WartaEQ | Mengungkap Fakta Lewat Aksara

Potret Perempuan dalam Lakon Horor: Objektifikasi dan Misogini yang Mendarah Daging

Oleh: Dewita Nanda Prastiwi
Editor: Rizal Farizi/EQ
Ilustrasi oleh: Rega Sandinata/EQ

Horor merupakan genre film yang paling populer di Indonesia. Dalam satu tahun, terdapat puluhan judul film horor yang ditayangkan di bioskop dalam negeri. Akan tetapi, di balik kepopulerannya, film horor telah lama menjadi fokus kajian teori feminisme karena memiliki pola yang merepresentasikan diskriminasi terhadap perempuan. Ada banyak kritik terhadap genre tersebut, mulai dari representasi perempuan, kekerasan eksplisit terhadap perempuan, hingga objektifikasi seksual terhadap mereka.

Kebanyakan film horor menggambarkan perempuan sebagai pihak yang diintai, diintimidasi, dilecehkan, diperkosa, dan dibunuh (Hankins, 2019). Peran antagonis atau penjahat dalam genre ini didominasi oleh perempuan. Mereka menjadi tokoh sentral dan direpresentasikan sebagai hantu atau makhluk menyeramkan. Dari tahun 1970 hingga 2019, 60,47 persen film horor Indonesia menghadirkan sosok perempuan sebagai hantu utama, sedangkan 24,15 persen menghadirkan sosok laki-laki, dan sisanya menghadirkan keduanya (Maulana, 2022). Dalam genre ini, perempuan digambarkan sebagai korban pelecehan atau bahkan pembunuhan. Kemudian melakukan pembalasan dendam setelah mati, seperti dalam film Perempuan Bergaun Merah (2022), Suster Ngesot (2007), dan Suzanna Bernafas dalam Kubur (2018). 

Penggambaran ini dapat diinterpretasikan secara dangkal sebagai empowerment oleh para penikmat film. Namun sejatinya, hal tersebut merupakan gambaran pengerdilan peran perempuan. Mereka dicitrakan seolah tidak bisa melawan dominasi laki-laki semasa hidupnya. Pola dalam film horor di Indonesia, bahkan dunia, hampir seluruhnya merupakan kisah kejahatan yang dikalahkan oleh kebaikan, seperti dalam film Hidayah (2023) dan The Nun (2018). Kedua film tersebut menunjukkan bahwa pemuka agama yang digambarkan sebagai seorang laki–laki menjadi sosok yang heroik dan di akhir film mengalahkan hantu perempuan.

A woman representing the feminine is the object that causes a man to feel like a masculine subject. Femininity does not exist except as a cultural construct, nor does masculinity

– Leonard, Gary, M (1990)

Objektifikasi perempuan dalam film horor sejatinya tidak lepas dari konstruksi dalam budaya masyarakat itu sendiri. Dalam masyarakat yang masih menjunjung adanya budaya patriarki, perempuan yang patuh dan pendiam dianggap benar dan laki-laki adalah pihak yang mendominasi sistem sosial. Konstruksi budaya seperti ini melahirkan film horor yang menjadikan perempuan sebagai pihak submissive dan tertindas. Laura Mulvey, dalam esainya yang berjudul “Visual Pleasure and Narrative Cinema“, menjelaskan teori male gaze yang berkembang dalam praktik pembuatan film horor. Male gaze merupakan sebuah teori yang menguraikan bahwa dalam praktik pembuatan film, sudut pandang penonton yang disajikan adalah sudut pandang maskulin sehingga perempuan direpresentasikan sebagai objek pasif dari hasrat laki-laki (Mulvey, 1975). 

Seiring perkembangannya, film horor mulai membawa konsep ini ke tingkat lain. Film horor dari awal 2000-an menggunakan viktimisasi dan kekerasan terhadap perempuan sebagai suatu bentuk hukuman yang bertujuan untuk memuaskan penonton laki-laki (Lemon, 2014). Teori male gaze menggabungkan tiga cara pandang film oleh kamera, pemeran laki-laki, dan penonton. Penerapannya tercermin dalam bagaimana cara kamera membidik tubuh perempuan pada bagian tertentu dan bersifat eksploitatif, begitu juga arah bidikan kamera yang bergerak, tetapi tetap terpaku pada tubuh perempuan seperti dalam film Suzanna Bernafas dalam Kubur (2018). Teori male gaze juga ditunjukkan dalam adegan ketika seorang laki-laki secara aktif mengamati tubuh perempuan. Konstruksi film ini sejatinya merupakan dampak dari adanya ketidaksetaraan gender yang berkembang di masyarakat. Target audiens utama film horor adalah laki-laki sehingga film yang disajikan pun bertujuan untuk memuaskan mereka.

