Perkembangan pesat teknologi informasi membuat investasi pada instrumen pasar modal sekarang ini tidak hanya dilakukan oleh orang yang ahli di bidang keuangan. Terbukanya akses terhadap ilmu finansial membuat siapa saja semakin dekat dengan dunia investasi pasar modal. Aurelia, salah satu mahasiswa berlatar belakang pendidikan teknik yang diwawancarai penulis, mengaku bahwa ia belajar berinvestasi dari video-video edukasi finansial yang tersedia di Youtube.
Semakin populernya investasi di pasar modal juga dapat dilihat dari fenomena anak muda yang mengunggah portofolio sahamnya di media sosial. Sering pula kita mendengar sekelompok anak muda yang saling berdiskusi mengenai investasi saham. Ucapan seperti “Lagi pandemi gini portofolio sahamku merah semua, nih!” merupakan kalimat yang sudah karib di telinga.
Bergesernya tren investasi instrumen pasar modal pada kalangan milenial sejalan dengan hasil riset Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Desember 2019. Riset BEI tersebut menjabarkan bahwa 44,62 persen investor di pasar modal berusia di bawah 30 tahun dan sebanyak 22,44 persen investor berusia di antara 30-40 tahun. Sementara itu, data yang dimiliki oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan bahwa reksa dana adalah instrumen investasi pada pasar modal yang paling digemari oleh kaum milenial. “Pertama kali nyoba investasi, aku memilih untuk berinvestasi di instrumen reksa dana, sih, karena murah banget, bisa mulai dari Rp10.000,- saja,” ujar Lydia, salah satu mahasiswa yang mulai mencoba berinvestasi sejak satu tahun lalu.
Kesadaran finansial milenial yang ditandai dengan semakin maraknya tren berinvestasi perlu diapresiasi. Fenomena tersebut sekaligus membantah anggapan bahwa milenial adalah kaum yang konsumtif. Akan tetapi, untuk mengatur dan merencanakan keuangan tidak harus selalu dimulai dengan berinvestasi pada instrumen pasar modal, lho! Nadia Amalia, pendiri Cerdik Mapan dan peraih gelar Master of Finance dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) menjelaskan bahwa dalam mengatur dan merencanakan keuangan ada tahapannya. Menariknya, ternyata berinvestasi pada instrumen pasar modal merupakan tahapan yang terakhir. Lantas, apa saja tahapan-tahapan dalam mengatur keuangan?
Dalam seminar web bertema A Beginner’s Guide to Financial Planning for Millennials, Nadia Amalia selaku narasumber utama menjabarkan tahapan-tahapan tersebut, yaitu memiliki dana darurat, asuransi, dan tabungan. Ketika tiga hal tersebut sudah terpenuhi, barulah ideal bagi seseorang untuk berinvestasi pada instrumen pasar modal. Akan tetapi, Nadia Amalia menyadari bahwa banyak milenial yang belum melakukan ketiga hal tersebut sebelum berinvestasi. Survei yang dilakukan oleh penulis juga menghasilkan konklusi serupa. Sebanyak 70 persen responden yang sudah berinvestasi pada instrumen saham tidak memiliki dana darurat, asuransi, dan tabungan. Bahkan, masih banyak responden yang belum paham perbedaan antara dana darurat dan tabungan serta kegunaannya.
Dana darurat, sesuai dengan namanya adalah dana untuk menghadapi kondisi darurat, seperti bencana alam atau kondisi-kondisi tidak terduga lainnya. Jumlah ideal untuk dana darurat bagi seseorang yang masih lajang adalah sebesar enam kali dari pengeluaran bulanannya. Berbeda dengan dana darurat, tabungan memiliki kegunaan dan target yang spesifik. Misalnya, tabungan untuk membeli mobil sebelum berusia 32 tahun. Satu lagi yang penting tetapi sering diabaikan adalah asuransi. Bagi mahasiswa atau kalangan milenial yang masih bergantung kepada orang tua mungkin merasa kebutuhan asuransinya sudah terpenuhi. Akan tetapi, apakah asuransi yang dimiliki sudah cukup untuk memproteksi dari segala kemungkinan buruk yang akan dihadapi?
Wening Gemi Nastiti, Business Partner Allianz Life Indonesia, menjelaskan bahwa ada tiga jenis asuransi yang penting untuk dimiliki. “Asuransi sendiri memiliki tiga urutan dari yang paling penting untuk dimiliki, yaitu asuransi kesehatan, asuransi sakit kritis, dan asuransi jiwa. Ketika tiga asuransi tersebut sudah dimiliki, barulah memulai investasi.” Wening juga menuturkan bahwa semakin muda memulai asuransi maka akan semakin murah pula premi yang harus dibayarkan. “Mudahnya, masih muda artinya masih sehat sehingga risikonya juga kecil.” Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa asuransi tidak harus selalu menjadi tanggung jawab orang tua dan akan lebih baik apabila dimulai sejak kita sadar akan pentingnya mengatur keuangan.
Investasi pada instrumen pasar modal sendiri memang terlihat menggiurkan. Akan tetapi, investasi pasar modal tidak dapat dijadikan pelindung kita di saat mendesak. Hal ini dikarenakan volatilitas pasar modal yang cukup tinggi. Contoh nyatanya adalah seperti saat pandemi ini. Ketika kondisi krisis dan banyak orang yang membutuhkan dana tambahan, performa pasar modal malah menurun dan menyebabkan kerugian. Oleh karena itu, penting untuk memiliki tameng yang kuat sebelum terjun di kerasnya pasar modal.
(Ana Anselma/EQ)
Ilustrasi: Aileen Irmina/EQ