Penulis: Abizar Aulia Akbar/EQ
Ilustrasi Oleh: Shelma Rizaldi/EQ
Musik boleh jadi salah satu karya seni yang paling populer di kalangan masyarakat. Sedari kecil, kita sudah dikenalkan kepada salah satu bentuk karya musik berupa lagu anak seperti “Bintang Kecil” atau “Pelangi-pelangi”. Seiring kita beranjak dewasa, mulai terjadi diversifikasi terhadap selera kita terhadap genre musik tertentu. Mulai dari pop punk hingga ballad. Selain itu, musik juga senantiasa menemani kita dalam setiap perjalanan kehidupan yang kita tempuh. Selalu ada lagu-lagu yang dapat membuat kita menikmati suasana sedih, gembira, nostalgia, dan masih banyak lagi. Masyarakat menganggap musik seperti sebuah “makanan bagi jiwa”.
Namun begitu, apresiasi seni terhadap karya musik dirasa masih kurang, terutama di Indonesia. Hal ini ditunjukkan oleh maraknya pembajakan lagu dan perilaku mengaransemen ulang atas lagu-lagu musisi Tanah Air tanpa izin. Meskipun kini karya musik lebih mudah diakses melalui platform digital seperti Spotify, hal ini tidak menghentikan beberapa oknum masyarakat yang ogah rugi dengan berusaha mencari akses gratis. Kurangnya apresiasi masyarakat terhadap karya musik juga ditunjukkan oleh respon negatif terhadap penetapan Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.
Dengan banyaknya karya musik baru yang dirilis setiap harinya, minimnya apresiasi musik boleh jadi diakibatkan oleh masyarakat yang masih mengira proses produksi musik adalah hal yang mudah dan biasa. Nyatanya tidak demikian. Layaknya sebuah lukisan atau patung pahatan, musik juga mengalami proses produksi yang panjang dan sulit.
Secara garis besar, proses pembuatan lagu terdiri dari tiga tahap; pre-production, production, post-production:
- Pre-production
Pra-produksi merupakan tahapan awal pembuatan sebuah lagu. Tahap ini juga disebut sebagai songwriting. Penulisan lirik, composing, dan arranging terjadi di tahap ini. Pada tahap composing, musisi menerjemahkan ide yang dimiliki dengan menentukan style, genre, dan tujuan dari lagu yang ingin dibuat. Tahap ini diinisiasi oleh inspirasi yang muncul baik melalui brainstorming atau secara spontan.
Selanjutnya, musisi akan menentukan musikalitas sebuah lagu melalui proses arranging. Musikalitas lagu berkaitan dengan tempo, chord progression, instrumen yang akan digunakan, dan sebagainya. Tahap ini sangat dipengaruhi oleh pemahaman mengenai teori musik, selera, dan referensi musik.
- Production
Setelah menyelesaikan songwriting, langkah selanjutnya adalah melakukan recording atau studio session. Proses ini dilakukan dengan merekam audio track dari instrumen dan vokal secara terpisah atau track by track. Dalam proses tracking, biasanya produser akan merekam instrumen ritmis seperti drum terlebih dahulu, lalu diakhiri dengan vokal.
Multitrack dari proses recording akan digabungkan melalui proses mixing. Proses ini meliputi pemberian efek tertentu, penyeimbangan frekuensi tiap track sehingga menghasilkan keharmonisan antar instrumen, pengaturan EQ, dan lain-lain. Singkatnya, mixing adalah tahap mengedit multitrack dan menggabungkan menjadi satu audio track.
Tahap terakhir dalam proses produksi adalah mastering. Hasil dari mixing yang berupa satu audio track akan melalui proses edit terakhir mulai dari kompresi frekuensi dan noise yang berlebihan, menetapkan konsistensi volume, menyeimbangkan stereo mix, hingga dijadikan ke bentuk format tertentu hingga menghasilkan produk akhir dan siap rilis.
- Post-production
Produk akhir lagu akan melalui perilisan sebagai salah satu langkah terpenting komersialisasi karya musik. Lagu dapat dirilis dalam bentuk single maupun album. Metode perilisan lagu yang paling sederhana adalah dengan meluncurkan di platform musik digital seperti Spotify atau Soundcloud.
Selain itu, lagu juga membutuhkan promosi dan publikasi yang cukup untuk menggaet pendengar yang dibutuhkan. Promosi single dapat melalui berbagai media seperti pemutaran di radio dan televisi, iklan di platform musik digital dan media sosial, hingga pembuatan music video guna menarik lebih banyak pendengar. Lebih dari itu, album memiliki kapasitas untuk mempromosikan karya secara lebih masif dengan mengadakan tur album. Tur “Taifun” Barasuara, “Menari Dengan Bayangan” Hindia, dan “Mantra Mantra” Kunto Aji adalah beberapa contoh dari promosi album.
Proses panjang di atas tentu memakan biaya yang tidak sedikit. Menurut Raihan Kartika, salah satu pemilik studio musik di Semarang, biaya sebuah band untuk memproduksi sebuah lagu di studio sewa, belum termasuk rilis dan promosi, paling sedikit mencapai 30 juta rupiah. Biayanya menjadi lebih besar untuk musisi solois karena harus membayar jasa player session untuk membantu proses recording. Selain itu, Dia menjelaskan bahwa tidak jarang musisi membutuhkan beberapa produser untuk menginisiasi proses mixing dan mastering. Tentu saja, musisi perlu merogoh kantong lebih dalam untuk hal ini. Bahkan, karena besarnya biaya yang dibutuhkan untuk masuk ke industri musik, Petra Sihombing mengaku harus menjual mobil milik Ayahnya untuk menutup biaya produksi album perdananya yang berjudul “Self-Titled” pada 2009.
Perjuangan para musisi di balik karya yang kita nikmati selama ini patut mendapat apresiasi yang sepantasnya mereka dapatkan. Dengan mengetahui perjalanan produksi sebuah karya, masyarakat diharapkan memahami nilai dan lebih menghargai kekayaan intelektual ini. Setelah semua yang telah musik berikan kepada kita, bukankah adil apabila kita mengapresiasi Sang Pencipta Karya sebagaimana mestinya?