Penulis: Nicolas Gea dan Mila Nadia/EQ
Foto oleh M. Furqon Al Habsyi/EQ
“Kakak, mimpi basah itu apa?”
“Bu, cara buat adik itu bagaimana?”
Pertanyaan-pertanyaan sederhana yang mungkin terdengar biasa saja di telinga kita, namun nyatanya bisa saja membuat kita membisu seribu kata saat seorang anak bertanya. Hanya ada dua pilihan, diam lalu mengalihkan pembicaraan atau menjawab dan memberikan pemahaman. “Sial, itu pertanyaan yang tidak pernah dijawab papa dulu,” kalimat itulah yang mungkin ada di benak kita. Seolah banyak pertanyaan yang tak dapat kita terima apa jawabnya. Seketika kita menyalahkan orang tua dan berpikir mengapa pendidikan seks tak pernah dibicarakan ketika minum teh bersama di kala senja atau saat berkumpul di ruang keluarga setelah menonton serial drama.
“Pendidikan adalah senjata terkuat di dunia yang bisa anda gunakan untuk mengubah dunia.” Begitulah kalimat yang pernah dilontarkan Nelson Mandela melalui pidatonya di Madison Park High School pada 23 Juni 1990. Pendidikan mengenai sains maupun humaniora memang sangat penting bagi umat manusia dalam memajukan peradaban. Akan tetapi, pendidikan tidak hanya sebatas pada matematika, fisika, dan bidang eksakta lainnya. Ada hal krusial lain yang masih kurang diperhatikan, yaitu pendidikan seks. Sudah menjadi rahasia umum jika pembicaraan mengenai pendidikan seks di Indonesia adalah hal yang tabu. Sejak era Koes Plus berjaya hingga lagu koplo naik kasta, pendidikan mengenai seksualitas masih jarang dibicarakan di sekolah atau keluarga.
Berbagai kasus yang berhubungan dengan “seks” sering berseliweran di koran bahkan media sosial. Mulai dari perilaku seks bebas, kehamilan di luar pernikahan, kasus pemerkosaan, tindakan aborsi, hingga penularan penyakit seksual. Komnas Perempuan pun menyampaikan catatan bahwa terdapat 17.088 kasus kekerasan seksual yang terjadi selama 2016-2018. Dalam kasus tersebut terdapat 8.797 kasus pemerkosaan atau 52 persen dari total kasus kekerasan seksual. Hasil riset lain juga menunjukan bahwa lebih dari 30 persen remaja di Indonesia telah melakukan seks bebas di luar pengawasan orang tua. Selain itu, diperkirakan 2,3 juta perempuan melakukan tindakan aborsi secara ilegal, di mana dua pertiga diantaranya merupakan remaja. Hal-hal semacam ini menjadi gambaran nyata bahwa kualitas pendidikan seks di Indonesia masih tergolong rendah.
Kurangnya pendidikan mengenai seks di Indonesia tidak terlepas dari stigma bahwa seks adalah topik bagi orang dewasa saja, seakan permasalahan seks selalu erat dengan hubungan biologis. Hal senada juga diungkapkan oleh seorang psikolog klinis, Inez Kristanti. Dilansir dari Liputan6.com, ia berpendapat jika kebanyakan orang tua salah kaprah dalam memahami arti pendidikan seks. Menurutnya, beberapa orang tua menganggap jika memberi pendidikan seks sama dengan memberi dorongan untuk melakukan seks. Padahal, hal tersebut jelas tidak benar.
Pembicaraan mengenai pendidikan seks juga sering kali terbentur dengan norma. Seseorang menjadi tidak berani membicarakan pendidikan seks karena takut dicap sebagai orang tak bermoral. Lebih dari itu, banyak yang menyamakan pendidikan seksual dengan pornografi. Padahal, orang yang tidak memperoleh pendidikan seks dengan baik justru akan mencari informasi mengenai seks melalui pornografi. Sejatinya, pendidikan seks merupakan sarana untuk mengenal diri sebagai manusia, bukan pendidikan yang menyesatkan logika. Pendidikan seks juga tidak sebatas organ reproduksi manusia, tetapi juga seluk-beluk lainnya yang perlu dipahami bersama.
Pemerintah memang sudah mulai memasukkan pendidikan seks di kurikulum pendidikan. Namun, materi itu hanya sebatas teori biologi dengan berbagai kata-kata rumit yang mungkin sulit diserap dan akan dilupakan saat ujian telah berlalu. Sudah selayaknya pendidikan seks lebih dari sekadar pelajaran biologi yang harus diberikan sejak dini dan bertahap. Seorang anak kecil tentu tidak akan mengerti dengan penggunaan istilah yang rumit. Mereka harus diedukasi dengan bahasa yang mudah dipahami. Edukasi itu bisa tercipta saat ada keterbukaan. Apabila seorang anak kecil bertanya mengenai hal-hal yang berhubungan dengan seks, jawablah pertanyaan itu dengan benar. Jangan langsung menepis pertanyaan itu dengan dalih zina dan menyalahi aturan agama.
Saat seseorang beranjak dewasa, pertanyaan yang mereka miliki terhadap seks akan semakin banyak pula. Mungkin mereka akan bertanya, apa itu kondom? Apa guna mutual consent? Bagaimana cara menjaga kesehatan alat vital? Mengapa seseorang bisa dikatakan perawan? Apakah penggunaan pembalut merusak lingkungan? Pertanyaan-pertanyaan itu mungkin hanya sebagian kecil contoh dari rasa penasaran yang biasa remaja pikirkan.
Pada akhirnya, pendidikan seks bukan sekadar pendidikan kaku mengenai anatomi manusia. Pendidikan seks merupakan cara bagi manusia untuk lebih mengenal dirinya dan orang lain di sekitarnya. Pendidikan ini penting untuk mengurangi hal-hal negatif seperti pemerkosaan, aborsi ilegal, penularan penyakit seksual dan lain sebagainya. Mari sejenak membuka lembar selanjutnya. Menilik beberapa hal tentang serba-serbi yang sering dianggap tabu sambil ditemani sepotong roti dan secangkir kopi di pagi hari.
Discussion about this post