WartaEQ | Mengungkap Fakta Lewat Aksara

Pengangguran Hingga Gaji Rendah, Gen Z Terancam Tak Bisa Penuhi Kebutuhan

Penulis: Bintang Bintara & Najwa Anggi

Editor: Aulia Valerie

Generasi Z atau Gen Z adalah sebutan bagi orang-orang yang lahir antara tahun 1996 hingga 2012. Saat ini, sebagian dari Gen Z telah memasuki dunia kerja. Sebagai generasi yang mengalami disrupsi teknologi secara signifikan, Gen Z menghadapi berbagai tantangan yang berbeda dari generasi sebelumnya, termasuk persoalan finansial. Kondisi ekonomi yang tak menentu, kenaikan biaya hidup, tingginya harga properti, dan perubahan kondisi dunia kerja menjadi faktor yang memengaruhi kondisi finansial mereka. 

Tidak seperti generasi sebelumnya yang lebih mudah memperoleh keamanan finansial dan aset seperti rumah, Gen Z harus menghadapi tekanan biaya hidup yang terus meningkat, sementara upah mereka tidak sebanding dengan kenaikan tersebut. Meskipun mereka dianggap sebagai generasi yang lebih melek teknologi dan kreatif, kesenjangan finansial antara Gen Z dan generasi sebelumnya semakin tampak jelas. Lantas, mengapa Gen Z dirasa cenderung mengalami kesulitan finansial dalam mengakomodasi kebutuhan hidup mereka? 

Gen Z Pengangguran? Mengapa Bisa Terjadi? 

 Hasil Sakernas pada Agustus 2023 menyatakan bahwa terdapat 22,25% dari golongan umur Gen Z berada pada kondisi tidak sedang bekerja, menjalani pendidikan dan mendapat pelatihan, atau not in employment, education, and training (NEET). Jumlah angkatan kerja yang meliputi Gen Z memang tergolong rendah, hanya berkisar  pada 84,06% pada golongan umur 20-24, terlebih apabila dibandingkan dengan golongan diatasnya yang mencapai 97,30% (BPS, 2024). Minimnya jumlah tenaga kerja dari golongan Gen Z memberikan kesan bahwa tingkat pengangguran di kalangan Gen Z lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya

Di Indonesia, penurunan lowongan pekerjaan formal dalam 15 tahun terakhir mengubah pola pekerjaan yang dijalani oleh Gen Z juga menjadi faktor mengapa pengangguran yang dialami Gen Z lebih tinggi. Daily Data Journalism Kompas menunjukan bahwa terdapat perubahan lowongan pekerjaan secara drastis yang awalnya sebesar 15,6 juta menjadi hanya 2 juta lowongan pekerjaan yang tersedia dalam rentang 2009-2024. Hal tersebut kemudian berpotensi untuk memengaruhi persaingan kerja  berupa sisi kompetitif yang lebih tinggi jika dibandingkan generasi sebelumnya.  Diketahui sekitar 45% tugas pekerjaan dapat diotomasi dengan teknologi, membuat preferensi pekerjaan Gen Z beralih menuju sektor informal. 

Sakernas Februari 2024 juga mencatat bahwa terdapat peningkatan sebesar 2,52 juta penduduk yang termasuk dalam golongan setengah pengangguran (bekerja kurang dari 35 jam per minggu), termasuk menjalani pekerjaan informal yang mencakup sebanyak 59,17% dari total penduduk yang bekerja. Pekerjaan di sektor informal mengacu pada jenis pekerjaan yang umumnya dilakukan tanpa kontrak resmi atau jaminan perlindungan tenaga kerja yang memadai, seperti content creator dan freelancer yang tengah menjamur di kalangan masyarakat. Namun, ketidakstabilan penghasilan di sektor informal menyebabkan banyak masyarakat kesulitan memenuhi kebutuhan hidup. Selain itu, tingginya risiko kehilangan pekerjaan dapat menjadi ancaman yang menakutkan bagi para pekerja di sektor ini.

Beberapa narasumber yang merupakan pekerja Gen Z dan bekerja di sektor formal bahkan berkeinginan untuk meningkatkan pendapatan mereka. “Saya sudah mulai mempertimbangkan untuk mengambil pekerjaan sampingan di waktu luang,” ujar salah satu narasumber yang berprofesi sebagai karyawan. 

Gaji Rendah, tetapi Kebutuhan Banyak

Survei kepada sekelompok Gen Z menunjukkan bahwa hampir 56% di antaranya menyatakan memiliki pendapatan di bawah 2,5 juta (IDN, 2024). Dengan angka tersebut, Gen Z menjadi generasi dengan gaji terendah dibanding generasi milenial yang memiliki gaji rata-rata 2,8-3,4 juta, bahkan lebih rendah dibandingkan rata-rata UMR tahun 2024 yang sebesar 3 juta. “Kalau ada pengeluaran mendadak, seperti sakit, servis motor, dan sumbangan terkadang membuat anggaran berantakan.” ujar seorang Gen Z setelah diwawancarai secara daring Jum’at lalu (15/11).

