Synchronize Fest, sebuah acara festival musik multi-genre tahunan berskala nasional, kembali digelar pada tahun 2018. Berkolaborasi dengan Archi + Pelago Festival, acara ini terdiri dari dua program yakni Campus Talkshow dan Working Experience Program. Festival ini akan berlangsung di Gambir Expo Kemayoran, Jakarta selama tiga hari yakni pada tanggal 5,6, dan 7 Oktober 2018 serta diisi oleh 114 line up (band pengisi) mulai dari genre pop, klasik, rock, funk, dan lain-lain. Acara besar ini dipersembahkan oleh Bukalapak, salah satu pasar daring terkemuka di Indonesia yang menyediakan wadah jual-beli berbagai produk. Program Campus Talkshow merupakan program berbentuk talkshow yang dilaksanakan di empat kota besar yakni Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, dan Bandung, sedangkan Program Working Experience adalah program pengalaman bekerja dan terlibat secara langsung menjadi bagian tim produksi di Synchronize Festival 2018. Bekerja sama dengan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM), Synchronize Fest mengadakan talkshow edukasi di Djarum Hall Pertamina Tower yang mengusung tema Taktik Memantik Bisnis Musik dengan subtema Menciptakan Strategi Peluang Bisnis Industri Musik dengan Konteks Pengaplikasian pada Dimensi Kemahasiswaan.
Pada hari Kamis (30/08) pukul 14.00 WIB, acara dibuka oleh Dila selaku Master of Ceremony (MC), yang menjelaskan acara Synchronize Festival 2018 secara singkat. Dengan permisif, Dila menyerahkan kegiatan acara kepada Ivan Makhsara selaku moderator. Sapaan semangat dari Ivan dibarengi dengan riuh tepuk tangan mencairkan suasana ruangan di Djarum Hall Pertamina Tower. Penonton terlihat antusias mengikuti rangkaian acara yang akan berlangsung. Ketiga pembicara tampak sudah siap dengan bahan materi yang akan disampaikan.
Pembicara pertama adalah Adi Adriandi atau biasa dipanggil Gufi, pendiri Kongsi Jahat Syndicate, sebuah organisasi independen yang membantu band-band mengadakan tour di Indonesia khususnya di Yogyakarta. Selain itu, Gufi juga mengelola Band Frau dan bekerja musiman sebagai equipment committee pada band terkenal seperti Sheila on 7. Frau sempat tenar lewat media sosial yakni Twitter hingga diundang pada sebuah acara televisi Kick Andy pada Desember 2009. Ini merupakan bukti keseriusan Gufi dalam menekuni bidang industri musik. Ia memulai perjalanan karirnya sejak dari bangku perkuliahan dengan bergabung bersama himpunan-himpunan mahasiswa pecinta musik. Perjalanan karir dilalui bukan tanpa kendala, kerap kali masalah dana menghambat acara musik yang dipimpinnya. Namun, tekadnya untuk mengembangkan musik lebih kuat sehingga selalu ada jalan keluar ketika dana yang tersedia tidak memadai. Menurutnya, kiat sukses untuk berkarya di bidang industri musik adalah dengan bersinergi dan menjalin relasi yang luas.
Pembicara kedua, Martinus Indra Hermawan alias Indra Menus, turut berbagi pengalaman sebagai seorang musisi sekaligus dedengkot Jogja Noise Bombing (JNB) dan YK Booking. Keduanya adalah kelompok yang bergerak di bidang musik. JNB bermain musik di tempat publik dan tak terduga, sedangkan YK Booking berfokus pada mini gigs (musik live). Beberapa tempat seperti Taman Kuliner Yogyakarta, Taman Budaya Yogyakarta, Grha Sabha Pramana, warung ayam goreng di Jalan Seturan, merupakan tempat yang sudah disambangi oleh penggiat JNB. Ia juga pernah mendapat tawaran dari band Amerika Serikat bernama Rainbow untuk mengorganisir konser musiknya di Indonesia. Selang melakoni profesi sebagai musisi, Indra membuat penelitian tentang musik noise di Jepang dan Asia Tenggara yang ditanggapi positif oleh musisi luar negeri. Ia berpesan agar mahasiswa dan mahasiswi zaman sekarang jangan mudah menyerah, terus mencoba hingga berhasil.
Pembicara ketiga, Soni Triantoro, merupakan seorang pengagum musik. Soni, lulusan Ilmu Komunikasi UGM, merupakan pendiri WarningMagz, sebuah media musik berbasis online pada Desember 2012. Soni menggagas semua itu dari penugasan salah satu mata kuliahnya untuk membuat majalah anak muda. Ia memilih untuk lebih fokus pada musik karena menurutnya Jogja punya banyak ruang dan karakter menarik untuk berkarya termasuk musik yang akhir-akhir ini banyak merambah ke dalam isu politik dan sosial. Di bidang yang serupa, Soni juga menjadi developer website Hipwee yakni sebuah media korporat yang memuat artikel tentang musik, film, motivasi, lifestyle, dan lain-lain. Di akhir paparannya, Soni menambahkan bahwa untuk membangun brand usaha miliknya membutuhkan komitmen. Hal inilah yang harus dimiliki oleh mahasiswa masa kini.
Mengakhiri talkshow, pertanyaan datang dari Widi, mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Nasional Veteran (UPN) Yogyakarta. Pertanyaan ditujukan kepada Gufi mengenai acara seperti apa yang disukai musisi dan manajemen. Dengan lugas Gufi menjelaskan bahwa acara yang disukai para musisi dan manajemen adalah acara yang tidak ditawar atau acara yang sudah dirancang sesuai budget. Setelah menjawab semua pertanyaan, ketiga pembicara pun mengakhiri sesi sharingnya sembari memberi semangat bagi para pejuang industri musik Indonesia, terkhusus Yogyakarta.
(Putri Butarbutar/EQ)
Discussion about this post