Penulis: Frida Lucyana Wahyuningsih
Editor: Virginia Monica
Tak hanya kesehatan fisik, kesehatan mental juga menjadi bagian penting yang tidak boleh diabaikan. Di era modern ini, isu kesehatan mental seperti stres, depresi, hingga kasus bunuh diri semakin sering terdengar, membawa kesadaran baru bagi masyarakat akan pentingnya kesejahteraan jiwa. Cepatnya arus informasi yang disebarkan melalui media turut meningkatkan kesadaran masyarakat akan isu ini.
Kesadaran akan pentingnya kesehatan mental mulai berkembang di berbagai institusi. Universitas Gadjah Mada (UGM) menjadi salah satu kampus yang menunjukkan komitmen nyata dalam menangani isu ini. Berbagai langkah konkret digalakkan untuk menciptakan lingkungan akademik yang sehat dan mendukung.
Kesehatan Mental di Lingkungan Akademik: Sebuah Tantangan Besar
Masa remaja, khususnya usia 16–24 tahun, sering disebut sebagai fase transisi yang penuh tantangan (Kaligis, 2021). Pada rentang usia ini, individu tidak hanya belajar menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan, tetapi juga menghadapi tekanan untuk memenuhi ekspektasi sosial, akademik, dan pribadi. Di tengah proses ini, banyak remaja yang tergelincir dalam kondisi mental yang tidak sehat.
Sebuah riset oleh Divisi Psikiatri Anak dan Remaja Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia mengungkapkan data yang mengejutkan. Sebanyak 95,4% remaja mengalami gangguan kecemasan dan 88% diantaranya menunjukkan gejala depresi. Angka ini menggambarkan realitas yang tidak bisa diabaikan, kesehatan mental remaja berada dalam kondisi yang sangat mengkhawatirkan.
Ini berarti hampir seluruh remaja di Indonesia sedang menghadapi gangguan mental yang serius. Kesulitan mengatur waktu, kesepian, dan tantangan sosial semakin memperburuk situasi. Tuntutan pendidikan atau karier juga semakin besar, memaksa remaja untuk lebih disiplin, bertanggung jawab, dan mampu mengelola waktu dengan baik. Selain itu, remaja juga harus beradaptasi dengan lingkungan pertemanan yang semakin luas dan memahami perbedaan budaya yang ada. Sederet tantangan ini dapat menyebabkan tekanan psikologis dan stres bagi remaja.
Kondisi ini menunjukkan sebuah sinyal bahaya yang harus segera ditangani. Gangguan kesehatan mental tidak hanya berdampak pada kesejahteraan individu tetapi juga pada masa depan generasi muda Indonesia.
Dalam situasi ini, membiarkan gangguan mental tanpa penanganan bukan hanya kelalaian, melainkan juga sebuah kegagalan kolektif. Di tengah gelombang masalah ini, lingkungan pendidikan seperti universitas memiliki peran strategis untuk memberikan dukungan nyata kepada para remaja yang sedang berjuang dengan kesehatan mental mereka.
Langkah Transformatif UGM Wujudkan Kampus Ramah Kesehatan Mental
Universitas Gadjah Mada menjadi salah satu institusi pendidikan yang mengambil langkah konkret untuk mengatasi tantangan ini. Rektor UGM dalam Workshop Mental Health Seri 1 menekankan bahwa kampus harus proaktif menangani masalah kesehatan mental mahasiswa. Salah satu inisiatif utama adalah pembentukan Health Promoting University (HPU), sebuah program yang mengintegrasikan promosi kesehatan di lingkungan akademik, termasuk layanan kesehatan mental. Sebagai bagian dari upaya ini, UGM juga mendirikan Unit Layanan Kesehatan Mental (ULKM), yang menjadi pusat konsultasi psikologis bagi mahasiswa dan civitas akademika.
Kesadaran akan pentingnya kesehatan mental turut diwujudkan UGM melalui pendirian unit layanan psikologis yang tersebar di berbagai fakultas. Unit-unit ini hadir untuk mendukung mahasiswa dalam menghadapi tantangan akademik maupun pribadi, sekaligus mendorong terciptanya lingkungan akademik yang inklusif dan sehat.
CSDU FEB UGM: Mendukung Kesehatan Mental dan Pengembangan Mahasiswa
FEB UGM juga turut berkampanye tentang isu kesehatan mental melalui beberapa kegiatan dari Career and Student Development Unit (CSDU). Melalui program-program yang inovatif dan inklusif, CSDU FEB berupaya memberikan dukungan tidak hanya pada aspek mental, tetapi juga pada perkembangan pribadi dan profesional mahasiswa.
Dalam sebuah wawancara dengan Ria (nama samaran), ia merasa terbantu dengan adanya layanan konsultasi psikologis CSDU FEB UGM. “Setidaknya ada teman cerita, pendekatan psikolog pas dengan aku dan beliau sangat rasional dalam menjelaskan, dan juga ramah, jadi aku sangat terbantu,” ujar Ria. Alasan Ria memilih layanan konsultasi CSDU karena merasa lebih familiar dengan lingkungan akademik, mekanisme pendaftaran yang mudah, dan juga bebas biaya. Bagi banyak mahasiswa, terutama mereka yang memiliki keterbatasan finansial, layanan psikologi gratis menjadi jawaban atas tantangan yang mungkin sebelumnya dianggap mustahil untuk diatasi.
