WartaEQ | Mengungkap Fakta Lewat Aksara

Tradisi Panggang Api (Sei) : Paradoks Kesehatan dan Nilai yang Dianut oleh Masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT)

Tradisi Panggang Api (Sei) : Paradoks Kesehatan dan Nilai yang Dianut oleh Masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT)

Oleh: Rizki Zhafir Haffiyan


Praktik kepercayaan mengenai kesehatan pada masyarakat tradisional masih terus berkembang. Kepercayaan yang dianut secara turun-temurun telah menjadi sebuah tradisi masyarakat. Salah satu praktik tersebut ialah praktik etnomedisin. Charles Hughes mendefinisikan etnomedisin sebagai kepercayaan dan praktik yang berkaitan dengan penyakit. Etnomedisin sendiri merupakan produk dari perkembangan budaya asli dan tidak secara eksplisit diturunkan dari sistem konseptual kedokteran modern (Hans A. Baer 2003:308). Sistem medis ini mencakup teknik penyembuhan yang dapat digunakan oleh orang biasa maupun penyembuh lainnya (Baer, 1944:308). 


Salah satu teknik pengobatan dalam etnomedisin adalah pengobatan humoral. Pengobatan humoral merupakan suatu pengobatan yang berdasarkan pada keyakinan bahwa kesehatan dapat dipulihkan dengan memanfaatkan efek kualitas “panas” dan “dingin” pada tubuh manusia. Pengobatan ini dikenal dengan sebutan hot and cold theory (Logan, 2017). Penerapan teknik pengobatan humoral dapat ditemukan dalam tradisi masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT). Masyarakat setempat meyakini bahwa ibu yang baru melahirkan harus dilindungi sebab kondisinya yang lemah dan dingin. Oleh karenanya, ia perlu dihangatkan melalui tradisi panggang diri atau sei.  


Dilansir dari laman viva.co.id, menurut Kepala Dinas Kesehatan NTT, dr. Kornelis Kodi Mete, tradisi panggang diri atau sei merupakan rangkaian tradisi yang wajib dijalani para ibu beserta bayinya setelah melahirkan (Astuti dan Puspitasari, 2017). Tradisi ini dilakukan selama 40 hari. Ibu beserta bayinya akan tidur dan duduk di atas tempat tidur dengan bara api di bawahnya. Pada empat hari pertama, si ibu hanya boleh berbaring dan tidak boleh turun sama sekali dari tempat tidur, kecuali pada saat tatobi (kompres air panas). Pada posisi berbaring ini, posisi kepala diatur lebih tinggi sehingga darah dari bawah tidak bercampur dengan darah yang di atas (kepala). Selain itu, saat berada di atas tempat tidur, si ibu berada pada posisi membelakangi perapian untuk menghangatkan bagian belakang tubuhnya. Selama proses tersebut, anggota keluarga lain akan siaga menyediakan kayu bakar dan menjaga bara api agar terus menyala dan mengeluarkan asap. 


Menurut masyarakat setempat, tradisi sei diyakini bermanfaat untuk mempercepat pemulihan kesehatan ibu yang baru melahirkan dan membuat bayi lebih kuat (Athena dan Soerachman, 2014). Secara umum, praktik tradisi sei mengandung beberapa unsur, yaitu pengasapan (sei), kompres panas (tatobi), kondisi lingkungan rumah bulat (ume kbubu) tempat tradisi dilaksanakan, pantangan makanan, dan larangan keluar rumah. Diketahui bahwa unsur-unsur tersebut sangat berhubungan dengan status kesehatan ibu dan bayi baru lahir. Sebuah penelitian membuktikan bahwa alasan ibu yang baru melahirkan harus dipanggang ialah untuk menyembuhkan luka jalan lahir dan memulihkan kondisi perineum yang bengkak akibat mengejan pada saat melahirkan. 


