Persepsi Mahasiswa FEB UGM tentang Pekerjaan Freelance
Oleh Penelitian Equilibrium
Ilustrasi: Amir Anugrah/EQ
Pandemi Covid-19 telah membawa perubahan pada berbagai aspek kehidupan manusia. Perekonomian yang terkontraksi telah merenggut mata pencaharian jutaan masyarakat Indonesia. Menurut data dari Kementerian Ketenagakerjaan, per 27 Mei 2020 angka korban pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pandemi telah mencapai 3,06 juta. Berbagai kebijakan telah dilakukan untuk memitigasi dampak dari pandemi, tetapi kekhawatiran terhadap masa depan perekonomian masih menghantui. Akhir dari pandemi masih belum tampak sehingga masa depan lapangan kerja di Indonesia juga tidak dapat dipastikan. Ketidakpastian tersebut diduga memengaruhi persepsi masyarakat terhadap pekerjaan. PHK yang marak terjadi di mana-mana menimbulkan pesimisme terhadap profesi sebagai pekerja tetap. Di tengah pesimisme tersebut, pekerjaan sebagai freelancer hadir memberikan peluang yang lebih baik. Public & Government Affairs Professional Donna Murdijanto Priadi berpendapat bahwa tingginya tingkat PHK memberikan peluang bagi mereka yang ingin terjun menjadi freelancer. Fleksibilitas merupakan salah satu keunggulan utama freelancer dibandingkan pekerja tetap. Namun, freelancer masih mendapatkan stigma negatif dari masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah pendapatan yang kurang stabil. Kecenderungan persepsi masyarakat terhadap freelancer, khususnya di lingkungan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM), akan digali lebih lanjut dalam penelitian ini.
Tentang Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan kuesioner daring melalui Google Form kepada mahasiswa FEB UGM. Jumlah responden yang didapat adalah 110 responden yang terdiri atas 43 persen mahasiswa Manajemen, 29 persen mahasiswa Akuntansi, dan 28 persen mahasiswa Ilmu Ekonomi.

Responden berasal dari angkatan 2016, 2017, 2018, 2019 dan 2020. Jumlah responden masing-masing angkatan dalam persentase adalah 2 persen, 9 persen, 44 persen, 29 persen, dan 16 persen berturut-turut. Dari keseluruhan responden, 58 persen di antaranya belum pernah memiliki pengalaman langsung di dunia kerja dalam bentuk magang, kerja paruh waktu, atau pekerjaan lainnya. Bentuk penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Sebelumnya, kuesioner telah terlebih dahulu diuji menggunakan Cronbach Alpha dan dinyatakan valid dan reliabel. Kuesioner menggunakan skala Likert satu sampai lima dengan urutan sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju, dan sangat tidak setuju.
Mengapa Pekerjaan Freelance yang Menjadi Perhatian?
Seperti yang kita ketahui, persaingan di pasar tenaga kerja semakin meningkat dengan banyaknya pekerja yang dirumahkan, dan berbagai jenis bisnis menurunkan atau bahkan menghentikan operasi. Perkembangan teknologi yang mendorong knowledge economy juga memberi ruang kepada profesi-profesi yang tidak bergantung kepada sistem kelembagaan dan lebih mementingkan spesialisasi keahlian tertentu, seperti content creator, videografer, dan lainnya. Hal-hal tersebut menyediakan kesempatan yang unik bagi profesi-profesi berbentuk freelance yang dapat menjadi opsi karir utama bagi mahasiswa di masa depan. Pada penelitian ini, kami mendefinisikan freelance atau pekerja lepas sebagai pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila bekerja berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu pekerjaan yang diminta pemberi kerja (PASAL 1 Angka 11 PER-16/2016). Adapun jenis profesi pekerja lepas yang beragam, mulai dari konsultan, desainer grafis, pemrogram, dan lainnya.
Hasil
1. Karakteristik Pekerjaan (Nature of work)
Pertama, untuk mengetahui karakteristik pekerjaan freelance, responden diminta untuk menjawab sepuluh pertanyaan mengenai karakteristik pekerjaan freelance yang diadaptasi dari rumusan Aloudat (2017). Sepuluh pertanyaan tersebut mewakili karakteristik dasar pekerjaan freelance. Tingkat persetujuan terhadap karakteristik tersebut menyatakan persepsi mahasiswa FEB terkait freelancer dan kehidupannya, seperti yang terlihat dalam grafik 2. Terdapat 89 responden berpikir bahwa pekerjaan freelance selalu mempelajari hal baru. Hal ini sesuai dengan anggapan Aloudat bahwa selalu ada yang dipelajari oleh freelancer dalam menelusuri karirnya. Terkait hubungan pekerjaan dengan kebebasan individu, 81 responden juga merasa pekerjaan freelance mampu memberi rasa independen dan bebas. Selain itu, berdasarkan namanya, pekerjaan freelance dianggap menyenangkan, baik dalam hal umum maupun interaksi sosialnya, oleh lebih dari 79 responden. Hal ini didukung oleh 71 responden yang merasa bahwa pekerjaan freelance tidak membosankan sama sekali. Pola kerja freelancer tidak dirasa membebani bagi 61 responden. Enam dari sepuluh karakteristik pekerja freelance disetujui oleh lebih dari setengah responden, yang berarti mahasiswa FEB memiliki perspektif positif terhadap pekerjaan freelance.

