26 °c
Yogyakarta
26 ° Fri
26 ° Sat
25 ° Sun
25 ° Mon
Thursday, January 21, 2021
  • Tentang Kami
  • Hubungi Kami
  • Kontribusi
  • Pedoman Media Siber
  • Masthead
Warta EQ
  • Home
  • Warta
    Mengulik Drama Start-Up: Realita atau Naskah Belaka?

    Mengulik Drama Start-Up: Realita atau Naskah Belaka?

    Awali dengan Proteksi sebelum Berinvestasi

    Awali dengan Proteksi sebelum Berinvestasi

    Bekerja Saat Menjadi Mahasiswa, Buat Apa?

    Bekerja Saat Menjadi Mahasiswa, Buat Apa?

    Zoom Fatigue, Pernahkah Berada pada Fase Ini?

    Zoom Fatigue, Pernahkah Berada pada Fase Ini?

    Beramai-ramai Pindah ke Simaster

    Beramai-ramai Pindah ke Simaster

    Trending Tags

    • Pemilu
  • Berita
    • All
    • FEB
    • Jogja
    • Nasional
    • UGM
    Mengulik Drama Start-Up: Realita atau Naskah Belaka?

    Mengulik Drama Start-Up: Realita atau Naskah Belaka?

    Charity Concert GMCO 2020: Berbagi Kasih Melalui Karya

    Charity Concert GMCO 2020: Berbagi Kasih Melalui Karya

    FSDE 2020: Pemulihan Ekonomi di Masa Pandemi Melalui Fintech

    FSDE 2020: Pemulihan Ekonomi di Masa Pandemi Melalui Fintech

    Closing Ceremony Porsenigama 2020: Penutup Manis Keseruan Laga Pertandingan

    Closing Ceremony Porsenigama 2020: Penutup Manis Keseruan Laga Pertandingan

    Debat Capresma Jilid Dua: Siapakah yang Terbaik?

    Debat Capresma Jilid Dua: Siapakah yang Terbaik?

    Trending Tags

    • 2019
  • Ekspresi
    • All
    • FEB Menulis
    • Fokus
    • Sastra
    Bisa

    Bisa

    Patah Hati

    Patah Hati

    Puan

    Puan

    Pentingnya Perencanaan Keuangan akibat Uang Elektronik

    Pentingnya Perencanaan Keuangan akibat Uang Elektronik

    Pendidikan tanpa Filsafat

    Pendidikan tanpa Filsafat

    Trending Tags

  • Riset
    • All
    • Jelajah Pokok
    • Opini
    • Telusur Perkara
    Sandwich Generation: Antara Bakti dan Derita

    Sandwich Generation: Antara Bakti dan Derita

    Jalan Panjang Indonesia dalam Mewujudkan Pendidikan Inklusif

    Jalan Panjang Indonesia dalam Mewujudkan Pendidikan Inklusif

    Memilih Demokrasi

    Memilih Demokrasi

    Quo Vadis Wisata Storynomics Yogyakarta

    Quo Vadis Wisata Storynomics Yogyakarta

    Regulasi Kantong Plastik dalam Jerat Kompleksitas Perilaku

    Regulasi Kantong Plastik dalam Jerat Kompleksitas Perilaku

    Trending Tags

    • Produk Kami
      • EQ News
      • Majalah
      • Mini Research
    No Result
    View All Result
    Warta EQ
    • Home
    • Warta
      Mengulik Drama Start-Up: Realita atau Naskah Belaka?

      Mengulik Drama Start-Up: Realita atau Naskah Belaka?

      Awali dengan Proteksi sebelum Berinvestasi

      Awali dengan Proteksi sebelum Berinvestasi

      Bekerja Saat Menjadi Mahasiswa, Buat Apa?

      Bekerja Saat Menjadi Mahasiswa, Buat Apa?

      Zoom Fatigue, Pernahkah Berada pada Fase Ini?

      Zoom Fatigue, Pernahkah Berada pada Fase Ini?