Ria menekankan pentingnya menghapus stigma yang masih melekat di masyarakat terhadap layanan psikologis. “Konsultasi ke psikolog bukan berarti kamu gila,” ujarnya tegas. Banyak orang masih beranggapan bahwa mereka yang datang ke psikolog pasti mengalami gangguan jiwa berat atau dilabeli sebagai Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Padahal, realitanya tidak demikian. Setiap individu yang menghadapi tantangan mental, apapun bentuknya, berhak untuk mencari bantuan, tanpa harus merasa malu.
American Psychological Association (2017) menyebutkan bahwa seseorang dianjurkan untuk mengakses layanan psikologis ketika masalah yang dihadapi tidak dapat diatasi sendiri dan mulai mengganggu aktivitas harian mereka. Mengunjungi psikolog harus dilihat sebagai bagian dari upaya untuk menjaga keseimbangan hidup, sama seperti pergi ke dokter ketika mengalami gangguan fisik. Untuk benar-benar menciptakan lingkungan akademik yang inklusif dan sehat, stigma terhadap layanan psikologis harus dihilangkan. Mahasiswa perlu merasa aman untuk mencari bantuan tanpa takut dihakimi.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Tentunya masih banyak tantangan dalam mengoptimalkan layanan kesehatan mental di lingkungan kampus. Salah satu kendala utama adalah kurangnya sosialisasi mengenai keberadaan dan fungsi unit layanan kesehatan mental kepada mahasiswa. Akibatnya, banyak mahasiswa yang tidak mengetahui keberadaan atau fungsi layanan tersebut dan menjadi ragu untuk mengaksesnya. Hal ini mengindikasikan bahwa universitas perlu melakukan upaya lebih untuk mempromosikan ketersediaan layanan kepada mahasiswa dan menciptakan lingkungan yang lebih kondusif.
Universitas Gadjah Mada telah menunjukkan langkah nyata dengan mendirikan unit layanan yang mudah diakses untuk membantu mahasiswanya. Langkah ini tidak hanya memberikan solusi nyata bagi mereka yang membutuhkan bantuan psikologis, tetapi juga menjadi upaya penting untuk menghapus stigma bahwa berkonsultasi ke psikolog adalah sesuatu yang tabu.
Dengan melanjutkan dan memperkuat komitmen ini, UGM tidak hanya mendukung kesehatan mental mahasiswanya, tetapi juga memberikan teladan bagi perguruan tinggi lain di Indonesia. Melalui kolaborasi, inovasi, dan keberlanjutan program-program ini, harapannya semua universitas di tanah air dapat menciptakan ekosistem yang ramah terhadap kesehatan mental mahasiswa. Dengan begitu, generasi muda Indonesia dapat tumbuh menjadi individu yang produktif, sehat, dan bahagia.
Referensi
American Psychological Association. (2017). How Do I Know if I Need Therapy? apa.org. https://www.apa.org/ptsd-guideline/patients-and-families/seeking-therapy
Andriyani, T. (2024). Merawat Kesehatan Mental Mahasiswa lewat Buddy Counsellor. ugm.ac.id. https://ugm.ac.id/id/berita/merawat-kesehatan-mental-mahasiswa-lewat-buddy-counsellor/
CSDU FEB UGM. (2024). FEB UGM Sediakan Layanan Konseling Psikologis Untuk Menjaga Kesehatan Mental Mahasiswa. karir.feb.ugm. https://karir.feb.ugm.ac.id/2024/11/28/feb-ugm-sediakan-layanan-konseling-psikologis-untuk-menjaga-kesehatan-mental-mahasiswa/
Gadjah Mada Medical Center. (n.d.). Konseling Psikologi. gmc.ugm.ac.id. https://gmc.ugm.ac.id/konseling-psikologi/
Kaligis, F. (2021). Riset: usia 16-24 tahun adalah periode kritis untuk kesehatan mental remaja dan anak muda Indonesia. theconversation.com. https://theconversation.com/riset-usia-16-24-tahun-adalah-periode-kritis-untuk-kesehatan-mental-remaja-dan-anak-muda-indonesia-169658
Kaligis, F., Ismail, R. I., Wiguna, T., Prasetyo, S., Indriatmi, W., Gunardi, H., … & Magdalena, C. C. (2021). Mental health problems and needs among transitional-age youth in Indonesia. International Journal of Environmental Research and Public Health, 18(8), 4046.
Pranita, E., & Sumartiningtyas, H. N. (2022). Kesehatan Mental di Indonesia, Stigma ODGJ Masih Melekat. Kompas.com. https://www.kompas.com/sains/read/2022/04/23/130200923/kesehatan-mental-di-indonesia-stigma-odgj-masih-melekat?page=all