Oleh: Annisa Amalia Salsabiila/EQ
Memiliki karier gemilang di Multinational Company (MNC) adalah cita-cita yang diimpikan banyak orang. Tidak hanya prestisius dan keren, MNC juga kerap menawarkan banyak hal yang jumlahnya melebihi tawaran perusahaan nasional maupun lokal. Berkarier di perusahaan multinasional bukanlah hal yang mudah. Perlu strategi serta persiapan matang agar dapat menghadapi persaingan dunia kerja yang semakin hari semakin ketat. Alumni Insight 2021 dengan tema The Rise of International Careers and Employment ini sukses terselenggara pada hari Sabtu (24/07). Webinar ini menghadirkan dua pembicara yang merupakan alumni program studi Ilmu Ekonomi FEB UGM. Selama kegiatan berlangsung, Dyah Prita dan Lia Ramadhani Kurtz, selaku pembicara, berbagi pengalaman serta tips and trick dalam mempersiapkan diri untuk berkarier di dunia internasional.
Pemaparan materi pertama dilakukan oleh Dyah Prita, konsultan Asian Development Bank (ADB), langsung dari Australia. Ia membuka sesi presentasi dengan menjelaskan pentingnya memperluas networking atau relasi dalam menunjang karier. Dyah menyebut networking dengan istilah sedikit berbeda, yakni ‘weak ties’. Ia menjelaskan bahwa weak ties, yang terdiri atas orang-orang yang sebenarnya tidak terlalu dekat atau hanya sekedar kenal dengan kita, diasumsikan sebagai benang-benang tipis. Kumpulan benang tipis ini dapat membentuk interseksi yang kuat. Melalui rekomendasi atau referral dari weak ties yang telah dibangun, kita dapat semakin dekat ke ‘lingkaran-lingkaran’ karier yang ingin dicapai.
Selanjutnya, Dyah menjelaskan langkah-langkah yang perlu diambil dalam meniti karier di dunia internasional. Assess yourself dengan memahami kapasitas dan kemampuan masing-masing adalah langkah pertama. Memahami kapasitas diri sendiri akan membantu kita dalam mencari tahu kontribusi apa yang dapat kita sumbangkan. Langkah selanjutnya adalah mencari berbagai informasi mengenai kesempatan yang tersedia. Dengan adanya teknologi, ketersediaan informasi menjadi semakin luas dan mudah didapat. Proses berikutnya adalah find the balance. Dalam literasi Jepang, ada istilah yang dinamakan Ikigai. Ikigai adalah interseksi antar empat elemen: apa yang kita cintai, apa yang dibutuhkan, bidang apa yang kita kuasai, serta apakah bayaran yang diterima sesuai. Pada akhir presentasinya, Dyah menjelaskan bahwa selama berproses, merasa tersesat dan bingung adalah hal yang normal. Namun, kita harus segera dapat menyesuaikan diri, beradaptasi, dan bounce back.
Acara kemudian beralih ke sesi pemaparan selanjutnya. Berbeda dengan Dyah, Lia Kurtz selaku pembicara kedua, memiliki pengalaman karier yang lebih mengarah ke sektor industri. Selama 20 tahun masa kariernya, Lia sudah pernah keluar-masuk ke berbagai perusahaan manufaktur multinasional mulai dari merk-merk produksi massal layaknya Nestle dan Cadbury, hingga yang mewah dan mahal seperti Louis Vuitton. Ia menjelaskan bahwa merk-merk internasional tersebut berada di pasar yang persaingannya berputar sangat cepat. Dibutuhkan pekerja yang dapat menyesuaikan diri dengan ritme kompetisi pasar tersebut. Menurut pendapatnya, memiliki karier di perusahaan multinasional bisa memberikan kesempatan profesional yang lebih besar dan luas. Pertumbuhan kariernya tidak hanya di level dalam negeri saja, tetapi juga di penjuru dunia.