      Beramai-ramai Pindah ke Simaster

      Beramai-ramai Pindah ke Simaster

      Trending Tags

      • Pemilu
    • Berita
      • All
      • FEB
      • Jogja
      • Nasional
      • UGM
      Mengulik Drama Start-Up: Realita atau Naskah Belaka?

      Mengulik Drama Start-Up: Realita atau Naskah Belaka?

      Charity Concert GMCO 2020: Berbagi Kasih Melalui Karya

      Charity Concert GMCO 2020: Berbagi Kasih Melalui Karya

      FSDE 2020: Pemulihan Ekonomi di Masa Pandemi Melalui Fintech

      FSDE 2020: Pemulihan Ekonomi di Masa Pandemi Melalui Fintech

      Closing Ceremony Porsenigama 2020: Penutup Manis Keseruan Laga Pertandingan

      Closing Ceremony Porsenigama 2020: Penutup Manis Keseruan Laga Pertandingan

      Debat Capresma Jilid Dua: Siapakah yang Terbaik?

      Debat Capresma Jilid Dua: Siapakah yang Terbaik?

      Trending Tags

      • 2019
    • Ekspresi
      • All
      • FEB Menulis
      • Fokus
      • Sastra
      Bisa

      Bisa

      Patah Hati

      Patah Hati

      Puan

      Puan

      Pentingnya Perencanaan Keuangan akibat Uang Elektronik

      Pentingnya Perencanaan Keuangan akibat Uang Elektronik

      Pendidikan tanpa Filsafat

      Pendidikan tanpa Filsafat

      Trending Tags

    • Riset
      • All
      • Jelajah Pokok
      • Opini
      • Telusur Perkara
      Sandwich Generation: Antara Bakti dan Derita

      Sandwich Generation: Antara Bakti dan Derita

      Jalan Panjang Indonesia dalam Mewujudkan Pendidikan Inklusif

      Jalan Panjang Indonesia dalam Mewujudkan Pendidikan Inklusif

      Memilih Demokrasi

      Memilih Demokrasi

      Quo Vadis Wisata Storynomics Yogyakarta

      Quo Vadis Wisata Storynomics Yogyakarta

      Regulasi Kantong Plastik dalam Jerat Kompleksitas Perilaku

      Regulasi Kantong Plastik dalam Jerat Kompleksitas Perilaku

      Trending Tags

      • Produk Kami
        • EQ News
        • Majalah
        • Mini Research
      No Result
      View All Result
      Warta EQ
      Home Riset Telusur Perkara

      Setelah Lulus, lalu Apa?

      Penelitian EQ by Penelitian EQ
      October 7, 2020
      in Telusur Perkara
      0
      Setelah Lulus, lalu Apa?
      0
      SHARES
      147
      VIEWS
      Share on FacebookShare on Twitter
      ADVERTISEMENT

      Persepsi Mahasiswa FEB UGM tentang Pekerjaan Freelance
      Oleh Penelitian Equilibrium
      Ilustrasi: Amir Anugrah/EQ


      Pandemi Covid-19 telah membawa perubahan pada berbagai aspek kehidupan manusia. Perekonomian yang terkontraksi telah merenggut mata pencaharian jutaan masyarakat Indonesia. Menurut data dari Kementerian Ketenagakerjaan, per 27 Mei 2020 angka korban pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pandemi telah mencapai 3,06 juta. Berbagai kebijakan telah dilakukan untuk memitigasi dampak dari pandemi, tetapi kekhawatiran terhadap masa depan perekonomian masih menghantui. Akhir dari pandemi masih belum tampak sehingga masa depan lapangan kerja di Indonesia juga tidak dapat dipastikan. Ketidakpastian tersebut diduga memengaruhi persepsi masyarakat terhadap pekerjaan. PHK yang marak terjadi di mana-mana menimbulkan pesimisme terhadap profesi sebagai pekerja tetap. Di tengah pesimisme tersebut, pekerjaan sebagai freelancer hadir memberikan peluang yang lebih baik.  Public & Government Affairs Professional Donna Murdijanto Priadi berpendapat bahwa tingginya tingkat PHK memberikan peluang bagi mereka yang ingin terjun menjadi freelancer. Fleksibilitas merupakan salah satu keunggulan utama freelancer dibandingkan pekerja tetap. Namun,  freelancer masih mendapatkan stigma negatif dari masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah pendapatan yang kurang stabil. Kecenderungan persepsi masyarakat terhadap freelancer, khususnya di lingkungan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM), akan digali lebih lanjut dalam penelitian ini.

