WartaEQ | Mengungkap Fakta Lewat Aksara

Jalan Panjang Indonesia dalam Mewujudkan Pendidikan Inklusif

Penulis: Aulia Lianasari/EQ

Ilustrasi: Amir Anugrah/EQ

Pendidikan inklusif mulai diperkenalkan ke berbagai negara melalui Konferensi Pendidikan Luar Biasa (Special Need Education) di Salamanca, Spanyol tahun 1994 yang menghasilkan Pernyataan Salamanca (Salamanca Statement). Bermula dari situ, beberapa negara mulai melakukan inisiatif dalam menyosialisasikan pendidikan inklusif. Namun, pemahaman dan interpretasi pendidikan inklusif masih menjadi hal yang rancu di tengah masyarakat. 

UNESCO mendefinisikan pendidikan inklusif dalam Guidelines for Inclusion: Ensuring Access to Education for All. Dalam definisi UNESCO, pendidikan inklusif dipandang sebagai suatu proses merespon keragaman kebutuhan semua peserta didik melalui peningkatan partisipasi pembelajaran, budaya dan masyarakat, serta mengurangi pengecualian dalam dan dari pendidikan. Hal ini melibatkan perubahan dan modifikasi dalam isi, pendekatan, struktur, maupun strategi dengan visi bersama yang mencakup semua anak dari rentang usia yang tepat. Selain itu, diperlukan kesadaran akan pentingnya tanggung jawab dan aturan untuk mendidik semua anak. Di samping itu, dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 70 Tahun 2009 juga terdapat penjelasan mengenai pendidikan inklusif. Permendiknas tersebut menjelaskan bahwa pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. 

Namun, seberapa penting pendidikan inklusif bagi anak disabilitas? Salamanca Statement menyatakan bahwa sekolah reguler dengan orientasi inklusif merupakan alat yang paling efektif untuk memerangi diskriminasi, menciptakan masyarakat yang ramah, membangun masyarakat yang inklusif, dan mencapai ‘pendidikan bagi semua’ (education for all). Selain itu, sekolah berorientasi pendidikan inklusif akan memberikan pendidikan yang lebih efektif dan efisien sehingga pada akhirnya mampu menurunkan biaya bagi seluruh sistem pendidikan.

Telusur Angka Disabilitas

Pada 2018, Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa semakin tinggi kelompok umur, maka semakin rendah angka partisipasi sekolah (APS). Persentase APS tertinggi terdapat pada kelompok umur 712 tahun, yaitu penyandang disabilitas sebesar 91,12 persen dan bukan penyandang disabilitas sebesar 99,29 persen. Sementara itu, persentase APS terendah terdapat pada kelompok umur 1924 tahun, yaitu penyandang disabilitas sebesar 12,96 persen dan bukan penyandang disabilitas sebesar 24,53 persen. 

Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2018 menyebutkan bahwa hampir 3 dari 10 anak penyandang disabilitas di Indonesia tidak pernah mengenyam pendidikan. Data juga menunjukkan bahwa hanya 54 persen anak penyandang disabilitas yang tamat SD dibanding anak bukan penyandang disabilitas sebesar 95 persen. Hal tersebut mengindikasikan bahwa terjadi kesenjangan secara signifikan dalam hal pencapaian pendidikan. Persentase tamat sekolah pun menurun secara signifikan ketika semakin tinggi jenjang pendidikannya. Persentase anak bukan penyandang disabilitas yang berhasil menamatkan SMA yaitu sebesar 62 persen, sedangkan anak penyandang disabilitas hanya mencapai 26 persen. Selain itu, data terbaru BPS tahun 2019 juga mengindikasikan ketimpangan pendidikan di tingkat perguruan tinggi. Data menyebutkan bahwa hanya 2,8 persen penyandang disabilitas yang mampu menamatkan perguruan tinggi, sedangkan non-disabilitas mampu mencapai 9,48 persen.

Jaring Pengaman Pendidikan bagi Penyandang Disabilitas

Perlindungan secara hukum mengenai pendidikan bagi penyandang disabilitas menjadi hal yang krusial demi terciptanya pemenuhan hak bagi semua orang. Pendidikan tanpa diskriminasi dan ramah terhadap penyandang disabilitas adalah hal yang menjadi tujuan utamanya. Di Indonesia, terdapat beberapa jaring pengaman yang memberikan jaminan penuh terhadap mereka. 

