Penulis: Salsabil Jannah
Editor: Aulia Valerie/EQ
Kebijakan zonasi merupakan kebijakan pendidikan yang diterapkan sejak tahun 2017 oleh Pemerintah Indonesia melalui Permendikbud No. 17 tahun 2017. Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong dan menciptakan pemerataan kualitas sekolah di Indonesia. Mengacu pada kebijakan zonasi, penerimaan siswa didasarkan pada jarak dari tempat tinggal ke sekolah. Semakin dekat jarak antara tempat tinggal siswa ke sekolah, semakin besar kemungkinan siswa untuk diterima di sekolah tersebut.
Melalui kebijakan zonasi, stigma “sekolah favorit” diharapkan dapat dipecah. Stigma ini adalah salah satu hal umum di masyarakat yang menjadi simbol eksklusivitas pendidikan di Indonesia. Banyak pendapat yang mengemukakan bahwa sekolah favorit merupakan sekolah yang memiliki banyak peminat dan seringkali menjadi sekolah pilihan pertama siswa. Selain itu, sekolah favorit dianggap mampu mengedepankan output siswa yang berkualitas dan berprestasi (Kemendikbud, 2020). Sekolah ini biasanya menjadi pilihan utama bagi orang tua siswa karena dianggap dapat memberikan pendidikan terbaik. Banyak orang tua yang tidak keberatan mengenai biaya dan jarak sekolah selama anak-anak mereka dapat mengenyam pendidikan di sekolah favorit. Sekolah favorit umumnya juga dikenal sebagai “sekolahnya siswa pintar” sehingga akan ada kebanggaan tersendiri bagi seseorang ketika dapat menjadi salah satu siswa di sekolah tersebut. Untuk itu, hadirnya zonasi menjadi salah satu cara yang dapat dilakukan pemerintah untuk melakukan pemerataan, baik itu fasilitas dan sumber daya manusia di dalamnya, sehingga potensi sekolah di setiap wilayah dapat diperkuat.
Namun, penerapan kebijakan zonasi memunculkan berbagai respons dari masyarakat, terutama mengenai persepsi terhadap sekolah favorit. Sekolah favorit kini harus menerima siswa dengan latar belakang dan kemampuan akademik yang lebih beragam. Di satu sisi, hal ini memberikan tantangan bagi sekolah untuk mempertahankan standar mutu pendidikan dan prestasi yang diraih. Di sisi lain, beberapa orang tua mempertanyakan efektivitas dari penerapan kebijakan zonasi, terutama jika kualitas pendidikan di sekolah nonfavorit belum setara dan memadai. Nyatanya, masih banyak orang tua dan siswa yang beranggapan bahwa sekolah favorit tetap lebih unggul dibandingkan dengan sekolah nonfavorit. Fakta ini menunjukkan bahwa meskipun zonasi bertujuan untuk pemerataan kualitas pendidikan, persepsi masyarakat tentang kualitas sekolah favorit masih melekat kuat yang sulit untuk diubah.
Sebuah penelitian dilakukan oleh Sidik (2024) terhadap Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta dengan menganalisis 15 sekolah ‘nonfavorit’ yang berada di ranking terbawah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dari sekolah tersebut ternyata tidak mengalami peningkatan kualitas yang signifikan setelah adanya penerapan sistem zonasi. Dengan kata lain, kebijakan zonasi sekolah yang diterapkan saat ini tidak memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan kualitas pendidikan di sekolah-sekolah nonfavorit, jika ditinjau dari perbedaan input sekolah antara sebelum dan sesudah penerapan zonasi. Ranking sekolah-sekolah tersebut juga tidak berubah saat sebelum dan sesudah kebijakan zonasi sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa pemerataan distribusi mutu sekolah berbasis nilai input siswa bagi sekolah-sekolah nonfavorit tidak signifikan terjadi meski kebijakan zonasi sudah diterapkan.