      Tentang Penelitian 

      Penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan kuesioner daring melalui Google Form kepada mahasiswa FEB UGM. Jumlah responden yang didapat adalah 110 responden yang terdiri atas 43 persen mahasiswa Manajemen, 29 persen mahasiswa Akuntansi, dan 28 persen mahasiswa Ilmu Ekonomi. 

      Responden  berasal dari angkatan 2016, 2017, 2018, 2019 dan 2020. Jumlah responden masing-masing angkatan dalam persentase adalah 2 persen, 9 persen, 44 persen, 29 persen, dan 16 persen berturut-turut. Dari keseluruhan responden, 58 persen di antaranya belum pernah memiliki pengalaman langsung di dunia kerja dalam bentuk magang, kerja paruh waktu, atau pekerjaan lainnya. Bentuk penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Sebelumnya, kuesioner telah terlebih dahulu diuji menggunakan Cronbach Alpha dan dinyatakan valid dan reliabel. Kuesioner menggunakan skala Likert satu sampai lima dengan urutan sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju, dan sangat tidak setuju.

      Mengapa Pekerjaan Freelance yang Menjadi Perhatian?

      Seperti yang kita ketahui, persaingan di pasar tenaga kerja semakin meningkat dengan banyaknya pekerja yang dirumahkan, dan berbagai jenis bisnis menurunkan atau bahkan menghentikan operasi. Perkembangan teknologi yang mendorong knowledge economy juga memberi ruang kepada profesi-profesi yang tidak bergantung kepada sistem kelembagaan dan lebih mementingkan spesialisasi keahlian tertentu, seperti content creator, videografer, dan lainnya. Hal-hal tersebut menyediakan kesempatan yang unik bagi profesi-profesi berbentuk freelance yang dapat menjadi opsi karir utama bagi mahasiswa di masa depan. Pada penelitian ini, kami mendefinisikan freelance atau pekerja lepas sebagai pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila bekerja berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu pekerjaan yang diminta pemberi kerja (PASAL 1 Angka 11 PER-16/2016). Adapun jenis profesi pekerja lepas yang beragam, mulai dari konsultan, desainer grafis, pemrogram, dan lainnya.

      Hasil

      Baca Juga

      Partisipasi Wanita dalam Lingkungan Patriarki: Perspektif Mahasiswi FEB UGM

      1. Karakteristik Pekerjaan (Nature of work)

      Pertama, untuk mengetahui karakteristik pekerjaan freelance, responden diminta untuk menjawab sepuluh pertanyaan mengenai karakteristik pekerjaan freelance yang diadaptasi dari rumusan Aloudat (2017). Sepuluh pertanyaan tersebut mewakili karakteristik dasar pekerjaan freelance. Tingkat persetujuan terhadap karakteristik tersebut menyatakan persepsi mahasiswa FEB terkait freelancer dan kehidupannya, seperti yang terlihat dalam grafik 2. Terdapat 89 responden berpikir bahwa pekerjaan freelance selalu mempelajari hal baru. Hal ini sesuai dengan anggapan Aloudat bahwa selalu ada yang dipelajari oleh freelancer dalam menelusuri karirnya. Terkait hubungan pekerjaan dengan kebebasan individu, 81 responden juga merasa pekerjaan freelance mampu memberi rasa independen dan bebas. Selain itu, berdasarkan namanya, pekerjaan freelance dianggap menyenangkan, baik dalam hal umum maupun interaksi sosialnya, oleh lebih dari 79 responden. Hal ini didukung oleh 71 responden yang merasa bahwa pekerjaan freelance tidak membosankan sama sekali.  Pola kerja freelancer tidak dirasa membebani bagi 61 responden. Enam dari sepuluh karakteristik pekerja freelance disetujui oleh lebih dari setengah responden, yang berarti mahasiswa FEB memiliki perspektif positif terhadap pekerjaan freelance.