Walaupun demikian, tradisi sei dapat memberikan dampak buruk terhadap kesehatan ibu dan bayi yang baru lahir. Asap yang berasal dari pembakaran kayu bakar mengandung partikel-partikel debu yang sangat halus (kurang dari 10 mikron) serta mampu mencemarkan udara. Asap yang ditimbulkan dari proses pemanggangan tersebut mengandung karbon dioksida (CO2), formaldehid (H2CO), oksida nitrogen (NOx), dan oksida belerang (Sox) (Rachmalina & Yuana, 2013). Laporan Survey Dasar Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017 menunjukkan bahwa Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia sebesar 24 per 1000 KH, satu di antara 42 anak meninggal sebelum ulang tahun pertamanya dan 63% bayi meninggal pada bulan pertama setelah lahir. Fakta tersebut menunjukkan bahwa kematian ibu dan bayi baru lahir masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia. Salah satu penyebab utama masalah kesehatan tersebut adalah Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA). Jika dilihat dari studi kasus yang ada di NTT menurut data RISKESDAS 2013, ISPA telah menempati urutan pertama sebagai 15 penyakit rawat jalan dengan angka kejadian pada balita merupakan tertinggi di Indonesia, yaitu sebesar 54,8%. Berdasarkan data BPS Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2015 yang telah diperbarui hingga 2020, jumlah penderita ISPA mencapai 359.315 kasus. Jumlah tersebut sebagian diderita oleh bayi yang baru lahir, yaitu sebanyak 1.742 kasus. 


Meskipun masyarakat setempat sudah mengetahui konsekuensi dampak negatif dari tradisi tersebut, tetapi praktiknya masih banyak ditemukan sejalan dengan peningkatan kasus ISPA di NTT. Adapun nilai-nilai yang mendasari dilakukannya tradisi sei adalah untuk kesehatan ibu yang baru melahirkan supaya kesehatannya cepat pulih kembali. Selain itu, masyarakat meyakini bahwa tradisi sei dan tatobi juga dapat menjarangkan kehamilan (Soerachman & Wiryawan, 2013). Keluarga yang tidak melakukan tradisi ini akan mendapat sanksi sosial berupa sanksi folkways yaitu cemoohan dari masyarakat sekitar dan diasingkan dari kehidupan sosialnya. 



REFERENSI 


Athena, A.,& Soerachman, R. 2014. Kesehatan ibu dan bayi yang melakukan tradisi sei dan gambaran kesehatan lingkungan rumah bulat (ume‘kbubu) di Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Jurnal Kesehatan Reproduksi, 5(1), 59–66. 


Astuti, L D P., & Puspitasari, R. 2017. Panggang Api, Tradisi di NTT Redakan Pegal Usai Melahirkan. URL: https://www.viva.co.id/gaya-hidup/kesehatan-intim/911851-panggang-api-tradisi-di-nttredakan-pegal-usai-melahirkan, Diakses tanggal 10 Mei 2022 


BPS. 2015. Jumlah Kasus 10 Penyakit Terbanyak di Provinsi Nusa Tenggara Timur, 2015. URL: https://ntt.bps.go.id/statictable/2017/08/29/577/jumlah-kasus-10-penyakit-terbanyak-2015.html, Diakses tanggal 10 Mei 2022.


Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2013 


Handayani, K., & Prasodjo, S.R. 2017. Tradisi perawatan ibu pasca persalinan (se’I dan tatobi) di Kecamatan Amanuban Barat, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jurnal Ekologi Kesehatan,16(3), 130-139. 


Hans A. Baer, Merril Singer, and Ida Susser. 2003. Medical Anthropology and the World System. Connecticut, US; London, UK: Praeger 


Israfil, I., Arief, Y. S., & Krisnana, I. 2019. Analisis Faktor YAng Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Berdasarkan Pendekatan Teori Florence Nightingale di Wilayah Kerja Puskesmas Alak Kota Kupang NTT. Indonesian Journal of Community Health Nursing, 2(2) 


Michael H. Logan. 1977. Part five: Anthropological research on the hot‐cold theory od disease: Some methodological suggestions. Medical Anthropology: Cross-Cultural Studies in Health and Illness, 1:4, 87-112. 


Soerachman, R., Wiryawan, Y. 2013 Persepsi dan Sikap Masyarakat Desa di Kabupaten Timor Tengah Selatan Tentang Melahirkan. Jurnal Kesehatan Reproduksi, Vol. 4 No. 1,16-22 


Suharto, I. (2011). Limbah kimia dalam pencemaran udara dan air. Yogyakarta: Andi Offset Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia. 2017. Online. https://e-koren.bkkbn.go.id/wpcontent/uploads/2018/10/Laporan- SDKI-2017WUS.pdf. World Health Organization (WHO). 2019. Maternal mortality. URL: https://www.who.int/newsroom/fact-sheets/detail/maternal-mortality, Diakses 10 Mei 2022

Populer

Berita

Ekspresi

Riset

Produk Kami

Pengunjung :
409

Solverwp- WordPress Theme and Plugin