Oleh: Adella Wahyu Pradita/EQ
Editor: Hayfaza Nayottama/EQ
Ilustrasi oleh: Ignatius Eric Liangto/EQ
Dengan ribuan pulau yang eksotis, hutan belantara yang rimbun, dan keindahan alam bawah laut yang memukau, Indonesia menawarkan kenikmatan visual bagi siapa pun yang mengunjunginya. Bila dilihat secara geografis, dua pertiga luas wilayah Indonesia adalah perairan laut, dengan total panjang garis pantai berkisar 81.000 km. Sebagai negara kepulauan dengan wilayah laut terluas di dunia, berapakah potensi ekonomis laut yang sebenarnya dimiliki oleh Indonesia? Bagaimanakah langkah pemanfaatan optimalnya?
Guru Besar Bidang Penginderaan Jauh Biodiversitas Pesisir di Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Pramaditya Wicaksono, S.Si., M.Sc, atau kerap kali dipanggil Prof. Prama, berpendapat bahwa perlu dilakukan kuantifikasi oleh para ahli untuk dapat menghitung potensi kelautan Indonesia secara riil. “Pertama, kita harus menghitung dan memetakan jasa ekosistem (ecosystem services) dari berbagai komponen kelautan, seperti terumbu karang, padang lamun, hutan mangrove, dan lainnya untuk kemudian dikuantifikasi dalam nilai rupiah,” jelas beliau.
Hingga saat ini, Indonesia belum memiliki data spesifik yang menggambarkan angka riil potensi jasa ekosistem kelautan secara lengkap. Sejauh ini, hanya beberapa jenis biota laut yang telah dieksplorasi, seperti terumbu karang dan hutan mangrove, sementara yang lain masih belum mendapatkan perhatian yang cukup. Contohnya ialah lamun atau seagrass, yang tumbuh di perairan laut dangkal. Padahal, estimasi keberadaan lamun di seluruh dunia berkisar 350.000 km², atau setara dengan luas negara Jerman.
Dilihat dari segi ekonomi, lamun memiliki nilai jasa ekosistem yang luar biasa. Prof. Prama menyebutkan bahwa nilai ekonomi (valuasi) lamun sangat tinggi, yakni berkisar $19.004 per hektar per tahun. Meskipun luasnya tidak lebih dari 1% total luas lautan di dunia, lamun memiliki kemampuan untuk menyerap dan menyimpan karbon yang diserap oleh laut sebanyak 18% setiap tahun. Bahkan, padang lamun mampu menyerap dan mengubur karbon dalam sedimen hingga 30 kali lipat lebih efisien dibandingkan dengan hutan hujan tropis, yang dikenal sebagai ekosistem penyerap karbon yang tinggi.
Pada tahun 2018, Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O LIPI), sekarang bernama Pusat Riset Oseanografi Badan Riset Inovasi Nasional (PRO BRIN), mengeluarkan sebuah kajian yang menyatakan bahwa luas padang lamun di Indonesia yang telah divalidasi baru mencakup 293.464 hektar, atau hanya 16 hingga 35 persen potensi sebenarnya (Kemenkomarves, 2022). Di samping itu, para peneliti lamun di Indonesia sering bekerja secara terpisah tanpa koordinasi yang memadai sehingga tidak efektif dan efisien dalam menghasilkan data lamun yang terstandarisasi dan dapat digunakan bersama.
Menyikapi hal di atas, Prof. Prama saat ini menjadi koordinator kegiatan pemetaan padang lamun nasional yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, universitas, lembaga swadaya masyarakat (LSM), militer, serta para peneliti. Kegiatan ini bertujuan untuk memetakan kebijakan, standar, metode, distribusi data, serta komitmen stakeholders padang lamun di Indonesia. Lebih lanjut, selain menghasilkan peta lamun nasional yang saat ini belum tersedia, kegiatan ini juga akan menghasilkan model pemetaan padang lamun menggunakan penginderaan jauh sistem satelit yang nantinya akan dijadikan standar untuk pemetaan lamun nasional yang berkelanjutan.
Pada kegiatan tersebut, ada upaya bersama untuk mengembangkan panduan dalam pemetaan lamun nasional dengan metode yang terstandarisasi. Menurut Prof. Prama, ketersediaan data yang akurat, terintegrasi, dan komprehensif mengenai padang lamun wilayah pesisir di Indonesia adalah langkah awal yang sangat penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi biru Indonesia yang masif dan berkelanjutan. Dalam menuju keberlanjutan dalam konteks ekonomi biru, Prof. Prama menekankan bahwa kunci utama keberhasilannya terletak pada aspek pemantauan (monitoring).