Selama bekerja di berbagai MNC, Lia mengaku kerap menemukan hal-hal baru, menarik, dan aneh dari orang maupun budaya kerja yang dijalaninya. “Mereka kalo ngomong direct dan agak kasar dari perspektif kultur di Indonesia. Mereka tidak mengenal senioritas dan birokrasi. Banyak anak-anak muda yang menduduki jabatan tertentu dengan team member yang lebih tua daripada dia,” ungkapnya. Orang yang ingin bekerja di perusahaan global harus memiliki kemampuan adaptasi yang baik dan open minded personality. Selain itu, kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris juga sama pentingnya karena kita akan dituntut untuk mengungkapkan pendapat, analisis, serta ide-ide untuk disumbangkan. Kepada peserta webinar, Lia memberikan saran untuk rajin mengikuti berbagai internship program maupun management trainee. Membangun karier bukanlah proses yang instan. “Orang bisa jadi diberkati kepintaran dan inteligensi yang tinggi, namun tidak ada yang bisa mengalahkan kekuatan dari pengalaman,” jelas Lia di penghujung pemaparannya.
Sesi acara yang terakhir adalah workshop bertemakan Reach Your Dreams by Winning a Scholarship. Sesi ini diisi oleh Reno Bagaskara, analis BowerGroupAsia, yang pernah menerima beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) program magister di Columbia University. Melalui workshop ini, Reno berbagi pengalamannya pada saat ia meraih beasiswa magister LPDP. Reno mengungkapkan bahwa hal pertama yang harus dipertimbangkan adalah bidang keilmuan apa yang akan diambil. Terdapat dua pilihan umum yang biasanya ditawarkan oleh universitas, yaitu research-based maupun coursework-based. Ia menekankan kepada peserta webinar bahwa mengambil program magister haruslah melalui pertimbangan yang matang. “(mengambil) S-2 bukanlah kewajiban maupun jalan keluar dari suatu tuntutan seperti pernikahan. Apabila Anda merasa tidak butuh dan tidak memerlukan S-2 maka tidak perlu mengambilnya,” ucap Reno.
Banyak lembaga yang menawarkan program beasiswa kuliah di luar negeri dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Langkah pertama yang harus dilakukan menurut Reno adalah memilih program beasiswa yang sesuai. Pilihan lokasi yang ditawarkan harus dipertimbangkan dan harus sesuai dengan karier atau pekerjaan yang ingin dicapai. Universitas yang dipilih nantinya berpengaruh erat dengan network atau relasi yang akan didapat. Memilih program beasiswa juga harus mempertimbangkan biaya yang akan ditanggung. “Kuliah di Amerika jauh lebih mahal daripada di Eropa. Lembaga beasiswa dapat menghabiskan biaya yang sama untuk membiayai satu orang berkuliah di Amerika dengan tiga orang berkuliah di Eropa,” ungkap Reno. Selain biaya yang ditanggung, skema kontrak beasiswa juga patut dipikirkan.
Ada beberapa hal yang belum diketahui banyak orang tentang pendaftaran beasiswa kuliah di luar negeri. Reno menyingkap fakta bahwa dibutuhkan biaya yang mahal untuk mendaftar beasiswa. “Banyak biaya yang dikeluarkan untuk mengikuti berbagai macam tes. Untuk mempersiapkan tes juga diperlukan waktu yang tidak sedikit,” jelasnya. Pada saat sudah menjalani masa kuliah pun tidak kalah sulitnya. Sangat susah untuk dapat mengikuti kuliah karena kita harus menerima apa yang disampaikan dalam bahasa Inggris dan harus menjawab atau memberikan pendapat dalam bahasa Inggris juga. Namun, Reno juga mengakui bahwa pengalamannya dalam mengambil gelar magister di Columbia University adalah salah satu yang terbaik dalam hidupnya. “It will push the best out of you. Kalian bisa memahat diri sendiri dengan mengalahkan rasa malas, minder, dan lain-lain,” pungkasnya untuk mengakhiri sesi workshop.