      Jumlah responden yang tidak mudah stres dalam pekerjaan freelance tidak jauh berbeda dari responden yang menjawab netral. Hal ini sesuai dengan pendapat para pekerja freelance di Britania Raya yang mengatakan bahwa tingkat stres dalam pekerjaan ini bergantung dari banyak faktor, salah satunya adalah sifat klien yang sedang ditangani. Sama halnya dengan kecepatan jenjang karir, poin ini bergantung pada jenis dan jumlah pekerjaan freelance yang dilakukan. Satu-satunya perspektif negatif mahasiswa FEB terhadap pekerjaan freelance adalah pendapatan yang kurang stabil.

      2. Kepuasan Pekerjaan (Job Satisfaction) 

      Kepuasan kerja menjadi aspek lanjutan setelah mengetahui persepsi mengenai karakteristik pekerjaan freelance. Aspek ini berisikan faktor intrinsik yang mendukung pekerja freelance meraih kepuasan dalam bekerja. Pertanyaan memiliki fokus pada kualitas pekerjaan, kebutuhan skill, dan perjuangan melakukan pekerjaan tersebut. Grafik 3 menunjukkan kepuasan mahasiswa FEB terhadap pekerjaan freelance dengan memperhatikan tujuh hal. Sejumlah 86 responden cenderung lebih merasa puas dengan pekerjaan freelance karena variasi pekerjaan yang dapat dilakukan. Sama halnya dengan aspek pendapatan, freelancer yang memiliki kebebasan menentukan tarifnya sendiri menghadirkan kepuasan kerja yang lebih tinggi seperti yang disetujui oleh 64 responden. Selanjutnya, kami berasumsi bahwa kemampuan (skill) individu akan tereksplorasi secara maksimal jika bekerja sebagai freelancer dan 64 responden setuju terhadap pernyataan tersebut. Kemampuan yang lebih terasah akan meningkatkan kemudahan individu untuk dapat melakukan pekerjaannya dan meningkatkan kepuasan kerja. Selain ketiga faktor tersebut, kebebasan pengaturan waktu kerja dan waktu luang menjadi poin penting untuk meningkatkan kepuasan kerja. Sebanyak 60 responden menyetujui bahwa pekerjaan freelance memiliki lebih banyak waktu luang. 

      Sementara itu, 59 responden cenderung tidak memberi respon yang pasti terkait kepuasan atas pendapatan yang diterima. Pendapatan freelancer tidak memberi kepuasan kerja yang baik, mengingat tidak stabilnya pendapatan yang diperoleh. Sejumlah 45 responden menyatakan, jika bekerja sebagai freelance, individu akan khawatir kehilangan pekerjaan. Klinglmair (2015) menyatakan keamanan pekerjaan freelance yang cukup rendah cenderung menurunkan kepuasan individu terhadap pekerjaan sebagai freelance, serupa dengan hasil survei. Hal serupa juga berlaku pada besaran tanggung jawab yang diampu jika menjadi freelancer. Sebanyak 53 responden menyatakan bahwa menjadi freelancer akan membuat mereka melakukan tugas dalam jumlah besar, yang kemudian menurunkan tingkat kepuasan terhadap pekerjaan freelance.

