Oleh: Dian Nur Jannah dan Rizal Farizi
Foto Oleh: Fathan Putra S
Siapa sih mahasiswa sekarang yang nggak tahu program magang MBKM? Kegiatan magang yang menjadi bagian dari kebijakan Merdeka Belajar–Kampus Merdeka (MBKM) oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Republik Indonesia ini memiliki tujuan utama untuk meningkatkan kesiapan dan keterserapan di dunia kerja. Melihat dari dua batch lalu, mahasiswa tampak antusias dan bersuka rela mendaftarkan diri pada program tersebut. Namun, apakah inisiatif baik ini sejalan dengan maksud perusahaan mitra menerima para mahasiswa?
Magang MBKM dan Eksploitasi Tenaga Kerja
Muhammad Aulia, mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) sekaligus Data Analyst Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada program magang MBKM, menjelaskan bahwa agenda pemerintah ini cukup bermanfaat bagi mahasiswa. Magang MBKM memberikan tunjangan hidup dan pengetahuan yang bermanfaat bagi pengembangan karir. Mahasiswa juga dapat memperluas lingkup jejaring profesional yang dibutuhkan melalui program ini.
Program pemerintah pasti tidak ada yang bertujuan buruk, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa magang MBKM nyatanya masih memiliki beberapa permasalahan. Selaras dengan hal tersebut, Muhammad Aulia mengungkapkan bahwa terdapat permasalahan terkait kebijakan kurikulum dari universitas karena program masih cukup baru. Menurut pemuda satu ini, beberapa rekannya dari Fakultas Teknik batal mengikuti magang MBKM karena mekanisme konversi Satuan Kredit Semester (SKS) belum cukup jelas. Selain itu, masalah yang sering terjadi adalah keterlambatan pembayaran uang saku hingga berbulan-bulan yang menyulitkan peserta magang, terutama mahasiswa yang berdomisili di luar kota. Masalah lainnya disebabkan oleh beban kerja yang terkadang tidak sesuai dengan job description pada ketentuan awal. Tenaga kerja magang bisa memperoleh jam kerja yang terlalu sedikit atau terlalu banyak, bahkan pekerjaan di luar kontrak. Survei yang dilakukan oleh Project Multatuli dengan melibatkan 157 responden yang merupakan partisipan magang MBKM batch satu juga mengungkapkan masalah yang sama.
Terlihat bahwa beberapa masalah yang dialami oleh peserta magang MBKM cenderung menjurus ke arah eksploitasi tenaga kerja. Tenaga yang telah dicurahkan oleh pemagang seolah tidak sebanding dengan hak-hak yang belum sepenuhnya terpenuhi. Poin di dalam perjanjian kerja pun seakan hanya formalitas belaka yang menjadikan kesejahteraan mahasiswa di ujung tanduk.
Mengupas Alasan di Balik Permasalahan Pemagang MBKM
“Murni (faktor) administratif,” tegas Prof. Ir. Nizam, M.Sc. Ph.D., Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Dirjen Diktiristek), menjelaskan alasan keterlambatan pembayaran uang saku pada diskusi bersama CNN. Proses administrasi pencairan uang saku merupakan proses yang panjang sehingga memerlukan waktu lama, seperti pengecekan data dan log book para pemagang. Selain itu, adanya kesalahan nomor rekening juga menghambat pengiriman uang saku.
Jika berbicara dari segi hukum, pemerintah sebenarnya telah menerbitkan peraturan perundang-undangan mengenai pemagangan, yaitu Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2020. Akan tetapi, Permenaker tersebut hanya mengatur pemagangan yang bersifat apprenticeship (magang bekerja), magang yang dilakukan para pencari kerja dan pekerja yang telah menyelesaikan pendidikan formal untuk meningkatkan kompetensi. Dengan demikian, Permenaker tersebut tidak memberi perlindungan untuk magang jenis internship (magang pendidikan), seperti magang MBKM. Menurut Nabiyla Risfa Izzati, Dosen Hukum Ketenagakerjaan UGM, dalam diskusi yang dilakukan oleh CNN, perbedaan pendefinisian magang menyebabkan internship berada di luar cakupan Permenaker. “Menurut saya, pemerintah perlu menggodok ulang definisi dan peraturan pemagangan agar menjadi lebih kontekstual dan sesuai dengan pemagangan yang sekarang banyak terjadi,” lanjutnya.
Kekosongan hukum pada pemagangan jenis internship turut didukung dengan ketimpangan relasi kekuasaan antara peserta magang dengan pihak pemberi kerja. Kekuasaan yang dimiliki oleh pemagang sangat rendah jika dibandingkan dengan pemberi kerja. Para peserta magang umumnya adalah mahasiswa yang masih tergolong baru di dalam pasar tenaga kerja. Hal tersebut memungkinkan pihak perusahaan menyalahgunakan kekuasaan yang dimiliki sehingga timbul eksploitasi terhadap pemagang.
Sekali lagi, tidak ada program pemerintah yang bertujuan buruk, tak terkecuali program magang MBKM. Peningkatan kesiapan dan keterserapan tenaga kerja sebagai tujuan utama tentu akan membawa dampak baik pula bagi negara. Akan tetapi, secara tidak sadar, program ini justru menjadi potensi besar bagi pihak tertentu untuk melakukan eksploitasi. Maksud baik mahasiswa pun dihadapkan dengan kepentingan perusahaan yang belum tentu sejalan. Oleh karena itu, pemerintah perlu menguatkan hukum untuk memayungi program ini dan melakukan pengawasan lebih ketat terhadap perusahaan mitra. Perusahaan juga perlu berbenah diri agar potensi eksploitasi dapat diminimalisasi.
Referensi
Adinda, P. (2022, Januari 17). Normalisasi Magang oleh Kampus Merdeka di Tengah Kosongnya Perlindungan Hukum. Project Multatuli. https://projectmultatuli.org/normalisasi-magang-oleh-kampus-merdeka-di-tengah-kosongnya-perlindungan-hukum/.
CNN Indonesia. (n. d.). Mahasiswa: Magang MKBM Menyengsarakan Karena Uang Saku Terlambat [Video]. YouTube. https://www.youtube.com/watch?v=2Cc6eaMiuQQ
CNN Indonesia. (n. d.). Upah Magang Rendah, Lazim Atau Zalim? [Video]. YouTube. https://www.youtube.com/watch?v=Z1a-aIsILM8&list=LL7u9NRTaXEU4m3exclQNHEQ&index=3
Putri, A. (2021, Desember 16) Magang Tak Benar-Benar Merdeka: Dijerat Overwork, Depresi, Pelecehan, hingga Serangan Buzzer. Project Multatuli. https://projectmultatuli.org/normalisasi-magang-oleh-kampus-merdeka-di-tengah-kosongnya-perlindungan-hukum/.