Tertulis dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 bahwa upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun. Bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan komprehensif, undang-undang ini meletakkan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas nondiskriminasi; kepentingan yang terbaik bagi anak; hak untuk hidup; kelangsungan hidup dan perkembangan; dan penghargaan terhadap pendapat anak. Hal ini dipertegas dalam Pasal 5 ayat (1) bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan yang bermutu. Selain itu, pendidikan inklusif untuk penyandang disabilitas juga dijamin dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas menjamin pemenuhan hak penyandang disabilitas dalam segala aspek seperti pendidikan, kesehatan, pekerjaan, politik dan pemerintahan, kebudayaan dan kepariwisataan, serta pemanfaatan teknologi, informasi, dan komunikasi.

Kedua hal tersebut diperkuat dengan adanya pengesahan tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals) oleh 193 perwakilan dari setiap negara yang menekankan prinsip universal, integrasi, dan inklusif dalam pelaksanaanya. Hal ini terlihat dalam tujuan ke-4 SDGs yaitu untuk memastikan pendidikan yang inklusif dan berkualitas setara, juga mendukung kesempatan belajar seumur hidup bagi semua. 

Studi Banding Mancanegara

Sejak diperkenalkannya konsep pendidikan inklusif di tahun 1994, isu pendidikan inklusif masih menjadi perhatian masyarakat global. Semua negara di dunia terus berbenah dan melakukan berbagai terobosan untuk pendidikan inklusif.  Lantas, bagaimana penerapan pendidikan inklusif di berbagai negara?

Australia menjadi salah satu negara yang menunjukkan keseriusan dalam mewujudkan pendidikan inklusif. Hal tersebut dibuktikan dengan penetapan sebuah regulasi tingkat nasional yaitu  Disability Standards of Education. Regulasi ini berisi standar pendidikan yang harus dipenuhi oleh institusi pendidikan di Australia dalam memberikan pelayanan kepada penyandang disabilitas. Peraturan ini ditetapkan sebagai turunan Undang-Undang Anti Diskriminasi Disabilitas tahun 1992. Implementasi peraturan tersebut terlihat dari pengoprasian sebuah ‘únit kesetaraan dan keberagaman’ yang bertugas memberi layanan komprehensif bagi mahasiswa penyandang disabilitas di setiap universitas. 

Proses penyelenggaraan pendidikan inklusif di setiap negara tentu berbeda satu dengan yang lainnya. Vietnam sebagai negara pertama di Asia yang meratifikasi Konvensi PBB tentang Hak Anak pada tahun 1991 terus melakukan berbagai upaya melalui kementerian pendidikan bahkan organisasi di luar pemerintah. Pengesahan Undang-Undang Penyandang Disabilitas Vietnam pada tahun 2010 mendorong terbentuknya banyak kebijakan yang mendukung visi pendidikan inklusif. Pada tahun 2019, Vietnam untuk pertama kalinya menerapkan undang-undang pendidikan nasional mengenai pendidikan inklusif sebagai bentuk pendidikan dan menyatakan bahwa negara harus mengadopsi kebijakan untuk mendukung implementasi pendidikan inklusif.

Komitmen Pemerintah Wujudkan Pendidikan Inklusif

Sebagai negara yang mendukung SDGs, Pemerintah Indonesia menargetkan untuk menghilangkan disparitas gender dalam pendidikan. Selain itu, pemerintah juga ingin memastikan akses yang setara terhadap semua tingkatan pendidikan dan pelatihan kejuruan bagi mereka yang rentan. Di antaranya yaitu pendidikan untuk kaum disabilitas, masyarakat adat, dan anak-anak yang berada dalam situasi rentan.

Komitmen nyata pemerintah demi mewujudkan gagasan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yaitu dengan mencetuskan Peta Jalan Program Pendidikan Inklusif Tahun 20172021. Namun, upaya tersebut dirasa belum menghasilkan perubahan yang  signifikan bagi pendidikan inklusif. Data pokok pendidikan (Dapodik) per 31 Januari 2019 menunjukkan bahwa baru terdapat 29.317 sekolah penyelenggara inklusif di Indonesia mulai dari SD, SMP, SMA, dan SMK. Artinya, baru 11 persen sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dari jumlah sekolah di Indonesia. Selanjutnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengesahkan Rencana Induk Pendidikan Inklusif Tingkat Nasional Tahun 20192024 sebagai terobosan baru dalam memperjuangkan pendidikan inklusif. Adapun tujuan penyusunannya yaitu untuk memberi pedoman pelaksanaan pendidikan inklusif secara nasional bagi pemerintah daerah. 