Bersamaan dengan gaji yang rendah, Gen Z juga dihadapkan pada inflasi yang, yaitu mencapai 2,13% pada tahun 2024 ini (BPS, 2024). Pada kelompok makanan, inflasi tertingginya mencapai 3,66%. Artinya, kebutuhan makanan menghabiskan 33,7% dari gaji masyarakat (Restu, 2024). Dengan demikian, gaji pada akhirnya hanya akan habis termakan pembiayaan inflasi, mengorbankan penekanan pada kebutuhan-kebutuhan lainnya.

Faktor lain yang mempengaruhi tekanan finansial ialah kebutuhan dan gaya hidup Gen Z. Berbeda dengan generasi boomer, Gen Z memiliki kebutuhan yang kompleks akibat gaya hidup karena ketergantungannya dengan teknologi. Hal ini membuat Gen Z lebih masif dalam mengalokasikan pengeluarannya di luar kebutuhan pokok, seperti hiburan, sebagaimana yang diungkap oleh Wisnu Setiadi Nugroho, dosen di Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM. “Kejadian sekarang itu kreditnya buat liburan lah, beli Iphone lah, jadi kredit digunakan untuk hal-hal konsumtif, yang ndak akan menghasilkan apa-apa,” ujarnya ketika diwawancarai pada Jum’at lalu (22/11). 

Pada akhirnya, Gen Z terpaksa harus mengalokasikan pendapatan mereka yang kecil untuk memenuhi kebutuhan sekunder mereka yang sepenting kebutuhan primer. Hal ini juga diperparah dengan inflasi yang terus meningkat setiap tahun.

Solusi: Apa Tanggung Jawab Pemerintah untuk Masa Depan Gen Z? 

Melihat Gen Z sebagai generasi penerus bangsa, pemerintah sepatutnya tidak tinggal diam terhadap permasalahan ini. Pemerintah perlu meningkatkan sektor formal dan menjamin kesejahteraan pekerja. Tak lupa juga, pemerintah sepatutnya segera memperbaiki sistem pendidikan demi meningkatkan kualitas Gen Z sebagai angkatan kerja. Dengan demikian, Gen Z mampu menjadi angkatan kerja yang paling baik dalam memanfaatkan teknologi. Masalah pendapatan dan ketenagakerjaan pun akan tertangani secara tidak langsung dan inflasi tidak lagi menjadi penghambat kesejahteraan Gen Z. 

Referensi

Filippi, E., Banno, M., & Trento, S. (2023). Automation Technologies and Their Impact on Employment: A review, Synthesis and Future Research Agenda, Technological Forecasting and Social Change. (hlm 4-5) https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0040162523001336

IDN Research Institute. (2024). Indonesia Gen Z Report 2024 (hlm. 63–64). IDN Media. https://cdn.idntimes.com/content-documents/indonesia-gen-z-report-2024.pdf

Inflasi year-on-year (y-on-y) pada Juli 2024 sebesar 2,13 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 106,09. (2024, Agustus 1). BPS. https://www.bps.go.id/id/pressrelease/2024/08/01/2306/inflasi-year-on-year–y-on-y–pada-juli-2024-sebesar-2-13-persen-dengan-indeks-harga-konsumen–ihk–sebesar-106-09-.html 

Krisdamarjati, Y. A. (2024, September 17). Ongkos Gaya Hidup Gen Z dan Milenial Perkotaan Meningkat, Kesehatan Finansial Terancam. kompas.id. https://www.kompas.id/baca/riset/2024/09/17/gaya-hidup-tinggi-membelenggu-risiko-finanansial-gen-z-dan-milenial-perkotaan

Restu, I. (2024. Maret 4). Kenaikan Gaji PNS & Karyawan Tak Sebanding Lonjakan Harga Pangan. CNBC Indonesia. https://www.cnbcindonesia.com/news/20240304181900-16-519588/kenaikan-gaji-pns-karyawan-tak-sebanding-lonjakan-harga-pangan 

Setiawati, Susi. (2024, May 15). 10 Juta 10 Juta Gen Z di RI Nganggur: Sekolah Kagak Kerja Kagak, Maunya Apa?. https://www.cnbcindonesia.com/research/20240515103217-128-538210/10-juta-gen-z-di-ri-nganggur-sekolah-kagak-kerja-kagak-maunya-apa

Untari, P. H. (2024, November 3). Pembiayaan Paylater Melesat, Ekonom Ingatkan Risiko Kredit Macet Meningkat. Bisnis.com. https://finansial.bisnis.com/read/20241103/563/1812768/pembiayaan-paylater-melesat-ekonom-ingatkan-risiko-kredit-macet-meningkat

Solverwp- WordPress Theme and Plugin