Infrastruktur dan fasilitas sekolah yang masih belum merata juga menjadi tantangan besar bagi penerapan sistem zonasi di Indonesia. Di daerah pedesaan, masih banyak sekolah yang belum memiliki fasilitas yang setara dibandingkan dengan sekolah yang berada di daerah perkotaan. Kualitas guru dan metode pengajaran yang ada di beberapa sekolah nonfavorit juga masih memerlukan peningkatan untuk dapat bersaing dengan sekolah-sekolah yang sudah mapan. Ketimpangan antara sekolah-sekolah ini pada akhirnya mendorong para oknum yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan kecurangan demi masuk ke sekolah yang diinginkan. Praktik kecurangan dalam sistem zonasi ini meliputi pemalsuan data di Kartu Keluarga (KK), gratifikasi, dan suap. Sebagai contoh kasus yang terjadi pada tahun 2024 di Jawa Barat. Dilansir dari Kompas.com, sebanyak 31 calon peserta didik dinyatakan didiskualifikasi dari Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di jenjang SMA, SMK, dan SLB karena terbukti melakukan manipulasi alamat pada KK demi bisa masuk ke sekolah favorit incaran mereka. Kasus ini menunjukkan bahwa sistem zonasi yang diterapkan saat ini masih belum efektif karena tidak adanya standardisasi sekolah di Indonesia. Perbedaan yang menonjol antara sekolah favorit dan nonfavorit menjadi alasan kecurangan dalam proses PPDB.
Dari banyaknya tantangan dan kasus yang menyertai penerapan kebijakan zonasi, kebijakan ini sebenarnya memiliki tujuan yang baik berkaitan dengan pemerataan kualitas sekolah di Indonesia. Perlu dipahami juga bahwa melakukan pemerataan kualitas sekolah bukanlah hal yang mudah. Kebijakan zonasi tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya upaya peningkatan kualitas di seluruh sekolah yang mencakup peningkatan kompetensi guru, distribusi fasilitas serta sarana dan prasarana pendidikan yang merata, dan evaluasi kebijakan yang berkelanjutan.
Sinergi yang harmonis antara pemerintah, sekolah, dan masyarakat juga diperlukan untuk mencapai tujuan utama kebijakan zonasi. Melalui komitmen yang teguh dan evaluasi yang menyeluruh, kebijakan zonasi dapat menjadi langkah awal yang berarti dalam rangka memajukan pendidikan Indonesia yang lebih inklusif dan berkeadilan. Ini bukan sekadar tantangan dalam kebijakan, tetapi lebih jauh juga menjadi peluang penting untuk mewujudkan generasi masa depan yang lebih unggul dan berkualitas.
Referensi
Sidik, Fajar. (2024). Pelaksanaan kebijakan zonasi sekolah dan dampaknya terhadap kualitas sekolah pada jenjang sekolah menengah pertama: Studi kasus di Kabupaten Sleman Yogyakarta. Humanika, Vol. 24. No. 1. (2024). pp. 47-56 pp. doi: 10.21831/hum.v24i1.68551. 47-56
Syakarofath, N. A., Sulaiman, A., & Irsyad, M. F. (2020). Kajian Pro Kontra Penerapan Sistem Zonasi Pendidikan di Indonesia. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 5, Nomor 2, Desember 2020 DOI : 10.24832/jpnk.v5i2.1736
Anjelina, C. D., Pratiwi, I. E. (2024). Pengamat Soroti Praktik Kecurangan di PPDB Jalur Zonasi, antara Mentalitas Rakyat dan Sanksi yang Tak Tegas. https://www.kompas.com/tren/read/2024/06/27/093000965/pengamat-soroti-praktik-kecurangan-di-ppdb-jalur-zonasi-antara-mentalitas?page=all. Diakses pada 20 November 2024.
Direktorat Sekolah Menengah Atas, Kemendikbud. (2021). Tantangan Mewujudkan Pemerataan Kualitas Pendidikan Di Indonesia Melalui Kebijakan Sistem Zonasi. https://sma.kemdikbud.go.id/berita/tantangan-mewujudkan-pemerataan-kualitas-pendidikan-di-indonesia-melalui-kebijakan-sistem-zonasi. Diakses pada 20 November 2024.
Pusat Penelitian Kebijakan, Kemendikbud. (2020). Persepsi Masyarakat Terhadap Sekolah Favorit. https://pskp.kemdikbud.go.id/assets_front/images/produk/1-gtk/kebijakan/Sekolah_Favorit_kembali_ke_SOLO.pdf. Diakses pada 29 November 2024.