Jumlah responden yang tidak mudah stres dalam pekerjaan freelance tidak jauh berbeda dari responden yang menjawab netral. Hal ini sesuai dengan pendapat para pekerja freelance di Britania Raya yang mengatakan bahwa tingkat stres dalam pekerjaan ini bergantung dari banyak faktor, salah satunya adalah sifat klien yang sedang ditangani. Sama halnya dengan kecepatan jenjang karir, poin ini bergantung pada jenis dan jumlah pekerjaan freelance yang dilakukan. Satu-satunya perspektif negatif mahasiswa FEB terhadap pekerjaan freelance adalah pendapatan yang kurang stabil.
2. Kepuasan Pekerjaan (Job Satisfaction)
Kepuasan kerja menjadi aspek lanjutan setelah mengetahui persepsi mengenai karakteristik pekerjaan freelance. Aspek ini berisikan faktor intrinsik yang mendukung pekerja freelance meraih kepuasan dalam bekerja. Pertanyaan memiliki fokus pada kualitas pekerjaan, kebutuhan skill, dan perjuangan melakukan pekerjaan tersebut. Grafik 3 menunjukkan kepuasan mahasiswa FEB terhadap pekerjaan freelance dengan memperhatikan tujuh hal. Sejumlah 86 responden cenderung lebih merasa puas dengan pekerjaan freelance karena variasi pekerjaan yang dapat dilakukan. Sama halnya dengan aspek pendapatan, freelancer yang memiliki kebebasan menentukan tarifnya sendiri menghadirkan kepuasan kerja yang lebih tinggi seperti yang disetujui oleh 64 responden. Selanjutnya, kami berasumsi bahwa kemampuan (skill) individu akan tereksplorasi secara maksimal jika bekerja sebagai freelancer dan 64 responden setuju terhadap pernyataan tersebut. Kemampuan yang lebih terasah akan meningkatkan kemudahan individu untuk dapat melakukan pekerjaannya dan meningkatkan kepuasan kerja. Selain ketiga faktor tersebut, kebebasan pengaturan waktu kerja dan waktu luang menjadi poin penting untuk meningkatkan kepuasan kerja. Sebanyak 60 responden menyetujui bahwa pekerjaan freelance memiliki lebih banyak waktu luang.

Sementara itu, 59 responden cenderung tidak memberi respon yang pasti terkait kepuasan atas pendapatan yang diterima. Pendapatan freelancer tidak memberi kepuasan kerja yang baik, mengingat tidak stabilnya pendapatan yang diperoleh. Sejumlah 45 responden menyatakan, jika bekerja sebagai freelance, individu akan khawatir kehilangan pekerjaan. Klinglmair (2015) menyatakan keamanan pekerjaan freelance yang cukup rendah cenderung menurunkan kepuasan individu terhadap pekerjaan sebagai freelance, serupa dengan hasil survei. Hal serupa juga berlaku pada besaran tanggung jawab yang diampu jika menjadi freelancer. Sebanyak 53 responden menyatakan bahwa menjadi freelancer akan membuat mereka melakukan tugas dalam jumlah besar, yang kemudian menurunkan tingkat kepuasan terhadap pekerjaan freelance.
3. Perspektif Sosial Kemasyarakatan
Perspektif sosial kemasyarakatan mengambil pandangan dari lingkungan individu terkait apabila individu tersebut menjadi freelancer. Item-item pertanyaan didasarkan pada variabel status sosial dari penelitian yang dilakukan oleh Aloudat (2017). Perspektif ini diperoleh dari pandangan masyarakat, keinginan orang tua, kebanggaan keluarga, serta keinginan individu untuk bercerita terkait pekerjaan freelance pada teman-teman dekatnya. Dari perspektif masyarakat, 34 responden merasa pekerjaan freelance tidak dipandang baik dan dihormati oleh masyarakat, dan hanya sekitar 14 responden saja yang beranggapan bahwa pekerjaan freelance dipandang baik. Namun, sebanyak 62 responden memilih untuk netral mengenai baik-buruknya pandangan masyarakat ini.

