Oleh: Ahmad Najmi Ramadhani
Feodalisme dan Meritokrasi
Feodalisme. Itu adalah satu kata yang ada dalam benak saya ketika wacana mengenai OSPEK (Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus) dan MOS (Masa Orientasi Sekolah) muncul. Feodalisme merupakan sistem sosial atau politik yang memberikan kekuasaan yang besar pada kalangan bangsawan. Sistem ini menyebabkan terbentuknya masyarakat yang mengagung-agungkan jabatan atau pangkat daripada prestasi kerja. Dalam sistem ini pula, individu yang berhak mendapatkan nilai A justru mendapat nilai C. Ketika feodalisme bekerja maka saat itu pula meritokrasi mati.
Lee Kuan Yew merupakan perdana menteri pertama Singapura. Salah satu prestasi Lee adalah program pengadaan rumah apartemen yang layak bagi masyarakat Singapura ekonomi rendah dan menengah melalui strategi Housing Development Board (HDB) (Irwan, 2015). Salah satu yang menjadikan Lee pemimpin negara yang sukses adalah kepercayaannya pada sistem meritokrasi (Budisusilo, 2014). Meritokrasi adalah sistem sosial atau politik yang memberikan penghargaan lebih kepada individu yang berprestasi. Dalam sistem ini, individu yang berhak mendapatkan nilai A akan mendapatkan nilai A.
SIMFONI
Sesuai dengan yang tertera di halaman utama tautan simfoni.feb.ugm.ac.id, Sosialisasi dan Inisiasi Mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis atau sering disebut SIMFONI merupakan rangkaian Pelatihan Pembelajar Sukses Bagi Mahasiswa Baru (PPSMB) di tingkat Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada. SIMFONI diselenggarakan tidak sekadar ajang untuk euforia belaka. Tujuannya ialah membangun pilar integritas dalam diri Gadjah Mada Muda (Gamada), menumbuhkan kemampuan berpikir kritis dan menyampaikan ide secara efektif, mempertajam semangat dedikasi dalam diri Gamada guna berkontribusi lebih kepada masyarakat.
SIMFONI 2016 memiliki tema “Membangun Jiwa Pemimpin yang Berintegritas sebagai Landasan Karakter Generasi Masa Depan”. Selain itu, SIMFONI 2016 memiliki empat nilai utama yaitu kepemimpinan, integritas, kebebasan akademik, dan kepedulian sosial. Setiap rangkaian acara dalam SIMFONI 2016 didasari oleh empat nilai tersebut. Talkshow dan Leaderless Group Discussion (LGD) didasari oleh nilai kepedulian sosial dan kebebasan akademik dengan memunculkan kasus mengenai daerah terluar di Indonesia. Selain pada Talkshow dan LGD, nilai kepedulian sosial juga diwujudkan dalam sesi Inspiring Alumnae yang menceritakan mengenai pengalaman seorang alumni saat melakukan Kuliah Kerja Nyata.
Pada hari berikutnya, terdapat acara TED Talk yang merupakan pengejawantahan dari nilai kepemimpinan. Selain itu, dengan mengusung tema mengenai “Realita Mahasiswa Saat Ini: Integritas vs Pragmatisme”, TED Talk juga menjadi wadah dalam menyalurkan nilai integritas. Pada hari kedua ini, terdapat juga SIMONOFONIA yang menjadi rangkaian acara paling rumit dalam SIMFONI. SIMONOFONIA adalah permainan yang menjadikan tiap kelompok menjadi unit bisnis guna memenuhi kepentingan kerajaan. Di dalamnya terimplementasi fungsi dari tiga departemen yang dimiliki oleh FEB UGM, yaitu Manajemen, Akuntansi, dan Ilmu Ekonomi.
Sebuah Kritik
Saya ingin mengajukan beberapa pertanyaan yang saya sendiri masih memikirkan bagaimana cara menjawabnya. Apakah sosialisasi dan penanaman empat nilai ini sudah efektif melalui rangkaian acara SIMFONI? Bagaimana cara melacak keefektifannya? Mari coba kita tengok sebentar suasana kebebasan akademik di kampus kita. Apakah anda setuju apabila saya menyatakan semakin banyak diskusi keilmuan di suatu kampus maka semakin subur kebebasan akademik itu? Jika iya, saya ingin menanyakan kondisi acara diskusi yang diadakan oleh beberapa lembaga kemahasiswaan di FEB UGM.
Seberapa ramai Mini Discussion yang membahas tentang generasi millenial yang difasilitasi oleh HIMIESPA FEB UGM pada 30 Maret 2016 lalu? Seberapa ramai Diskusi Selasar yang membahas ekonomi pancasila yang difasilitasi oleh BEM FEB UGM pada 24 Mei 2016 lalu? Berapa persen mahasiswa yang pernah melakukan titip absen setelah mendengar ceramah mengenai integritas di SIMFONI? Seberapa peduli mahasiswa dengan cleaning service yang menggunakan baju Norma Duta Utama setelah mendengar sharing KKN dari alumni?
Sebuah Apresiasi
Satu kultur yang sangat saya sukai di FEB UGM adalah meritokrasi. Akan banyak kita jumpai kepanitiaan di FEB UGM. Hal unik dalam tiap kepanitiaan adalah leburnya batas antar angkatan. Hal ini meniadakan suatu sifat yang dimiliki oleh feodalisme. Open recruitment dalam pemilihan Ketua Panitia suatu event juga hal yang luar biasa bagi saya. Di sana tercermin semangat meritokrasi. Bahwa yang terbaik adalah yang berhak memimpin, entah dari latar belakang apapun. Meritokrasi juga tercermin pada akhir acara SIMFONI. Mereka yang melakukan plagiarisme diminta untuk minta maaf di depan yang lainnya. Mereka yang mengerjakan penugasan dengan sangat baik akan mendapatkan berbagai macam awarding yang telah disiapkan panitia.
Salam Spirit Baru!
Referensi:
Budisusilo, A. (2014, Oktober Jumat). Demokrasi & Politik Meritokrasi. Retrieved from Bisnis Indonesia: http://koran.bisnis.com/read/20141010/270/263815/demokrasi-politik-meritokrasi
Irwan, A. (2015, April 15). Mengenang Lee Kuan Yew dan Beberapa Prestasi Yang telah Dicatatkannya. Retrieved from Maxmanroe: https://www.maxmanroe.com/mengenang-lee-kuan-yew-dan-beberapa-prestasi-yang-telah-dicatatkannya.html
Foto Ilustrasi: https://wartaeq.com/wp-content/uploads/2015/08/IMG_7189-1.jpg
Discussion about this post