      3. Perspektif Sosial Kemasyarakatan

      Perspektif sosial kemasyarakatan mengambil pandangan dari lingkungan individu terkait apabila individu tersebut menjadi freelancer. Item-item pertanyaan didasarkan pada variabel status sosial dari penelitian yang dilakukan oleh Aloudat (2017). Perspektif ini diperoleh dari pandangan masyarakat, keinginan orang tua, kebanggaan keluarga, serta keinginan individu untuk bercerita terkait pekerjaan freelance pada teman-teman dekatnya. Dari perspektif masyarakat, 34 responden merasa pekerjaan freelance tidak dipandang baik dan dihormati oleh masyarakat, dan hanya sekitar 14 responden saja yang beranggapan bahwa pekerjaan freelance dipandang baik. Namun, sebanyak 62 responden memilih untuk netral mengenai baik-buruknya pandangan masyarakat ini.

      Di sisi lain, sebanyak 27 responden menyatakan orang tuanya tidak menginginkan mereka bekerja sebagai freelancer. Namun, sebanyak dua kali lipat responden menyatakan bahwa orang tuanya tidak masalah apabila mereka menjadikan freelance sebagai pekerjaan utama, sementara 29 responden lainnya memilih untuk netral. Dari perspektif keluarga, diketahui sebanyak 27 responden menyatakan bahwa keluarganya akan bangga apabila ia menjadi freelancer, sementara 40 responden cenderung tidak setuju. Dari perspektif teman dekat, hanya sebanyak 29 responden menceritakan keinginannya sebagai freelance kepada teman-teman dekatnya. Sementara itu, sebanyak 49 responden cenderung tidak ingin menceritakan keinginannya sebagai freelance pada teman-temannya.

      4. Karakteristik Individu

      Untuk mengetahui karakteristik freelancer yang melekat pada tiap individu, digunakan sembilan butir pertanyaan yang diperoleh dari karakteristik pekerja lepas yang dirumuskan oleh Kazi et al. (2014). Dari butir-butir tersebut, diperoleh bahwa 38 responden merasa diri mereka memiliki kesuksesan dalam pengalaman tertentu selama beberapa tahun, sementara 24 merasa sebaliknya. Terdapat 48 responden memilih netral atau masih ragu-ragu mengenai kesuksesan pengalamannya. Dari sisi jaringan sosial, 40 responden merasa memiliki jaringan sosial yang kuat, baik itu secara individu maupun profesional, sedangkan 31 responden lainnya berpikiran bahwa mereka belum memiliki jaringan sosial yang kuat. Dari segi risiko pekerjaan, sebanyak 47 responden merasa dirinya mampu menangani risiko tinggi terkait pekerjaan, meskipun sebanyak 35 responden masih cenderung berpikir untuk menghindari risiko tersebut.

      Ditinjau dari skill yang dimiliki, 51 responden merasa bahwa dirinya telah memiliki skill atau keahlian yang permintaannya sedang tinggi, hanya 15 responden saja yang masih merasa bahwa dirinya tidak memiliki skill tersebut. Tidak hanya itu, karakteristik yang ditinjau juga meliputi kemampuan self-marketing, yaitu perasaan menikmati ketika harus mempromosikan atau menjual jasa yang dimiliki. Terdapat 51 responden yang merasa bahwa mereka merupakan self-marketer, sementara 27 responden mengaku bahwa diri mereka masih belum memiliki jiwa self-marketing. Dari segi kemandirian, 61 responden merasa mampu bekerja secara mandiri, kendati sejumlah 15 responden masih merasa diri mereka cenderung tidak mampu bekerja secara mandiri. 

      Di samping itu, 65 responden mengaku bahwa mereka berkemampuan untuk menjalankan beberapa tugas secara bersamaan dalam satu waktu. Hanya 24 responden saja yang merasa tidak memiliki kemampuan multitasking. Dari segi kemampuan komunikasi, sebanyak 70 responden meyakini bahwa mereka telah berkemampuan baik dalam komunikasi lisan dan tertulis. Hanya 3 responden saja yang merasa kemampuan komunikasi yang dimiliki masih kurang baik. Serupa dengan kemampuan komunikasi, dari sisi kemampuan memecahkan masalah, sebanyak 70 responden mengaku bahwa mereka adalah pemecah masalah yang kreatif dan inovatif. Sementara itu, hanya 3 responden saja yang merasa bahwa diri mereka bukan tipe pemecah masalah yang demikian. Sebanyak 37 responden lainnya masih ragu-ragu atau memilih netral mengenai kemampuan mereka dalam memecahkan masalah.