Di sisi lain, sebanyak 27 responden menyatakan orang tuanya tidak menginginkan mereka bekerja sebagai freelancer. Namun, sebanyak dua kali lipat responden menyatakan bahwa orang tuanya tidak masalah apabila mereka menjadikan freelance sebagai pekerjaan utama, sementara 29 responden lainnya memilih untuk netral. Dari perspektif keluarga, diketahui sebanyak 27 responden menyatakan bahwa keluarganya akan bangga apabila ia menjadi freelancer, sementara 40 responden cenderung tidak setuju. Dari perspektif teman dekat, hanya sebanyak 29 responden menceritakan keinginannya sebagai freelance kepada teman-teman dekatnya. Sementara itu, sebanyak 49 responden cenderung tidak ingin menceritakan keinginannya sebagai freelance pada teman-temannya.
4. Karakteristik Individu
Untuk mengetahui karakteristik freelancer yang melekat pada tiap individu, digunakan sembilan butir pertanyaan yang diperoleh dari karakteristik pekerja lepas yang dirumuskan oleh Kazi et al. (2014). Dari butir-butir tersebut, diperoleh bahwa 38 responden merasa diri mereka memiliki kesuksesan dalam pengalaman tertentu selama beberapa tahun, sementara 24 merasa sebaliknya. Terdapat 48 responden memilih netral atau masih ragu-ragu mengenai kesuksesan pengalamannya. Dari sisi jaringan sosial, 40 responden merasa memiliki jaringan sosial yang kuat, baik itu secara individu maupun profesional, sedangkan 31 responden lainnya berpikiran bahwa mereka belum memiliki jaringan sosial yang kuat. Dari segi risiko pekerjaan, sebanyak 47 responden merasa dirinya mampu menangani risiko tinggi terkait pekerjaan, meskipun sebanyak 35 responden masih cenderung berpikir untuk menghindari risiko tersebut.

Ditinjau dari skill yang dimiliki, 51 responden merasa bahwa dirinya telah memiliki skill atau keahlian yang permintaannya sedang tinggi, hanya 15 responden saja yang masih merasa bahwa dirinya tidak memiliki skill tersebut. Tidak hanya itu, karakteristik yang ditinjau juga meliputi kemampuan self-marketing, yaitu perasaan menikmati ketika harus mempromosikan atau menjual jasa yang dimiliki. Terdapat 51 responden yang merasa bahwa mereka merupakan self-marketer, sementara 27 responden mengaku bahwa diri mereka masih belum memiliki jiwa self-marketing. Dari segi kemandirian, 61 responden merasa mampu bekerja secara mandiri, kendati sejumlah 15 responden masih merasa diri mereka cenderung tidak mampu bekerja secara mandiri.
Di samping itu, 65 responden mengaku bahwa mereka berkemampuan untuk menjalankan beberapa tugas secara bersamaan dalam satu waktu. Hanya 24 responden saja yang merasa tidak memiliki kemampuan multitasking. Dari segi kemampuan komunikasi, sebanyak 70 responden meyakini bahwa mereka telah berkemampuan baik dalam komunikasi lisan dan tertulis. Hanya 3 responden saja yang merasa kemampuan komunikasi yang dimiliki masih kurang baik. Serupa dengan kemampuan komunikasi, dari sisi kemampuan memecahkan masalah, sebanyak 70 responden mengaku bahwa mereka adalah pemecah masalah yang kreatif dan inovatif. Sementara itu, hanya 3 responden saja yang merasa bahwa diri mereka bukan tipe pemecah masalah yang demikian. Sebanyak 37 responden lainnya masih ragu-ragu atau memilih netral mengenai kemampuan mereka dalam memecahkan masalah.
5. Intensi
Intensi menjadi salah satu aspek dalam komponen penelitian untuk mengetahui pandangan responden terhadap pekerjaan freelance secara lebih dalam. Intensi yang dimaksud adalah keinginan responden untuk memiliki pekerjaan freelance di masa depan atau setelah dinyatakan lulus dari perguruan tinggi. Grafik 6 menunjukkan intensi mahasiswa FEB UGM terhadap pekerjaan freelance dengan memperhatikan tiga hal: pengetahuan perihal pajak bagi pekerja freelance, minat dalam diri individu, dan pengetahuan mengenai situs jejaring sosial yang memberikan informasi pekerjaan freelance. Sebanyak 40 responden berpikir bahwa freelancer tidak memiliki kewajiban membayar pajak. Dalam hukum, pekerja lepas tetap memiliki kewajiban menyetor dan melaporkan pajak penghasilan. Sayangnya, responden yang sangat sadar kewajiban pajak memiliki persentase terendah, yaitu sebesar 3 persen atau sekitar 3 orang saja.