Sementara itu, pada tanggal 20 Februari 2020 Presiden Joko Widodo menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas. Peraturan ini dibuat sebagai salah satu bentuk pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016. Dalam peraturan ini pemerintah menunjukan keseriusannya dengan mengatur proses penyelenggaraan pendidikan inklusi. Hal tersebut antara lain kebijakan penyiapan guru yang lebih serius, penguatan hak difabel dalam mengakses pendidikan, pengaturan mengenai Unit Layanan Difabel, hingga ketersediaan sanksi administratif bagi pihak-pihak yang tidak menaati peraturan tersebut.

Refleksi

Payung hukum pendidikan bagi penyandang disabilitas terus dikembangkan pemerintah agar pendidikan inklusif dapat terselenggara dengan baik. Pemerintah berharap bahwa peraturan yang telah ditetapkan mampu mengakomodasi kebutuhan pendidikan bagi penyandang disabilitas. Lantas, apakah implementasi pendidikan inklusif sudah sejalan dengan peraturan yang dibuat pemerintah?

Hasil penelitian Eta Yuni Lestari dkk. (2017) di Kabupaten Semarang menyebutkan bahwa penyandang disabilitas sudah mendapat fasilitas pendidikan dari jenjang TK sampai SMA. Namun, ada beberapa persoalan yang dihadapi dalam pelaksanaannya, yaitu tidak adanya balai rehabilitasi milik pemerintah, terbatasnya anggaran, terbatasnya sumber daya manusia yang kompeten, dan terbatasnya infrastruktur sekolah. Hasil penelitian juga menyebutkan bahwa terdapat kurangnya kesadaran keluarga akan pentingnya pendidikan bagi penyandang disabilitas. Maka dapat disimpulkan bahwa implementasi pendidikan inklusif membutuhkan dukungan dari berbagai aspek. Dibutuhkan kerja sama yang baik antara pemerintah, sekolah, bahkan orang tua agar mampu terselenggara pendidikan inklusif yang maksimal.

Referensi

Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus Dan Layanan Khusus. Rencana Induk Pengembangan Pendidikan Inklusif Tingkat Nasional Tahun 2019 – 2024.

Handayani, Titik dan Angga Sisca Rahardian. 2013. Peraturan Perundangan dan Implementasi Pendidikan Inklusif. 

Katadata. 2019. Pada 2018, Hanya 5,48% Penyandang Disabilitas yang Masih Sekolah. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/08/29/pada-2018-hanya-548-penyandang-disabilitas-yang-masih-sekolah#

Katadata. 2020. Hanya 2,8% Penyandang Disabilitas Menamatkan Perguruan Tinggi. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/02/07/hanya-28-penyandang-disabilitas-menamatkan-perguruan-tinggi 

Lestari, Eta Yuni dkk. 2017. Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas di Kabupaten Semarang melalui Implementasi Convention on The Right of Persons with Disabilities (CPRD) dalam Bidang Pendidikan.

Liputan6.com. 2020. 3 dari 10 Anak Disabilitas di Indonesia Tak Pernah Bersekolah. https://www.liputan6.com/health/read/4159685/3-dari-10-anak-disabilitas-di-indonesia-tak-pernah-bersekolah 

Nguyen Xuan Hai, et all. 2020. Policies on Inclusive Education for Children with Disabilities in Vietnam. 

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI – No. 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa. 

Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas

The Conversation. 2019. Jalan Panjang Menuju Pendidikan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas di Universitas. https://theconversation.com/jalan-panjang-menuju-pendidikan-inklusif-bagi-penyandang-disabilitas-di-universitas-128316

The Salamanca Statement and Framework for Action on Special Needs Education adopted by The World Conference on Special Needs Education: Access and Quality

Hastuti dkk. 2020. Kendala Mewujudkan Pembangunan Inklusif Penyandang Disabilitas. Jakarta: The SMERU Research Institute.

Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas

UN. 2015. Transforming Our World: The 2030 Agenda for Sustainable Development.

UNESCO. 2005. Guidelines for Inclusion: Ensuring Access to Education for All.

UNICEF. 2019. Anak dengan Disabilitas dan Pendidikan. https://www.unicef.org/indonesia/id/documents/anak-dengan-disabilitas-dan-pendidikan

Yuliawati, Redita. Peran Kolaboratif Konselor di Sekolah Inklusif.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Solverwp- WordPress Theme and Plugin