      5. Intensi

      Intensi menjadi salah satu aspek dalam komponen penelitian untuk mengetahui pandangan responden terhadap pekerjaan freelance secara lebih dalam. Intensi yang dimaksud adalah keinginan responden untuk memiliki pekerjaan freelance di masa depan atau setelah dinyatakan lulus dari perguruan tinggi. Grafik 6 menunjukkan intensi mahasiswa FEB UGM terhadap pekerjaan freelance dengan memperhatikan tiga hal: pengetahuan perihal pajak bagi pekerja freelance, minat dalam diri individu, dan pengetahuan mengenai situs jejaring sosial yang memberikan informasi pekerjaan freelance. Sebanyak 40 responden berpikir bahwa freelancer tidak memiliki kewajiban membayar pajak. Dalam hukum, pekerja lepas tetap memiliki kewajiban menyetor dan melaporkan pajak penghasilan. Sayangnya, responden yang sangat sadar kewajiban pajak memiliki persentase terendah, yaitu sebesar 3 persen atau sekitar 3 orang saja.

      Selain itu, kami berasumsi bahwa responden yang tertarik dan berkeinginan memiliki pekerjaan freelance akan lebih familier dengan platform atau situs jejaring sosial yang memberikan informasi pekerjaan freelance, seperti Upwork, Fiverr, Toptal, Simply Hired, dan lainnya. Namun, hasil menunjukkan bahwa hanya 12 responden yang benar-benar mengetahui platform ini. Terakhir, indikator minat individu menunjukkan rencana responden untuk memilih pekerjaan freelance sebagai pekerjaan utama di masa depan. Dari 110 responden, sebanyak 7 responden sangat setuju untuk menjadikan freelance sebagai pekerjaan utama, tetapi mayoritas responden sebanyak 44 tidak setuju jika freelance menjadi pekerjaan utama mereka. Terdapat pula 17 responden yang sama sekali tidak berminat pada pekerjaan freelance.

      Konklusi

      Penelitian ini menunjukkan persepsi hingga intensi mahasiswa FEB UGM terhadap pekerjaan freelance sebagai pilihan karir di masa depan.  Secara garis besar, mahasiswa FEB UGM mengetahui dengan baik karakteristik freelancer Tiga karakteristik pekerjaan freelance yang mendapatkan persetujuan terbesar dari mahasiswa FEB UGM adalah memberikan hal-hal baru dalam menambah skill atau kemampuan diri, pekerjaan independen dan bebas, dan pekerjaan yang menyenangkan. Dari sisi kepuasan, mahasiswa FEB UGM berpikir bahwa tiga hal yang paling mendatangkan kepuasan dari pekerjaan ini adalah kesempatan melakukan pekerjaan yang variatif, kebebasan dalam penentuan tarif, dan manfaat pengembangan kemampuan diri individu. Jika mencocokkan karakteristik seorang freelancer dengan kemampuan diri mahasiswa FEB UGM, tiga hal yang paling disetujui adalah kemampuan multitasking, keterampilan komunikasi, dan kemampuan memecahkan masalah yang kreatif dan inovatif.

      Selain itu, penelitian ini juga memperhatikan respons dari lingkungan sekitar individu, seperti jaringan pertemanan, keluarga, orang tua, dan masyarakat terhadap pekerjaan freelance. Mahasiswa FEB UGM cenderung berpikir bahwa keluarga akan netral terhadap keputusan mereka ketika memilih pekerjaan freelance. Namun, mereka juga berpikir bahwa orang tua akan tidak setuju jika pekerjaan freelance menjadi pekerjaan utama. Dalam lingkaran pertemanan, mahasiswa FEB UGM cenderung tidak akan menceritakan rencana menjadi pekerja freelance ke teman dekat. Mahasiswa FEB UGM juga melihat pekerjaan freelance belum tentu dipandang baik dan dihormati di masyarakat. Terakhir, kita juga dapat melihat bahwa sebagian besar mahasiswa FEB UGM tidak berkeinginan menjadikan pekerjaan freelance sebagai pekerjaan utama di masa depan meskipun pekerjaan ini dipandang menyenangkan dan independen. 