Selain itu, kami berasumsi bahwa responden yang tertarik dan berkeinginan memiliki pekerjaan freelance akan lebih familier dengan platform atau situs jejaring sosial yang memberikan informasi pekerjaan freelance, seperti Upwork, Fiverr, Toptal, Simply Hired, dan lainnya. Namun, hasil menunjukkan bahwa hanya 12 responden yang benar-benar mengetahui platform ini. Terakhir, indikator minat individu menunjukkan rencana responden untuk memilih pekerjaan freelance sebagai pekerjaan utama di masa depan. Dari 110 responden, sebanyak 7 responden sangat setuju untuk menjadikan freelance sebagai pekerjaan utama, tetapi mayoritas responden sebanyak 44 tidak setuju jika freelance menjadi pekerjaan utama mereka. Terdapat pula 17 responden yang sama sekali tidak berminat pada pekerjaan freelance.
Konklusi
Penelitian ini menunjukkan persepsi hingga intensi mahasiswa FEB UGM terhadap pekerjaan freelance sebagai pilihan karir di masa depan. Secara garis besar, mahasiswa FEB UGM mengetahui dengan baik karakteristik freelancer Tiga karakteristik pekerjaan freelance yang mendapatkan persetujuan terbesar dari mahasiswa FEB UGM adalah memberikan hal-hal baru dalam menambah skill atau kemampuan diri, pekerjaan independen dan bebas, dan pekerjaan yang menyenangkan. Dari sisi kepuasan, mahasiswa FEB UGM berpikir bahwa tiga hal yang paling mendatangkan kepuasan dari pekerjaan ini adalah kesempatan melakukan pekerjaan yang variatif, kebebasan dalam penentuan tarif, dan manfaat pengembangan kemampuan diri individu. Jika mencocokkan karakteristik seorang freelancer dengan kemampuan diri mahasiswa FEB UGM, tiga hal yang paling disetujui adalah kemampuan multitasking, keterampilan komunikasi, dan kemampuan memecahkan masalah yang kreatif dan inovatif.
Selain itu, penelitian ini juga memperhatikan respons dari lingkungan sekitar individu, seperti jaringan pertemanan, keluarga, orang tua, dan masyarakat terhadap pekerjaan freelance. Mahasiswa FEB UGM cenderung berpikir bahwa keluarga akan netral terhadap keputusan mereka ketika memilih pekerjaan freelance. Namun, mereka juga berpikir bahwa orang tua akan tidak setuju jika pekerjaan freelance menjadi pekerjaan utama. Dalam lingkaran pertemanan, mahasiswa FEB UGM cenderung tidak akan menceritakan rencana menjadi pekerja freelance ke teman dekat. Mahasiswa FEB UGM juga melihat pekerjaan freelance belum tentu dipandang baik dan dihormati di masyarakat. Terakhir, kita juga dapat melihat bahwa sebagian besar mahasiswa FEB UGM tidak berkeinginan menjadikan pekerjaan freelance sebagai pekerjaan utama di masa depan meskipun pekerjaan ini dipandang menyenangkan dan independen.
–
Referensi
Anonim. 2018. Is Freelancing Stressful. https://afreelancelife.co.uk/2018/08/28/is-freelancing-stressful/
Aloudat, Areej Shabib. 2017. Undergraduate students’ perceptions of a tour-guiding career. Scandinavian Journal of Hospitality and Tourism. DOI: 10.1080/15022250.2017.1330847
Klinglmair, Andrea. 2015. Women’s Self-employment and Freelancers: Observations on Female Entrepreneurship. The Handbook of Research on Freelancing and Self-Employment, Chapter 5: pp. 51-62. Senate Hall Academic Publishing.
Kazi, Abdul Ghafoor & Mdyusoff, Rosman & Anwar, Khan & Kazi, Shazia. (2014). Sains Humanika The Freelancer: A Conceptual Review. Sains Humanika.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: Per-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi.
Zuraya. 2020. Kemnaker Catat 3 juta Pekerja Terdampak Covid-19. https://republika.co.id/berita/qbtiuw383/kemnaker-catat-3-juta-pekerja-terdampak-covid19.
Laoli. 2020. Peluang Bekerja Sebagai Freelancer Saat Pandemi Covid-19. https://lifestyle.kontan.co.id/news/peluang-bekerja-sebagai-freelancer-saat-pandemi-covid-19?page=all
Discussion about this post