Kita memasuki tahun 2016. Saat ini, dunia termasuk Indonesia akan menghadapi transisi di dalam aspek ekonomi bisnis, isu regional, dan sosial. Ketiga hal tersebut menunjukkan bahwa dunia bukanlah tempat yang bergerak secara teratur. Divisi Penelitian Equilibrium akan membuka edisi lini masa di tahun ini dengan prediksi apa dan bagaimana ketiga aspek tersebut saling mempengaruhi dinamika dunia.
Di bidang ekonomi dan bisnis, kondisi awal tahun dibuka dengan optimis. Direktur Pelaksana IMF (International Monetary Fund) memprediksi pertumbuhan global sebesar 3,6 persen di tahun 2016. Prediksi ini naik dibandingkan dengan tahun 2015 dimana pertumbuhan global tumbuh hanya sebesar 3,1 persen. Tentunya, kita mengetahui bahwa dunia sedang berupaya untuk menyesuaikan indikator ekonomi makro setelah krisis finansial. Pertumbuhan jangka menengah juga harus memperhatikan investasi infrastruktur yang penting untuk peningkatan output barang. Di lain sisi, kegiatan ekonomi dan bisnis juga akan mengarah ke pengembangan berkelanjutan (sustainable development) setelah pada akhir tahun 2015, PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) mengesahkan SDG (Sustainable Development Goals) untuk 15 tahun mendatang.
Sebaliknya, investasi di tahun 2016 akan tidak menentu. The Economist menyebutkan beberapa indikatornya. Pertama adalah, pertumbuhan Cina yang cenderung melambat, dan potensi The Fed menaikkan tingkat bunga. Di lain pihak, pasar modal di negara-negara maju menikmati kebijakan bunga yang rendah sehingga investor mampu menaruh asset di portofolio yang penuh resiko. Selain isu investasi, aka nada ekonom yang bersinar melalui penelitian mengenai pasar modal. Setelah Thomas Piketty menulis buku Capital in the Twenty-First Centurypada tahun 2015, giliran Helene Rey,ekonom dari London Business School, yang menjelaskan mengenai siklus finansial di tahun ini. Menurut Rey, dilema yang terjadi dari isu ekonomi selain ketidaksetaraan (inequality) adalah mengenai pasar modal. Ketika negara berkembang mendapatkan investasi asing maka kontrol terhadap bisnis akan berkurang dan regulasi akan tidak menentu.
Di bidang regional, Asia tetap akan menjadi mesin pertumbuhan dunia. The Economist memprediksi bahwa pertumbuhan PDB Asia tahun ini sebesar 5,4 persen. Pertumbuhan PDB terbesar akan dirasakan oleh Laos, Turkeministan, dan Kamboja. Pertumbuhan ini dikarenakan transisi politik sehingga investasi luar negeri masuk ke tiga negara tersebut. Di lain sisi, pasar negara berkembang akan menghadapi dilema harga komoditas yang rendah, pertumbuhan Cina yang rendah, dan kenaikan harga dollar. Ekonomi Cina diprediksi hanya akan tumbuh di kisaran 6,5 persen. Indikator ekonomi Cina yang patut diperhatikan adalah kondisi hutang pemerintah serta nilai tukar renminbi yang memberikan efek terhadap volatilitas nilai saham di negara berkembang.
Terakhir, dalam bidang sosial-politik, kawasan Asia mempunyai beberapa isu menarik. Salah satunya ialah konstelasi antara Amerika dan Cina dalam memberikan pengaruh militer di kawasan Laut Cina Selatan akan memanas. Dalam jangka waktu setahun terakhir, Cina telah membuat pulau buatan di kawasan yang dipersengketakan oleh beberapa negara. Selain itu, aktivitas militer dari negara yang bersengketa akan semakin terlihat. Cina juga akan berjuang dalam memberikan pengaruhnya di “negara” tentangganya yaitu Taiwan. Setelah Tsai Ing-Wen terpilih sebagai presiden Taiwan, dia menolak konsensus tahun 1992 yang berisi pernyataan satu Cina di dunia. Timur Tengah juga tengah berupaya mencari keseimbangan setelah Arab Saudi dan Iran menghadapi tensi politik. Setelah kedua negara memutuskan hubungan dipolomatik, kedua negara akan berupaya untuk memperbaiki hubungan diplomatic karena kondisi kawasan. Setelah UN, Uni Eropa, India, dan Jepang melepas sanksinya terhadap Iran, Iran diperkenankan untuk menjalin hubungan bisnis dalam bidang perminyakan.Selain itu, kawasan Afrika akan tetap bergejolak di tahun ini. Negara-negara Afrika akan bergulat dengan perpecahan di pemerintahan dan isu terorisme yang terjadi.
Di sisi lain, kawasan Eropa akan bergulat dengan beberapa isu. Isu pertama yaitu, bail out Yunani yang ditandatangani pada Agustus 2015. Kedua, pertempuran di Ukraina dan pengiriman senjata ke Suriah oleh Rusia. Ketiga,referendum Inggris untuk bertahan atau tidak di Zona Euro. Dan yang terakhir adalah migrasi pengungsi. Dikutip dari The Economist, migrasi merupakan isu tersulit dikarenakan belum terjadinya koordinasi yang maksimal di tingkat pemerintahan Uni Eropa. Eropa masih terbelah dengan berbagai kepentingan. Terdapat negara yang menolak pengungsi seperti Hungaria, dan ada yang menerimanya seperti Jerman. Isu pengungsi ini juga akan digunakan sebagai tema perdebatan politik dikarenakan Jerman dan Perancis akan menggelar pemilu pada tahun 2017.
Akhirnya, tahun 2016 merupakan tahun transisi dalam semua bidang. Termasuk perubahan ke arah yang lebih baik di setiap lini kehidupan. Masa yang akan menentukan generasi kita ke depannya.
Sumber: The World in 2016, The Economist Special Edition
(Alexander Michael Tjahjadi)
Discussion about this post