Penulis: Nawfal Aulia Luthfurrahman
Editor: Aulia Valerie Fawzia
Ketika berbicara tentang seni, gambaran klasik seperti lukisan Mona Lisa karya Leonardo da Vinci atau patung Yunani mungkin muncul dalam benak kita. Seni klasik ini sering dihubungkan dengan keindahan, keterampilan tinggi, dan realisme yang merepresentasikan dunia secara detail. Namun, saat ini, dunia seni mengalami perubahan besar; ia semakin bergeser dari keteraturan dan kecermatan realisme menuju abstraksi dan kebebasan dalam seni kontemporer. Seperti yang diungkapkan oleh Marie, seorang arkeologis, terhadap The Collector, “seni kini lebih inklusif dan tidak eksklusif seperti dulu, memungkinkan partisipasi luas tanpa batas latar belakang formal.” Pergeseran ini menggambarkan evolusi dari seni klasik yang formal dan terstruktur menuju seni kontemporer—jenis seni yang lebih eksperimental dan terbuka untuk berbagai kalangan. Bagaimana proses transisi ini terjadi, dan apa yang membuatnya begitu menarik bagi generasi muda saat ini?
Bentuk Seni Kontemporer: Abstrak dan Bebas
Seni kontemporer membuka peluang bagi seniman untuk mengekspresikan ide-ide yang lebih bebas, seperti kritik sosial, identitas, dan keberagaman budaya. Aliran ini lebih berfokus pada penerjemahan ide dan emosi yang kompleks, mengundang keterlibatan pemirsa dalam interpretasi yang lebih bebas. Andy Warhol, salah satu pelopor seni pop, mengatakan, “Art is what you can get away with” –seni adalah tentang kebebasan dalam batas kreatif yang diizinkan (Andy Warhol Foundation). Contoh karya seni kontemporer ini dapat kita lihat pada karya seni milik Marina Abramović dengan eksplorasi “batas fisik” atau Ai Weiwei yang mengangkat isu HAM melalui instalasinya.
Bagaimana Kemunculan Teknologi dan Perspektif Baru Mengubah Wajah Seni
Transisi ini terjadi secara bertahap melalui kemunculan berbagai aliran dan gerakan seni yang berani melampaui batas-batas tradisional. Pada awalnya, perkembangan fotografi pada abad ke-19 menggantikan kebutuhan akan seni realistik sebagai dokumentasi, yang kemudian mendorong para seniman untuk bereksperimen dengan gaya dan teknik baru. Salah satunya adalah aliran kubisme yang diperkenalkan oleh Pablo Picasso mengubah cara kita melihat objek sehari-hari dengan bentuk geometris dan perspektif yang unik. Picasso pernah mengatakan, “Saya melukis sesuatu bukan sebagaimana yang saya lihat, tetapi sebagaimana yang saya pikirkan,” yang menandai peralihan seni dari representasi ke ekspresi. Pada era digital sekarang, internet dan media sosial mempercepat transisi ini, membuat seni lebih inklusif dan dapat diakses oleh audiens global dalam waktu singkat.
Mengapa Transisi Ini Terjadi?
Pergeseran ini terjadi karena perubahan dalam cara pandang masyarakat terhadap seni dan relevansinya dengan kehidupan sehari-hari. Ketika seni klasik dianggap terlalu eksklusif dan terikat pada aturan tertentu, seni kontemporer justru menawarkan kebebasan yang lebih luas dalam berekspresi. Teknologi dan media sosial juga turut mempercepat perubahan ini, memungkinkan seniman muda dari berbagai latar belakang untuk mempublikasikan karya mereka. Generasi muda lebih tertarik pada seni yang mencerminkan pengalaman dan realitas mereka sendiri daripada sekadar mengapresiasi keterampilan teknis yang tinggi. Seniman Jepang, Yayoi Kusama, yang dikenal dengan karya polkadot dan instalasi cermin, menyebutkan di dalam wawancaranya terhadap Interview Magazine pada tahun 2017 bahwa “Saya menciptakan seni untuk mengekspresikan keanehan dan kekacauan dalam hidup.” Pernyataan ini mencerminkan pergeseran seni kontemporer yang lebih fokus pada ide dan konsep daripada sekadar estetika visual.
Lintasan Waktu: Bagaimana Transisi Ini Terjadi?
Transisi dari seni klasik ke seni kontemporer mulai terlihat pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20, bertepatan dengan perubahan sosial besar-besaran akibat revolusi industri dan dua perang dunia. Pada masa itu, gerakan seni mulai menantang konsep realisme yang dominan. Aliran impresionisme di Eropa menjadi salah satu pionir yang memperkenalkan pendekatan baru terhadap seni, di mana warna dan bentuk menjadi lebih bebas. Kemudian pada pertengahan abad ke-20, seni abstrak ekspresionis, dipelopori oleh seniman seperti Jackson Pollock, membawa seni ke arah yang semakin eksperimental. Mengutip dari Museum of Modern Art (1956), Pollock menyatakan bahwa “Saya ingin mengekspresikan emosi, bukan menggambarkan sesuatu yang dapat dilihat,” yang menjadi salah satu ciri seni kontemporer yang mengutamakan ekspresi personal.
Perubahan ini mulanya terpusat di pusat-pusat seni dunia seperti Paris, London, dan New York. Kota-kota ini menjadi saksi lahirnya gerakan avant-garde yang mengawali seni modern dan kontemporer. Namun, saat ini, perubahan dalam seni sudah tidak lagi terbatas pada negara-negara Barat; kota-kota di Asia seperti Tokyo, Seoul, dan Jakarta juga ikut serta dalam perkembangan seni kontemporer yang kaya akan pengaruh budaya lokal. Dengan platform global seperti Instagram dan YouTube, seniman-seniman muda dari negara-negara berkembang pun kini memiliki akses yang sama untuk menampilkan karya mereka dan bersaing di panggung internasional.
Energi Baru: Peran Para Seniman dalam Dunia Seni Kontemporer
Seni kontemporer tidak hanya didorong oleh seniman dari kalangan akademis, tetapi juga melibatkan seniman jalanan, desainer grafis, dan seniman-seniman eksperimental yang membawa energi segar ke dalam dunia seni. Kehadiran mereka mendorong seni untuk lebih inklusif dan terhubung dengan isu-isu terkini. Banksy, seorang seniman jalanan yang karyanya kerap muncul secara tiba-tiba di dinding kota-kota besar, menggambarkan seni sebagai media kritik sosial yang langsung menyentuh kehidupan publik. Banksy pernah menyampaikan, “Seni adalah tentang mempertanyakan, mengajak berpikir, dan menyulut perubahan.” Dengan memanfaatkan seni jalanan, Banksy berhasil menjadikan seni sebagai alat komunikasi dan refleksi untuk masyarakat luas.
Pergeseran dari aliran seni klasik ke seni kontemporer menggambarkan perubahan mendasar dalam dunia seni, di mana seni kini lebih terbuka, eksperimental, dan penuh makna. Seni kontemporer memberikan ruang bagi generasi muda untuk mengekspresikan diri dan berkomunikasi melalui berbagai medium dan gaya yang tidak terbatas. Di tengah perubahan ini, seni menjadi lebih relevan sebagai alat refleksi sosial, di mana setiap orang, baik seniman maupun penikmat seni, dapat berpartisipasi dalam mengekspresikan makna kehidupan.