Sejak pertengan tahun ini, tepatnya pada bulan Agustus lalu, terjadi pergantian kepengurusan di Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM). Sekretaris jurusan (sekjur) yang semula dipegang oleh Fuad Rakhman, Ph.D., kini digantikan oleh Rijadh Djatu Winardi, S.E., M.Sc., CFE.
Pergeseran kepengurusan tersebut merupakan respon dari departemen terhadap permintaan sekjur yang lama, untuk tidak memperpanjang masa jabatannya. Sebetulnya, masa kepengurusan sekdep yang lama telah berakhir dipenghujung tahun lalu. Akan tetapi, kemudian muncul kebijakan baru dari Rektorat untuk menyesuaikan masa pergantian kajur (ketua jurusan) dan sekjur bersamaan dengan pergantian dekan yang jatuh pada tahun 2016. Saat di temui di ruangan kerjanya, sekjur baru yang akrab disapa Rijadh itu, menuturkan alasannya menerima tawaran atas posisi tersebut. “Saya lebih cenderung ke ingin memberikan kontribusi pada departemen,” ungkapnya. Rijadh juga mengatakan dengan mengampu jabatan sebagai sekretaris jurusan, beliau dapat melakukan banyak hal, seperti perbaikan jurusan, dan pelayanan bagi mahasiswa yang merupakan hal baru bagi beliau. Alasan lainnya adalah adanya kendala dari calon-calon yang lain, seperti kesibukan mengurus sekolah S-3.
Proses pemilihan kajur dan sekjur dilakukan dalam rapat musyawarah yang dihadiri oleh seluruh dosen di jurusan. Akan tetapi, menurut Rijadh, untuk kasus kali ini pemilihan dirinya lebih ke aklamasi, yaitu pengajuan nama calon oleh kajur dan kemudian disetujui oleh forum musyawarah. Pak Rijadh juga sempat menyinggung terkait target Jurusan Akuntansi. Untuk jangka pendek, departemen memiliki target untuk dapat melakukan assestment sertifikasi AUN (ASEAN University Network) pada Desember tahun ini. AUN merupakan sertifikasi yang bertujuan untuk menyamakan kualitas standar universitas di ASEAN. Di UGM sendiri baru 15 prodi yang berhasil memperoleh sertifikasi AUN. Selain itu, beliau juga mengungkapkan bahwa sebenarnya banyak sekali hal-hal sederhana yang dapat dilakukan oleh jurusan, tapi belum terealisasikan. Salah satunya adalah peningkatan softskill mahasiswa, seperti melakukan pelatihan menulis skripsi dan kemampuan komunikasi atau public speaking. “Ini kan simple ya, tapi departemen (jurusan) belum sempat melakukan hal itu. Kita (jurusan) terlalu banyak kelas yang harus diajar, sehingga support ke mahasiswa juga sedikit berkurang, padahal softskill seperti itu juga penting,” jelasnya.
(Revina Putri, Stefanie E Jovita/EQ)
Discussion about this post