Apakah Anda familiar dengan nama perusahaan di atas? Saya yakin Anda pernah mendengarnya meskipun hanya sekali. Vereenigde Oostindische Compagnie, atau disingkat VOC, adalah sebuah persekutuan dagang yang bermarkas di Amsterdam, Belanda. Buku-buku pelajaran sejarah yang telah kita baca mengatakan bahwa kongsi dagang ini merupakan awal mula dari sejarah penjajahan dan penindasan bangsa kita. Saya yakin, banyak dari kita yang masih mempunyai anggapan bahwa VOC adalah sekelompok tiran yang hobi menindas hanya untuk keuntungan dan kekuasaan. Tapi tahukah Anda, bahwa sebenarnya VOC adalah salah satu perusahaan dagang yang paling sukses dalam sejarah dunia?
Pada abad ke-16, Antwerp menjadi salah satu pusat perdagangan dan distribusi barang untuk Eropa bagian utara. Konflik yang berkembang antara provinsi-provinsi di Belanda dengan Kerajaan Spanyol mengganggu aktivitas dagang Antwerp. Pemberontakan bangsa Belanda ini dijawab oleh Raja Phillip II dengan menutup akses kapal-kapal Belanda ke pelabuhan Lisbon yang menjadi penghubung antara Asia Tenggara dengan Eropa. Oleh karena itu, suplai rempah-rempah dan barang kebutuhan lainnya yang berasal dari Asia Tenggara benar-benar terputus dari para pedagang Belanda. Hal tersebutlah yang memotivasi Pemerintah Belanda untuk melakukan ekspedisi dalam rangka menemukan sumber produksi rempah-rempah dan menetapkan rute dagang langsung ke Belanda.
Ekspedisi Belanda bermodalkan sebuah laporan detail yang ditulis oleh pelaut Belanda, Jay Huyghen van Linschoten, yang ikut serta dalam pelayaran kapal dagang Portugis. Laporan itu bertajuk Itinerario. Laporan ini menjelaskan kekayaan suatu tempat bernama Sunda yang terdapat banyak barang-barang dagang berharga dan berjumlah lebih banyak daripada produksi India maupun Malabar. Merespon hal tersebut, diutuslah Cornelis de Houtman dengan konvoi yang terdiri atas empat kapal sebagai utusan pertama Belanda pada 1595. Pasca pelayaran kedua oleh Jacob van Neck, Belanda menyadari bahwa potensi perdagangan rempah-rempah sangat besar, dan Pemerintah Belanda saat itu berniat menggeser dominasi Portugal dalam perdagangan. Pada 1602, VOC dibentuk oleh Pemerintah Belanda. Bermodalkan 6,5 juta Guilders, atau senilai dengan US$100 juta pada hari ini, VOC memulai usahanya. Selain bantuan modal tersebut, VOC sebagai perusahaan Belanda juga menikmati kredit dengan tingkat bunga yang cukup rendah, yaitu sebesar 2,5% per tahun, dibandingkan dengan Inggris yang memiliki tingkat bunga pinjaman sebesar 10% per tahun. Inggris merupakan asal dari perusahaan pesaing VOC yang terbesar, yaitu East India Company. Hal itu menjelaskan alasan VOC mampu mencetak performa dagang lebih baik dari pesaing-pesaingnya. Ditambah lagi kebiasaan masyarakat Belanda untuk berinvestasi. Investasi tersebut umumnya dimanfaatkan untuk membangun bendungan dan lahan-lahan pertanian, sehingga VOC didukung oleh kekuatan finansial masyarakat Belanda sepanjang waktu.
Perdagangan rempah-rempah sendiri merupakan bisnis menggiurkan dengan risiko yang sangat tinggi. Pelayaran yang ditempuh selama berbulan-bulan membuka kemungkinan bagi segala jenis malapetaka, mulai dari kapal tenggelam, penyakit, maupun bajak laut. Selain itu, elastisitas harga terhadap permintaan yang tidak elastis dan elastisitas harga terhadap penawaran yang tinggi mengurangi kemungkinan perusahaan untuk meraup keuntungan. Inilah peran VOC sebagai monopolist dalam pasar rempah-rempah Belanda dan Eropa.
Dominasi VOC di Hindia Belanda sendiri hadir dalam bentuk dominasi faktor produksi maupun dominasi militer. Untuk mendukung kegiatan monopolinya, Belanda membutuhkan dominasi militer untuk melindungi kepentingan-kepentingan dagangnya. Untuk membangun angkatan perang, Belanda juga membutuhkan uang untuk membeli dan memelihara kapal-kapal perang mereka. Maka dari itu, rapat dimaklumi bahwa Belanda memegang suatu prinsip: perdagangan tidak dapat dilakukan tanpa perang, dan perang tidak dapat dilakukan tanpa perdagangan. Selain itu, VOC memiliki sebuah struktur organisasi terpusat yang dipimpin oleh seorang gubernur jenderal. Hal ini mendorong perdagangan VOC menjadi lebih terkoordinasi dan bekerja lebih baik. Sementara, di pihak Inggris perdagangan rempah-rempah terdiri atas pos-pos dagang yang memiliki pimpinan yang saling bersaing untuk memperoleh keuntungan.
Di Hindia Belanda sendiri, keberadaan VOC mendorong terbentuknya usaha-usaha perkebunan yang lebih efisien dan terorganisasi. Namun, efisiensi tersebut menggeser perkebunan rakyat yang skala usahanya jauh lebih kecil daripada perusahaan-perusahaan barat. Selain itu, investasi yang lebih besar di usaha-usaha tersebut juga berarti usaha ekstra harus dikeluarkan oleh para pekerja pribumi dengan upah yang tidak sebanding. Matinya usaha-usaha rakyat, selain karena faktor efisiensi, juga disebabkan oleh ketiadaan akses ke pasar internasional yang menyebabkan mereka sama sekali tidak bisa memperoleh untung, mengingat kegiatan industri di Hindia Belanda terhitung minim sehingga permintaan terhadap hasil perkebunan tersebut sangat kurang di dalam negeri.
Menjelang akhir masa kejayaan VOC, biaya untuk mempertahankan status quo sebagai sebuah perusahaan monopolist kian membesar. Kekuatan militer pesaing, seperti Inggris, Spanyol, dan Portugis kian membesar. Perlawanan rakyat yang menolak penindasan terjadi di mana-mana. Belum lagi maraknya korupsi yang menggerogoti keuangan perusahaan semakin memperburuk keadaan. Mengutip Stephen R. Bown dalam novelnya yang bertajuk “Merchant Kings”, bahwa pada suatu titik, biaya untuk memelihara monopoli tersebut akan menjadi lebih besar daripada nilai rempah-rempah itu sendiri. Tibalah sebuah masa ketika kejayaan Vereenigde Oostindische Compagnie berakhir, dan era baru bisnis raksasa dimulai.
(Immanuel Satya/EQ)
Ilustrasi : spiceislandsblog.com
Referensi:
Boeke, J.H., 19 , The Evolution of Netherlands Indies Economy,
Werthem, W.F., 19 , Indonesian Economics : The Concept of Dualism in Theory and Policy,
Harrison, Brian, 19 , South-East Asia: a Short History,
https://en.wikipedia.org/wiki/Dutch_East_India_Company
https://www.youtube.com/watch?v=zPIhMJGWiM8
Discussion about this post