Oleh: Vincentius Candra Kurniawan Laiyan
Foto Oleh: Ignatius Eric Liangto
Dengung pemilihan umum (Pemilu) serentak mulai bergema, pesta demokrasi masyarakat segera datang kurang dari satu setengah tahun lagi. Beragam calon dari berbagai tingkat jabatan berusaha mengenalkan diri kepada masyarakat dengan caranya masing-masing. Tidak hanya diramaikan oleh politisi yang berniat maju, tetapi juga oleh para artis seperti Ahmad Dhani, Venny Melinda, dan Denny Cagur. Terjunnya para artis ke dunia politik ini bukan merupakan suatu hal baru di perpolitikkan Indonesia, nama-nama seperti Krisdayanti yang saat ini menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2019-2024 Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Timur, Giring Ganesha yang menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), dan Vokalis Band Ungu, Pasha yang sempat menjadi Wakil Walikota Palu periode 2016-2024. Dengan para artis yang bergelimangan terjun ke dunia politik, apakah hal ini menjadi tanda buruknya sistem kaderisasi partai politik di Indonesia?
Menjadi pejabat publik bukanlah suatu hal yang mudah, dengan mengajukan diri sebagai pejabat publik menandakan seseorang siap untuk memegang tanggung jawab dan amanah yang dititipkan oleh sebagian atau seluruh masyarakat Indonesia. Pejabat publik dengan rekam jejak karier yang sejalan dengan jabatan yang dipangku saat ini akan mendukung untuk beradaptasi dan memungkinkan kontribusi yang lebih besar pada masyarakat. Terlebih lagi, pejabat publik terkait erat dengan kesejahteraan publik, pemenuhan hak, dan kewajiban masyarakat. Oleh karena itu, kita perlu mendukung pejabat publik yang memiliki rekam jejak yang sejalan dan sesuai, sementara para artis yang mencalonkan diri tidak memiliki rekam jejak yang dibutuhkan.
Menurut hasil survei yang dilakukan oleh survei Indikator Politik Indonesia pada Februari 2022, menempatkan pejabat publik (DPR) dan partai politik di posisi ekor sebagai institusi negara yang paling dipercaya publik. Hal tersebut mencerminkan kinerja yang buruk dari DPR, dan refleksi bagi partai politik untuk dapat menjalankan kaderisasi yang berkualitas dalam menjaring calon-calon pejabat publik masa depan. Terlebih sistem dan mekanisme demokrasi di Indonesia mengatur dan memberi ruang bagi partai politik untuk mengusung kader partainya untuk mengisi posisi penting di pemerintahan. Maka, kaderisasi partai politik yang berkualitas perlu dilakukan untuk menghasilkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas yang mampu memberikan kontribusi nyata guna mencapai Indonesia maju.
Kaderisasi sebagai suatu proses pendidikan politik yang sistematis dengan tujuan jangka panjang ditujukan untuk memfasilitasi kadernya dengan pengetahuan politik dan pengenalan masalah yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Hal itu berfungsi guna menyiapkan kader yang siap melayani masyarakat dan menumbuhkan loyalitas dan militansi para kader. Kaderisasi partai politik perlu meninggalkan cara lama yang mengutamakan hal yang bersifat simbolistik, seremonial, dan tidak efektif. Kaderisasi yang terstruktur,terarah, dan profesional menjadi suatu hal yang harus menjadi komitmen bersama untuk menyediakan alternatif pejabat publik yang berkualitas yang akan dipilih oleh masyarakat.
Negara sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) NO. 1, LN.2018/NO.1, TLN NO.6177, LL SETKAB menegaskan bahwa negara bertanggung jawab untuk memberikan bantuan sejumlah dana kepada partai politik sesuai dengan raihan suara pada level Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) provinsi/ DPRD kabupaten/kota oleh partai politik. Contohnya saja, PDIP yang mendapatkan suntikan dana secara bertahap sebesar 27 miliar rupiah, dilaksanakan secara simbolis pada bulan Juni yang lalu. Maka bukan tanpa alasan untuk partai politik untuk tidak dapat menyelenggarakan kaderisasi yang berkualitas untuk kader-kader partai politik karena bantuan eksternal yang didapat dari Pemerintah. Sekolah-sekolah partai seperti Golkar Institute, Akademi Taruna Demokrat, dan Akademi Manusia Indonesia menjadi suatu hal yang terus didorong untuk pembentukan calon pemimpin masa depan bangsa.
Semakin banyaknya artis yang terjun ke dunia politik menandakan sistem kaderisasi yang tidak berjalan maksimal, hal itu membuktikan bahwa partai politik tidak dapat menyediakan kader terbaik yang berpengalaman untuk dipilih oleh masyarakat. Jika popularitas menjadi indikator utama yang dipertimbangkan oleh partai politik dengan mencalonkan nama-nama populer seperti dari kalangan artis, maka hal ini menjadi ancaman nyata bagi bangsa. Nasib bangsa ditentukan oleh pemimpin yang perlu dilatih dan dibina, salah satunya melalui kaderisasi partai politik dan tidak dengan jalan instan. Kaderisasi adalah agenda besar partai politik yang dapat menciptakan orang-orang untuk kepentingan bangsa, bukan hanya untuk kepentingan golongan tertentu, maka tentunya perlu ada dukungan dan pengawasan dari seluruh lapisan masyarakat.