      –

      Referensi

      Anonim. 2018. Is Freelancing Stressful. https://afreelancelife.co.uk/2018/08/28/is-freelancing-stressful/

      ADVERTISEMENT

      Aloudat, Areej Shabib. 2017. Undergraduate students’ perceptions of a tour-guiding career. Scandinavian Journal of Hospitality and Tourism. DOI: 10.1080/15022250.2017.1330847

      Klinglmair, Andrea. 2015. Women’s Self-employment and Freelancers: Observations on Female Entrepreneurship. The Handbook of Research on Freelancing and Self-Employment, Chapter 5: pp. 51-62. Senate Hall Academic Publishing.  

      Kazi, Abdul Ghafoor & Mdyusoff, Rosman & Anwar, Khan & Kazi, Shazia. (2014). Sains Humanika The Freelancer: A Conceptual Review. Sains Humanika. 

      Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: Per-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi.

      Zuraya. 2020. Kemnaker Catat 3 juta Pekerja Terdampak Covid-19. https://republika.co.id/berita/qbtiuw383/kemnaker-catat-3-juta-pekerja-terdampak-covid19. 

      Laoli. 2020. Peluang Bekerja Sebagai Freelancer Saat Pandemi Covid-19. https://lifestyle.kontan.co.id/news/peluang-bekerja-sebagai-freelancer-saat-pandemi-covid-19?page=all

      ADVERTISEMENT
      Penelitian EQ

      Penelitian EQ

      Related Posts

      Partisipasi Wanita dalam Lingkungan Patriarki: Perspektif Mahasiswi FEB UGM
      Riset

      Partisipasi Wanita dalam Lingkungan Patriarki: Perspektif Mahasiswi FEB UGM

      June 1, 2019
      259

      Discussion about this post

      ADVERTISEMENT

      POPULAR NEWS

      • Unpaid Internship, Magang Dibayar Pakai Pengalaman

        Unpaid Internship, Magang Dibayar Pakai Pengalaman

        0 shares
        Share 0 Tweet 0
      • Teori Black Swan: Bercermin dari Angkuhnya Ketidakmungkinan

        4 shares
        Share 4 Tweet 0
      • Kapitalisme: Kutukan bagi Demokrasi Ekonomi

        0 shares
        Share 0 Tweet 0
      • Predikat 'Cum Laude' Merajalela, Kredibilitas Nilai Dipertanyakan?

        0 shares
        Share 0 Tweet 0
      • Do Big, Be Big

        0 shares
        Share 0 Tweet 0
      ADVERTISEMENT
      Facebook Twitter Instagram
      Warta EQ

      BPPM Equilibrium adalah lembaga mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) yang berdiri pada tahun 1968.

      Yogyakarta, Indonesia
      Thursday, January 21, 2021
      Scattered Thunderstorms
      26 ° c
      83%
      3.73mh
      -%
      28 c 23 c
      Fri
      29 c 23 c
      Sat
      28 c 23 c
      Sun
      28 c 23 c
      Mon

      © 2019 Redaksi Digital

      No Result
      View All Result
      • Home
      • Warta
      • Berita
      • Ekspresi
      • Riset
      • Produk Kami
        • EQ News
        • Majalah
        • Mini Research

      © 2019 Redaksi Digital

      Login to your account below

      Forgotten Password? Sign Up

      Fill the forms bellow to register

      All fields are required. Log In

      Retrieve your password

      Please enter your username or email address to reset your password.

      Log In