WartaEQ | Mengungkap Fakta Lewat Aksara

Kantin EB: Produk Gagal FEB UGM?

Oleh: Malam Berkisah

Berbicara soal kantin, kita semua mengharapkan lebih dari sekadar tempat makan. Namun, Kantin EB yang berada di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) tampaknya seperti pelengkap yang agak nyeleneh. Dari hasil obrolan dengan dua puluh mahasiswa FEB, yang bisa dibilang sebagai sarana riset kecil-kecilan, terkuaklah beberapa kritik pedas yang memang sudah dipendam oleh para mahasiswa mengenai kantin ini. 

Pertama, soal harga. Jujur, mahasiswa merasa harga di kantin EB relatif lebih mahal jika dibandingkan dengan kantin fakultas sebelah dan fakultas seberang yang berjualan makanan dengan harga yang lebih bersahabat. Meski image anak FEB dipandang sebagai kaum borjuis, tapi yang namanya mahasiswa tetap aja miskin dan cari yang murah meriah! Ini juga bukan sekadar persoalan kantong kering, tapi juga soal rasa. Ketika seseorang dengan kemampuan membayar cukup mahal untuk sebuah makanan, tetapi rasanya kurang cocok di lidah, tentu saja hal tersebut bisa membuat orang tidak mau kembali lagi. 

Bukan cuma soal harga, tetapi rasa makanan di kantin EB juga agak off banget. Setiap suapan seharusnya jadi petualangan di lidah. Tapi di sini, rasanya bagi mayoritas mahasiswa dirasa kurang enak. Bukan hanya itu, 13 dari 20 mahasiswa mengatakan bahwa faktor pilihan menu menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi ketertarikan mahasiswa dalam memilih kantin. Kantin dengan variasi makanan dan minuman yang lebih beragam memiliki daya tarik yang lebih besar bagi mahasiswa untuk mengunjungi kantin tersebut dibanding kantin dengan variasi makanan dan minuman yang lebih sedikit. Ya kalau mau dibandingkan lagi, mahasiswa akan memilih jalan sedikit lebih jauh ke kantin fakultas seberang dan bisa memilih makanan berat yang beragam dan tentunya lebih ramah di kantong, misalnya nasi kikil Pariyem, mie ayam Fisip, dan lotek serta ayam geprek Fisip yang menjadi top 4 makanan yang digandrungi mahasiswa. Dari perbincangan penting tidak penting ini, jadi bikin mikir, “Ini kantin Fakultas Bisnis, tapi kok manajemen bisnisnya ga bagus?”

Tapi tenang, kritik-kritik ini bukan sekadar buat menyindir saja. Di sela-sela obrolan, tersisipi pula ide dan saran-saran yang bisa dijadikan pertimbangan untuk diimplementasikan oleh para pemangku kepentingan agar bisa memberi napas baru ke kantin ini. Karena ini Fakultas Ekonomika dan Bisnis, mari kita lakukan dengan pendekatan bisnis. Pertama, soal harga. Seharusnya, harga bisa diolah biar lebih bersahabat dengan kantong mahasiswa. Kalau bisa, lakukan riset, amati pesaing, dan tentukan harga yang kompetitif. Buat regulasi atau standarisasi harga bagi pedagang yang berjualan di Kantin EB, agar tidak terlalu jauh gapnya dengan kompetitor kantin fakultas lain. Tambahkan promo atau diskon khusus buat mahasiswa di hari atau jam tertentu. Faktor harga ini memang perlu dipertimbangkan lagi oleh pihak pengelola Kantin EB, karena rasa-rasanya jika target market-nya adalah mahasiswa, harga yang diberikan kurang tepat. Kecuali nih, kalau target market-nya dari awal cuma fokus ke dosen, staf, dan anak konglomerat aja

Kemudian yang kedua, soal variasi makanannya, jangan ragu buat eksperimen rasa! Kantin bisa membuat survei, bertanya langsung ke mahasiswa soal preferensi makanan mereka. Dari situ, kantin bisa menjual menu yang bener-bener disukai banyak orang. Kalau soal rasa, bisa bikin kotak saran untuk umpan balik oleh pihak pengelola. Jadi, bisa di-track nih, rasa makanan yang dijual sudah sesuai dengan preferensi lidah kebanyakan orang atau belum. Dan yang terakhir, yang dilakukan pihak pengelola kantin dan fakultas akhir-akhir ini sudah cukup baik: memberikan kursi tambahan di depan sehingga memberikan kesan tempat yang lebih luas. Selain faktor harga dan rasa, mahasiswa juga memperhatikan lingkungan dan kondisi tempat makan yang akan dikunjungi. Karena biasanya, mereka akan datang secara berkelompok, dan tentunya hal tersebut memerlukan ruang yang lebih lega untuk bisa mengobrol, diskusi, atau sekadar nongkrong santai. Kalau kantin jadi nyaman, pasti akan lebih ramai, kan? Jadi, daripada cuma jadi kantin pelengkap, kantin FEB UGM bisa jadi pusat energi bagi mahasiswa. Biar gak cuma bisnisnya yang jadi fokus, tapi kantinnya juga jadi magnet untuk semua orang. Dengan mendengarkan saran dan tidak segan melakukan perbaikan, yakin! FEB bisa menjadi rumah yang lebih nyaman untuk mahasiswanya!

Karya ini merupakan pemenang dari perlombaan esai Surat Cinta untuk FEB. Segala opini yang terkandung dalam artikel merupakan opini pribadi dari penulis dan tidak terafiliasi dengan Redaktur BPPM Equilibrium.

Pengunjung :
1486

Solverwp- WordPress Theme and Plugin