 mahasiswa dari Jurusan Manajemen, 205 mahasiswa dari Jurusan Akuntansi, dan 121 mahasiswa dari Jurusan Ilmu Ekonomi.

Berdasarkan wawancara dengan 5 mahasiswa FEB UGM yang tidak mau disebutkan namanya, terkumpul beberapa alasan mahasiswa memilih golput, di antaranya: tidak mengenal kandidat, kurangnya reminder, merasa BEM, HMJ, dan BPM kurang berdampak, serta merasa kurangnya signifikansi vote dalam kasus calon tunggal. Kebanyakan narasumber percaya bahwa baik memilih maupun tidak, calon tunggal pasti akan memenangkan Pemilwa dan menjadi suksesor BEM, BPM, ataupun HMJ. Salah satu narasumber bahkan mengungkapkan kesimpulan, “Mengapa harus memilih kalau pilihannya satu dan pasti menang, jadi ya there’s no need for choosing.”

Menanggapi fenomena ini, Johannes Bremamana (kerap disapa Joe Brema), Ketua Komisi IV Majelis Perwakilan Mahasiswa (MPM) KM UGM sekaligus mahasiswa Ilmu Ekonomi 2019 yang aktif dalam politik kampus, mengungkapkan ada sebab eksternal dan internal yang ditengarai menjadi musabab fenomena golput. Sebab eksternal meliputi pengaruh program kerja organisasi yang dirasa masih kurang berdampak terhadap kegiatan mahasiswa dan ketersampaian informasi Pemilwa yang belum merata. Sementara sebab internal lebih berasal dari kesadaran diri mahasiswa masing-masing.

Sebagai solusi, Brema mengusulkan pengumuman rangkaian Pemilwa tidak hanya ditayangkan, tetapi juga perlu dipastikan telah diterima oleh seluruh warga FEB raya. Selain itu, KPUM dan HMJ/Lembaga Kemahasiswaan (LK) perlu menyosialisasikan manfaat menjadi ketua HMJ/LK demi mendorong lebih dari satu calon dalam kontestasi ini. Misalnya, sosialisasi mengenai signifikansi jabatan ketua dalam curriculum vitae dan pengembangan karir. Joe Brema juga mengusulkan sebuah solusi ekstrem untuk meningkatkan partisipasi agent of change, terkhusus dalam lingkup politik FEB. Solusi ekstrem yang Joe Brema usulkan adalah dengan mewajibkan biro dan divisi untuk menjagokan minimal satu staf sebagai kandidat. Pada prosesnya, solusi ini tentu akan mengandung unsur pemaksaan. Akan tetapi, Brema percaya bahwa solusi ini dapat menjadi solusi pamungkas atas minimnya calon ketua BEM, BPM, dan HMJ.

Perjalanan politik FEB UGM diliputi awan tanda tanya. Kurangnya keberminatan anggota BEM, BPM, dan HMJ untuk menjadi pemimpin ditakutkan warga FEB akan menyusut menuju tidak ada calon sama sekali. Merujuk pada UU KM FEB UGM tentang Pemilwa Pasal 5 ayat (6), penindaklanjutan ketiadaan calon adalah pengulangan proses Pemilwa sesuai yang disebutkan pada Pasal 4 ayat (2). Tentunya, penindakan ini akan berlangsung dengan kompleks, repetitif, dan merugikan stabilitas politik di FEB UGM. Konsekuensinya, vakum kepengurusan akan terjadi dan produktivitas BEM, BPM, atau HMJ kemungkinan akan membeku selama periode Pemilwa ulang. Untuk mencegah terjadinya perkara politik tersebut, sinergisitas antara KPUM FEB selaku penyelenggara Pemilwa dengan BEM, BPM, dan HMJ dalam fungsi pengaderan menjadi kunci ekosistem politik FEB UGM yang partisipatif dan berkelanjutan.

Solverwp- WordPress Theme and Plugin