WartaEQ | Mengungkap Fakta Lewat Aksara

Anggun di Luar, Ambyar di Dalam

Oleh: Hasna Maritza Erumi dan Vincentius Candra Kurniawan Laiyan
Ilustrasi Oleh: Agil Alya Fadhilah

Self reward atau healing merupakan istilah yang saat ini sangat populer. Kedua istilah tersebut melekat pada generasi muda masa kini sebagai wujud apresiasi dan cinta diri setelah terselesaikannya sebuah aktivitas atau sebagai proses penyembuhan psikologis. Dua aktivitas itu kerap kali dipersepsikan sebagai aktivitas yang mencerminkan betapa rapuhnya generasi muda saat ini, yang kemudian dikenal dengan istilah generasi stroberi. Lantas, apa yang menjadikan generasi stroberi ini begitu unik dan berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya?

Generasi stroberi merupakan istilah yang saat ini sedang naik daun. Istilah ini pertama kali muncul di Taiwan untuk menggambarkan sebuah generasi yang indah di luar tetapi sangat rapuh bila diberi tekanan, layaknya buah stroberi. Istilah ini merujuk kepada sifat – sifat negatif yang kerap kali ditemui pada generasi masa kini seperti malas, individualis, mudah menyerah, dan manja. Dengan definisi itu, istilah generasi stroberi dilekatkan pada generasi milenial dan generasi Z sebagai generasi muda masa kini. 

Di tengah kemudahan dan perkembangan teknologi saat ini, orang-orang yang diasosiasikan sebagai bagian dari generasi ini dinilai tidak mampu untuk menahan tekanan sosial dan tidak mau bekerja keras untuk mimpi mereka sendiri. Hal tersebut berbeda dengan generasi baby boomer atau generasi X yang dikenal sebagai pekerja keras, pantang menyerah, dan penuh percaya diri. Bukti nyata rapuhnya generasi muda masa kini ada pada salah satu postingan yang dikirimkan secara anonim oleh akun @collegemenfess di Twitter tertulis, “kuliah itu menghancurkan kesehatan mental, di semester 1 saja sudah banyak dihujani oleh tugas dan materi dan menyita waktu untuk healing dan self reward.” Cuitan tersebut menjadi salah satu bukti dari sifat rapuh dan karakter manja yang dimiliki oleh generasi stroberi. Ketersediaan akses teknologi dan prasarana seharusnya mempermudah segala hal dan memberi kesempatan generasi muda masa kini untuk dapat menjelajah lebih jauh hal – hal  baru dan yang mereka minati.

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan generasi stroberi dikenal dengan karakter uniknya. Faktor-faktor tersebut berasal dari diri sendiri, lingkungan, dan orang tua. Generasi stroberi sering kali membandingkan diri dengan orang lain secara tidak sadar dan berujung minder. Derasnya arus informasi membuat generasi masa kini sering kali melakukan diagnosis mandiri mengenai diri mereka yang belum tentu benar dan berakibat pada pengambilan tindakan yang keliru. Tak hanya itu, keakraban generasi saat ini dengan hal yang serba instan juga menjadi faktor yang cukup kuat sehingga menyebabkan rasa malas untuk bekerja lebih keras. Contohnya saja, dahulu untuk mencari informasi seseorang perlu membaca buku, sedangkan generasi saat ini cukup dengan mencari kata kunci informasi di mesin pencari otomatis yang tersedia. Selain itu, cara didik orang tua dengan memanjakan anaknya dapat membangun pola pikir anak bahwa setiap proses berdinamika yang mereka lakukan harus diapresiasi dalam bentuk hadiah.

Berbagai solusi hadir untuk individu yang lekat dengan stereotipe generasi stroberi ini, beberapa di antaranya diutarakan oleh Prof Rhenald Kasali, seorang akademisi dan praktisi bisnis asal Indonesia. Solusi pertama adalah dengan menghindari diagnosis mandiri karena dapat berdampak pada kesalahan dalam diagnosis. Berkonsultasi dengan orang lain terutama mereka yang kompeten di bidangnya menjadi suatu hal yang amat penting untuk dilakukan sebelum diagnosis. Diagnosis mandiri tanpa pertimbangan yang matang dapat berdampak pada kesalahan dalam pengambilan keputusan. Solusi kedua adalah menambah wawasan, yang dapat memberi pandangan dan pengetahuan objektif dari berbagai cabang keilmuan. Wawasan dan pengetahuan yang luas akan memberikan bahan pertimbangan yang komprehensif sebelum mengambil keputusan. Solusi ketiga adalah dibutuhkannya peran orang tua yang memainkan peran sentral dalam menciptakan ekosistem yang sehat di dalam keluarga. Peran itu perlu ditunjukkan oleh orang tua ketika mereka mendidik anaknya. Pemberian konsekuensi dan perlakuan untuk tidak selalu memanjakan anak adalah suatu hal yang perlu dilakukan di tengah kemudahan dan kemajuan zaman.

Walau istilah generasi stroberi melekat pada generasi milenial dan generasi Z, tidak semua orang yang ada di generasi tersebut dapat dikatakan memiliki sifat seperti stroberi. Hal ini kembali tergantung dari kepribadian dan karakter masing – masing individu yang terbentuk oleh faktor internal dan eksternal. Perbedaan sifat dan karakter antargenerasi merupakan suatu hal yang wajar terjadi karena perbedaan prasarana, kondisi, dan tantangan yang dihadapi oleh tiap generasi. Generasi masa kini pun terbentuk dari generasi sebelumnya sehingga tidak elok jika glorifikasi sifat stroberi ini disematkan pada generasi tertentu. Hal yang utama adalah bagaimana setiap generasi mampu berkolaborasi untuk menghindari sifat – sifat seperti buah stroberi. 

Referensi

djkn.kemenkeu.(2022,11 Maret). Generasi Strawberry, Generasi Kreatif Nan Rapuh dan Peran Mereka di Dunia Kerja Saat Ini. Diakses 14 Juli 2022, dari https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-pekalongan/baca-artikel/14811/Generasi-Strawberry-Generasi-Kreatif-Nan-Rapuh-dan-Peran-Mereka-Di-Dunia-Kerja-Saat-Ini.html

halodoc.(2022, 12 April). Rentan Dialami Anak Muda, Ini 4 Ciri Strawberry Generation. Diakses 14 Juli 2022, dari 

https://www.halodoc.com/artikel/rentan-dialami-anak-muda-ini-4-ciri-strawberry-generation

tempo.co(2021, 10 Oktober). Hari Kesehatan Mental Sedunia, Hati – Hati dengan Jebakan Diagnosis Mandiri. Diakses 14 Juli 2022, dari https://gaya.tempo.co/read/1515762/hari-kesehatan-mental-sedunia-hati-hati-dengan-jebakan-diagnosis-mandiri

Pengunjung :
246

Solverwp- WordPress Theme and Plugin