Grafik 1: Distribusi Sutradara Film di Amerika Serikat pada 2011-2021, Menurut Gender 

Sumber: Statista (2023)

Maskulinitas dalam pembuatan film horor juga dipengaruhi oleh dominasi laki-laki dalam prosesnya. Data yang disajikan oleh Statista (2023) menunjukkan bahwa pada 2021, representasi sutradara perempuan dalam pembuatan film di Amerika Serikat hanya 21,8 persen. Meskipun mengalami tren peningkatan sejak tahun 2011, jumlah ini sangatlah kecil mengingat banyaknya film yang ditayangkan setiap tahunnya. Studi lain yang dilakukan oleh Center for the Study of Women in Television and Film di San Diego State University yang berjudul “Living Archive: Celluloid Ceiling”, menyatakan hal yang sama bahwa representasi perempuan di belakang layar (sebagai sutradara, penulis, produser, eksekutif produser, editor, dan sinematografer) sangatlah kecil dibandingkan laki-laki.

Grafik 2 : Pekerjaan Wanita di Balik Layar pada 250 Film Terlaris (Domestik) Teratas Setiap Tahun dari 1998 hingga 2019 (termasuk Sutradara, Penulis, Produser, Produser Eksekutif, Editor, dan Sinematografer) 

Sumber: Lauzen (2020)

Temuan dari riset ini menunjukan bahwa persentase perempuan di belakang layar kreatif pembuatan film relatif stabil dari 1998 hingga 2019. Persentase sinematografer wanita hampir tidak berubah selama 22 tahun penelitian ini dilakukan (4% pada 1998, 5% pada 2019). Persentase perempuan yang bekerja sebagai produser naik sebesar 3 persen, dari 24% pada tahun 1998 menjadi 27% pada tahun 2019, begitu pula untuk produser eksekutif (18% pada tahun 1998 menjadi 21% pada tahun 2019), dan editor (20% pada tahun 1998 menjadi 23% pada tahun 2019). Persentase sutradara wanita naik sebesar 4 persen, dari 9% pada 1998 menjadi 13% pada 2019. Penulis wanita mengalami kenaikan terbesar, yaitu dari 13% pada 1998 menjadi 19% pada 2019 (Lauzen, 2020). Minimnya peran perempuan ini secara umum mempengaruhi keluaran film yang dihasilkan. Dalam konteks pembuatan film horor, minimnya sutradara, penulis, produser, eksekutif produser, editor, dan sinematografer perempuan dapat menghasilkan film horor yang kurang merepresentasikan kesetaraan gender dan cenderung seksis serta misoginis.

Dapat disimpulkan bahwa sejatinya film horor mengambil gambaran konstruksi budaya yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Dalam film horor, laki-laki selalu diharapkan memiliki karakteristik maskulin dengan cara menunjukkan kekuatan dan kemampuannya. Jika sang pemeran laki-laki bersifat tidak memenuhi ekspektasi tersebut, maka ia biasanya dibunuh dengan cara yang mengerikan. Wanita, sebaliknya, kerap digambarkan sebagai sosok yang cenderung harus bersifat polos dan mudah didekati dalam film horror. Jika mereka tidak memenuhi kriteria tersebut, maka mereka akan berperan sebagai “yang tercemar” dan juga dibunuh dengan cara yang mengenaskan. 

Konstruksi budaya yang menghasilkan double standard bagi laki-laki dan perempuan, juga kurangnya representasi perempuan dalam pembuatan film horor, menghasilkan output seperti yang kita lihat hingga saat ini. Kedua faktor tersebut dapat menciptakan suatu lingkaran setan dan berdampak pada peningkatan ketidaksetaraan gender dalam film horor maupun kehidupan masyarakat secara umum. Sayangnya, film horor tidak dipandang sebagai sesuatu yang dianggap serius oleh masyarakat, bahkan penonton mengharapkan adanya gender stereotypes untuk ditayangkan. Namun, penulis tetap berharap, ketika penonton menjadi lebih sadar akan peran gender dalam masyarakat, film horor juga akan mulai mencerminkan perubahan.

Daftar Pustaka

Anneke Smelik. “The Male Gaze in Cinema.” ResearchGate, unknown, Apr. 2016, www.researchgate.net/publication/327601616_The_Male_Gaze_in_Cinema. Accessed 27 Apr. 2023.

