Oleh : Kefas Prajna dan Virginia Monic/EQ
Ilustrasi Oleh: Nabila Ayu Putri/EQ
“Aksi demo di sebuah daerah berakhir anarkis, tersangka pembuat ricuh telah tertangkap kepolisian,” merupakan sebuah berita yang tidak asing muncul di seluruh penjuru Indonesia. Seiring aksi demonstrasi mahasiswa yang sering kali berujung tidak kondusif, mulai timbul banyak pertanyaan publik mengenai esensi demonstrasi sendiri. Namun, reformasi politik Indonesia diprakarsai melalui demo besar pada 1998 yang sering dianggap menjadi prestasi terbesar dalam sejarah demonstrasi di Indonesia. Kesuksesan ini tidak lepas dari peran krusial mahasiswa sebagai aktor utama. Maka, apakah demonstrasi saat ini benar masih relevan dan efektif untuk dilakukan?
Dari Mata Akademisi
Stigma bahwa demonstrasi adalah hal yang keren telah membuat banyak mahasiswa turun ke jalan tanpa sepenuhnya mengerti esensi demonstrasi sendiri. Dr. Abdul Rokhmat Sairah, Dosen Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM), mengutarakan bahwa tidak semua peserta demonstrasi akan memahami akar permasalahan secara mendalam. Beliau menggarisbawahi bahwa terdapat struktur hierarkis yang tidak luput dari anggota demonstrasi. Dalam stratifikasi tersebut, terdapat beberapa aktor intelektual di strata atas yang mampu menelaah dan mengkritisi sumber ketidakadilan. Aktor intelektual tersebut sering kali tidak hanya berperan dalam memulai, tetapi juga bertanggung jawab menjaga suasana kondusif selama aksi demonstrasi diselenggarakan.
Walaupun begitu, antisipasi perilaku anarkis yang merugikan masih minim. “Harusnya ada unit reaksi cepat yang bisa mengamankan kondisi apabila terjadi hal diluar situasi kondusif,” ujar Dr. Rokhmat. Unit reaksi cepat tersebut diharapkan mampu menghadang hal-hal yang merugikan masyarakat, tetapi tidak membungkam suara rakyat yang tercurahkan dalam demonstrasi. “Namun, walau memang dapat diantisipasi, risiko perilaku anarkis masih sangat besar,” tutur Dr. Rokhmat kembali. Untuk mencegah perilaku anarkis, terdapat beberapa alternatif penyampaian pendapat yang dapat dilakukan. Contohnya adalah dengan mengadakan demonstrasi melalui media sosial dan petisi online. Akan tetapi, menurut Dr. Rokhmat, demonstrasi melalui media sosial dinilai tidak terlalu efektif dibandingkan demonstrasi yang turun ke jalan.
Pada intinya, pemerintah dan rakyat harus dalam keadaan seimbang agar terjalin komunikasi dua arah yang baik dalam menyampaikan pendapat pada negara. Kemungkinan pertentangan nilai dalam masyarakat akan terus ada. Open mindedness, kedewasaan berpikir dan komunikasi yang baik antara kedua belah pihak merupakan kunci untuk menyadari akar permasalahan yang ada dan mengatasinya.
Demokrasi Mahasiswa
April lalu, Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) melakukan unjuk rasa di depan gedung DPR untuk menyampaikan keresahan publik terhadap isu penundaan pemilu dan 3 periode Presiden Joko Widodo. Selain itu, suara lain mahasiswa dan publik yang mengutuk adanya kenaikan BBM dan barang pokok juga diserukan. Di sisi lain RUU TPKS setelah 6 tahun mengalami polemik dan demo besar mahasiswa pada 2020, akhirnya menemui titik terang/disahkan. Apakah peranan mahasiswa masih relevan?
Membahas mengenai peranan mahasiswa dalam mewakili suara rakyat. Reno, mahasiswa Fisipol UGM yang juga menjabat sebagai Kepala Bidang Advokasi dan Manajemen Opini Publik Dema Fisipol, mengatakan bahwa instrumen demonstrasi turun ke jalan tidak akan pernah mati terlepas terdapat opsi lainya. “Dilihat dari sejarahnya tahun 1965 dan 1998, maka akan terus relevan,” ucap Reno. Ia juga menyebutkan bahwa tujuan berdemo adalah menuntut perubahan kebijakan dan sebagai suatu reaksioner terhadap kebijakan yang dinilai tidak menguntungkan rakyat. Mahasiswa juga disebutkan tidak selalu mewakili satu suara yang sama, pasti terdapat beberapa suara yang beragam. Namun, secara dominan mahasiswa pasti mewakili keresahan masyarakat.
Sering kali mahasiswa disebut ditunggangi oleh pihak tertentu kala berdemo. Namun, jawaban menarik muncul dari ketua BEM Universitas Indonesia (UI) pada tahun 2019. “Aksi kami ditunggangi, Tetapi ditunggangi oleh kepentingan rakyat,” jawab Marganamahendra. Tuduhan terhadap mahasiswa sering kali datang akibat adanya demonstrasi yang tidak kondusif atau chaos, seperti anarkisme, vandalisme, dan kekerasan. Reno menjelaskan bahwa mahasiswa terkadang membutuhkan pembangkangan, “Aku tidak menganggap proses demo yang anarkis sepenuhnya buruk karena jika demo dilakukan tanpa pembangkangan daya tekannya akan berkurang. Sering kali demonstrasi yang berhasil selalu diwarnai dengan pembangkangan.” Namun, Kekerasan memang tidak dapat dibenarkan baik terhadap pihak manapun. Sering kali mahasiswa kecolongan dengan adanya pengacau dan oknum mahasiswa yang sengaja menciptakan suasana tidak kondusif, seperti pengeroyokan Ade Armando (Dosen Fisip UI) beberapa waktu lalu. Sebaliknya, aparatnya terkadang menunjukkan tindakan represif pada mahasiswa terlebih dahulu.
Ada baiknya bila demonstrasi terjadi dalam suasana harmonis. Perilaku anarkis yang hadir dalam situasi demonstrasi ialah yang menyebabkan masyarakat umum dan pemerintah memandang demonstrasi sebelah mata. Namun, sebaliknya, ada kalanya gertakan pun diperlukan sebab usaha demokrasi yang harmonis kerap diabaikan. Pemerintah pun perlu berefleksi terkait tindakan mereka dalam merespon demonstrasi yang dapat menjadi akar tindakan kerusuhan.
Referensi
Suharno. (2019). Ketua BEM UI yang Sebut ‘Dewan Pengkhianat Rakyat’: Ya Benar Aksi Kami Ditunggangi. Diakses darihttps://jakarta.tribunnews.com/2019/09/25/ketua-bem-ui-yang-sebut-dewan-pengkhianat-rakyat-ya-benar-aksi-kami-ditunggangi
Mantalean, Vitorio. (2022). Kronologi Ade Armando Dikeroyok Setengah Jam, Diklaim Bermula Dari Provokasi. Diakses dari https://nasional.kompas.com/read/2022/04/12/08500841/kronologi-ade-armando-dikeroyok-setengah-jam-diklaim-bermula-dari-provokasi?page=all
Mantalean, Aditya, Movanita, Meilina, dan Ihsanudin. (2022). Ribuan Mahasiswa Demo Tuntut Jokowi BEM SI Karena Oposisi Lemah. Diakses dari https://nasional.kompas.com/read/2022/04/11/06310091/ribuan-mahasiswa-demo-tuntut-jokowi-bem-si–karena-oposisi-lemah-?page=all