“Kita perlu mempertanyakan apakah dengan masuknya investor dan berkembangnya sektor pariwisata, pada penerapannya tetap dapat menjaga kelestarian alam atau justru mengurangi fungsi ekosistem yang ada,” ujar beliau. Oleh karena itu, penting untuk mengevaluasi dampak yang dihasilkan oleh aktivitas pariwisata bahari terhadap biota laut. Menurut Prof. Prama, penerapan evaluasi ini dapat diwujudkan dengan melibatkan peran Kementerian Kelautan Perikanan (KKP), LSM, maupun masyarakat lokal untuk memantau langsung pelaksanaannya.
Dalam mendorong pertumbuhan ekonomi biru secara masif, pemerintah melakukan kerjasama multilateral serta berbagai upaya pemberdayaan sektor ini. Topik ini dibahas dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Archipelagic and Island States (AIS) Forum 2023, yang diselenggarakan pada 10-11 Oktober 2023 di Bali. Dalam sektor pariwisata bahari yang merupakan bagian integral dari ekonomi biru, Indonesia secara proaktif mendorong konsep keberlanjutan sebagai salah satu strategi utama.
Selaras dengan urgensi ini, dalam forum yang sama, Sandiaga Uno, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menyatakan hampir 50 persen dari 51 negara-negara pulau dan kepulauan yang berpartisipasi dalam KTT AIS Forum 2023 menjadikan konsep pariwisata sebagai sektor dengan kontribusi besar terhadap ekonomi. “Maka dari itu, konsep pariwisata berkelanjutan menjadi kunci yang sangat strategis,” papar Sandi. Menilik biota laut nusantara yang sarat potensi ekonomis, pemerintah daerah perlu bersinergi dengan pengelola pariwisata serta badan riset untuk melandasi pembangunan ekonomi biru berkelanjutan dengan riset dan pemantauan yang terintegrasi.
Referensi
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. (2022, Agustus 29). Road to Ocean20: Kemenko Marves Perkuat Diplomasi Kelautan melalui Workshop Blue Natural Capital. Maritim. Retrieved October 30, 2023, from https://maritim.go.id/detail/road-to-ocean20-kemenko-marves-perkuat-diplomasi-kelautan-melalui-workshop-blue-natural-capital
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/ Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia. (2023, October 12). Siaran Pers KTT AIS Forum 2023: Indonesia Ajak Negara AIS Perkuat Pariwisata Berkelanjutan. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Retrieved October 30, 2023, from https://kemenparekraf.go.id/berita/siaran-pers-ktt-ais-forum-2023-indonesia-ajak-negara-ais-perkuat-pariwisata-berkelanjutan
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). (2023, August 8). Prinsip Keberlanjutan dan Keadilan untuk Kemaritiman dalam RPJPN 2025-2045 | Kementerian PPN. Bappenas. Retrieved October 25, 2023, from https://www.bappenas.go.id/berita/prinsip-keberlanjutan-dan-keadilan-untuk-kemaritiman-dalam-rpjpn-2025-2045-rsO3V
Kurnia Ekaptiningrum. (2022, April 11). Dosen UGM Kembangkan Metode Pemetaan Padang Lamun. Universitas Gadjah Mada. Retrieved October 25, 2023, from https://ugm.ac.id/id/berita/22436-dosen-ugm-kembangkan-metode-pemetaan-pada-lamun/
M. Ambari. (2022, October 21). Mengawal Hukum dan Lingkungan Laut Tetap Adil dan Berkelanjutan. Mongabay. Retrieved October 25, 2023, from https://www.mongabay.co.id/2022/10/21/mengawal-hukum-dan-lingkungan-laut-tetap-adil-dan-berkelanjutan/
Ministry of Energy and Mineral Resources. (2019, March 9). Kapal Survei Geomarin III Sebagai Sebuah Jawaban. Retrieved October 25, 2023, from https://www.esdm.go.id/en/media-center/news-archives/kapal-survei-geomarin-iii-sebagai-sebuah-jawaban
Portal Informasi Indonesia. (2022, December 11). CISE, Aplikasi Penghitung Stok Karbon Padang Lamun. Portal Informasi Indonesia. Retrieved October 25, 2023, from https://indonesia.go.id/kategori/budaya/6734/cise-aplikasi-penghitung-stok-karbon-padang-lamun?lang=1