Mbah Sri mencari makam suaminya, Pawiro Sahid, yang pamit pergi turut perang Agresi Militer Belanda II dan tidak pernah kembali. Setelah mengetahui fakta bahwa makam tanpa nama di Taman Makam Pahlawan yang selama ini ia ziarahi ternyata bukanlah makam suaminya, Mbah Sri memantapkan hati untuk pergi. Berbekal sepenggal informasi dan satu wadah bunga tabur, Mbah Sri mulai mencari. Perjuangan Mbah Sri tidak mudah. Wanita 95 tahun itu harus membawa tubuh kecil bungkuknya berjalan puluhan kilometer dan berganti dari bus satu ke bus yang lain menuju tempat bernama Alas Pucung yang kabarnya merupakan tempat sang suami tertembak dan dikuburkan.
Mbah Sri memang berhasil tiba di Alas Pucung. Namun, ia harus menelan kenyataan pahit bahwa daerah itu telah bertahun-tahun ditenggelamkan dan beralih fungsi menjadi waduk. Dalam kesedihannya, ia menaburkan bunga yang ia bawa pada genangan air waduk di hadapannya. Mbah Sri sebenarnya hanya memiliki satu tujuan. Dengan menemukan makam asli sang suami, ia dapat dibaringkan di sebelah makam itu saat ia tiada nanti. Sesederhana itu.
Perjuangan Mbah Sri tidak terhenti sampai di situ. Tetap dengan pakaian kebaya dan kain jarik-nya, kali ini ia membawa serta keris pusaka pasangan keris suaminya dalam perjalanan. Rupanya, keris tersebut dapat menunjukkan arah keberadaan keris pasangannya. Mbah Sri terus mengumpulkan potongan-potongan informasi mengenai keberadaan makam suaminya. Banyak memang informasi yang telah didapatnya, tetapi kesimpang-siuran dan perbedaan-perbedaan cerita membuatnya lelah dan bingung.
Itulah sekilas kisah yang diceritakan dalam film Ziarah garapan sutradara B.W. Purbanegara. Film ini diputar pada 11th Jogja-Netpac Asian Film Festival yang diselenggarakan dari 28 November sampai 3 Desember 2016. Film yang keseluruhan dialognya menggunakan Bahasa Jawa ini telah berhasil memenangkan Best Asian Feature Film pada SalaMindanaw Asian Film Festival 2016 di Filipina. Ziarah adalah film yang mengisahkan perjuangan seorang wanita yang mencari makam suaminya karena tidak pernah ada kabar sejak sang suami pamit untuk mengikuti perang melawan Belanda. Berdurasi sekitar 90 menit, film ini mengambil lokasi di daerah Ngawen, Gunungkidul. Dengan pengambilan gambar dan iringan musik yang apik, film Ziarah ini menghadirkan kejutan saat Hanung Bramantyo, sutradara kondang Indonesia, turut berperan sebagai cameo.
Pemutaran film—atau yang biasa disebut dengan istilah screening—hari ini (3/12) di ruang Audio Visual Grhatama Pustaka menjadi pemutaran yang spesial. Sebab, aktor utama dalam film ini, yaitu Ponco Sutiyem yang berperan sebagai Mbah Sri, turut hadir dan menonton bersama. Pada akhir pemutaran film, Ponco mengungkapkan antusiasmenya dalam film Ziarah ini. Meskipun tidak memiliki pengalaman berakting, ia mampu memerankan sosok Mbah Sri dengan mumpuni.
“Dalam proses penggarapan ini, saya memang sengaja memasukkan sebagian pengalaman hidup Mbah Ponco sebagai salah satu bagian dari cerita, terutama dialog. (Hal) ini membuat dialog simbah menjadi lebih lancar,” ungkap B.W. Purbanegara. Salah satu dialog yang dimaksud adalah adegan Mbah Sri menceritakan kisahnya selamat dari serangan peluru di rumahnya dengan bersembunyi di lubang yang dibuat di dalam tanah. Cerita ini sesuai dengan pengalaman Mbah Ponco saat menyelamatkan diri dari serangan pasukan Belanda.
Saat ini, tim produksi film Ziarah tengah berusaha agar film ini dapat ditayangkan di bioskop-bioskop Indonesia. Mari kita dukung perfilman Indonesia!
(Adrian Putera/EQ)
Discussion about this post