Balraj, Belinda, et al. “Understanding Objectification Theory in Horror Movies.” ResearchGate, unknown, 8 Dec. 2021, www.researchgate.net/publication/357214515_Understanding_Objectification_Theory_in_Horror_Movies#fullTextFileContent. Accessed 27 Apr. 2023.

Björn Jóhann. “The Horror of Toxic Masculinity – Björn Jóhann – Medium.” Medium, Medium, 15 May 2020, bjornjohann.medium.com/toxic-masculinity-in-modern-horror-films-c6d490f26755. Accessed 27 Apr. 2023.

Dr. Aoiffe Walsh. “What Is Laura Mulvey’s Male Gaze Theory?” Perlego Knowledge Base, Perlego, 12 Mar. 2023, www.perlego.com/knowledge/study-guides/what-is-laura-mulveys-male-gaze-theory/. Accessed 27 Apr. 2023.

Elsesser, Kim. “Fewer Female Directors on Top-Grossing Films in 2021.” Forbes, 5 Jan. 2022, www.forbes.com/sites/kimelsesser/2022/01/03/fewer-female-directors-on-top-grossing-films-in-2021/?sh=1d9ea4363b1f. Accessed 27 Apr. 2023.

Gloryana Christy Rensi, et al. “POTRET BUDAYA PATRIARKI DALAM FILM HOROR INDONESIA.” ResearchGate, unknown, 25 Nov. 2020, www.researchgate.net/publication/346311928_POTRET_BUDAYA_PATRIARKI_DALAM_FILM_HOROR_INDONESIA#fullTextFileContent. Accessed 27 Apr. 2023.

Hankins, Sarah. “Torture the Women”: A Gaze at the Misogynistic Machinery of “Torture the Women”: A Gaze at the Misogynistic Machinery of Scary Cinema Scary Cinema. 2019.

Lauzen, Martha. “Living Archive: The Celluloid Ceiling Documenting Two Decades of Women’s Employment in Film.” 2020.

Lemon, Grace. “Female Victimization in the Horror Genre.” Scene Heard, 2014, www.sceneandheardnu.com/malegazehorror. Accessed 27 Apr. 2023.

Lopez, Ricardo. “Male Directors Dominate at U.S. Film Festivals.” Variety, Variety, 10 May 2018, variety.com/2018/film/news/indie-female-directors-report-1202805218/. Accessed 27 Apr. 2023.

Maulana, Arief. “Universitas Padjadjaran.” Universitas Padjadjaran, 26 May 2022, www.unpad.ac.id/2022/05/objektifikasi-perempuan-dalam-film-horor-indonesia/#:~:text=Objektifikasi%20Perempuan%20dalam%20Film%20Horor%20Indonesia%201%20Corak,bisa%20mengalahkan%20kejahatan.%20…%203%20Perbanyak%20Wawasan%20. Accessed 27 Apr. 2023.

Melanie Rose Gazvoda. “Horror Film 101: Surviving the Male Gaze.” Arcadia, Arcadia, 2 Apr. 2023, www.byarcadia.org/post/horror-film-101-surviving-the-male-gaze. Accessed 27 Apr. 2023.

Mulvey, Laura. “Visual Pleasure and Narrative Cinema.” Academia.edu, 1975, www.academia.edu/32269509/Visual_Pleasure_and_Narrative_Cinema. Accessed 27 Apr. 2023.

The Outspoken. “Women in Horror — Are Horror Movies Inherently Misogynistic, or Are They Just Misunderstood?” Medium, Medium, 10 June 2015, medium.com/@Ghill_deRozario/are-horror-movies-inherently-misogynistic-or-are-they-just-misunderstood-76990d8753aa. Accessed 27 Apr. 2023.

“U.S.: Gender Distribution of Film Directors 2021 | Statista.” Statista, Statista, 2021, www.statista.com/statistics/696871/movie-director-gender/. Accessed 27 Apr. 2023.

Younger, Beth. “Horror Is the Only Film Genre Where Women Appear and Speak as Often as Men.” Quartz, Quartz, 29 June 2017, qz.com/1016753/horror-is-the-only-film-genre-where-women-appear-and-speak-as-often-as-men. Accessed 27 Apr. 2023.

Representation of Men and Women in horror Movies. (2020, December 24). WritingBros. Retrieved April 25, 2023, from https://writingbros.com/essay-examples/representation-of-men-and-women-in-horor-movies/                

Pengunjung :
262

Solverwp- WordPress Theme and Plugin