27 °c
Yogyakarta
26 ° Tue
25 ° Wed
25 ° Thu
26 ° Fri
Monday, January 18, 2021
  • Tentang Kami
  • Hubungi Kami
  • Kontribusi
  • Pedoman Media Siber
  • Masthead
Warta EQ
  • Home
  • Warta
    Awali dengan Proteksi sebelum Berinvestasi

    Awali dengan Proteksi sebelum Berinvestasi

    Bekerja Saat Menjadi Mahasiswa, Buat Apa?

    Bekerja Saat Menjadi Mahasiswa, Buat Apa?

    Zoom Fatigue, Pernahkah Berada pada Fase Ini?

    Zoom Fatigue, Pernahkah Berada pada Fase Ini?

    Beramai-ramai Pindah ke Simaster

    Beramai-ramai Pindah ke Simaster

    Tinggal Sendiri atau Tinggal Bareng Aja, Ya?

    Tinggal Sendiri atau Tinggal Bareng Aja, Ya?

    Trending Tags

    • Pemilu
  • Berita
    • All
    • FEB
    • Jogja
    • Nasional
    • UGM
    Charity Concert GMCO 2020: Berbagi Kasih Melalui Karya

    Charity Concert GMCO 2020: Berbagi Kasih Melalui Karya

    FSDE 2020: Pemulihan Ekonomi di Masa Pandemi Melalui Fintech

    FSDE 2020: Pemulihan Ekonomi di Masa Pandemi Melalui Fintech

    Closing Ceremony Porsenigama 2020: Penutup Manis Keseruan Laga Pertandingan

    Closing Ceremony Porsenigama 2020: Penutup Manis Keseruan Laga Pertandingan

    Debat Capresma Jilid Dua: Siapakah yang Terbaik?

    Debat Capresma Jilid Dua: Siapakah yang Terbaik?

    Opening Ceremony Porsenigama 2020: Bersemangat Melampaui Segalanya

    Opening Ceremony Porsenigama 2020: Bersemangat Melampaui Segalanya

    Trending Tags

    • 2019
  • Ekspresi
    • All
    • FEB Menulis
    • Fokus
    • Sastra
    Bisa

    Bisa

    Patah Hati

    Patah Hati

    Puan

    Puan

    Pentingnya Perencanaan Keuangan akibat Uang Elektronik

    Pentingnya Perencanaan Keuangan akibat Uang Elektronik

    Pendidikan tanpa Filsafat

    Pendidikan tanpa Filsafat

    Trending Tags

  • Riset
    • All
    • Jelajah Pokok
    • Opini
    • Telusur Perkara
    Sandwich Generation: Antara Bakti dan Derita

    Sandwich Generation: Antara Bakti dan Derita

    Jalan Panjang Indonesia dalam Mewujudkan Pendidikan Inklusif

    Jalan Panjang Indonesia dalam Mewujudkan Pendidikan Inklusif

    Memilih Demokrasi

    Memilih Demokrasi

    Quo Vadis Wisata Storynomics Yogyakarta

    Quo Vadis Wisata Storynomics Yogyakarta

    Regulasi Kantong Plastik dalam Jerat Kompleksitas Perilaku

    Regulasi Kantong Plastik dalam Jerat Kompleksitas Perilaku

    Trending Tags

    • Produk Kami
      • EQ News
      • Majalah
      • Mini Research
    No Result
    View All Result
    Warta EQ
    • Home
    • Warta
      Awali dengan Proteksi sebelum Berinvestasi

      Awali dengan Proteksi sebelum Berinvestasi

      Bekerja Saat Menjadi Mahasiswa, Buat Apa?

      Bekerja Saat Menjadi Mahasiswa, Buat Apa?

      Zoom Fatigue, Pernahkah Berada pada Fase Ini?

      Zoom Fatigue, Pernahkah Berada pada Fase Ini?

      Beramai-ramai Pindah ke Simaster

      Beramai-ramai Pindah ke Simaster

      Tinggal Sendiri atau Tinggal Bareng Aja, Ya?

      Tinggal Sendiri atau Tinggal Bareng Aja, Ya?

      Trending Tags

      • Pemilu
    • Berita
      • All
      • FEB
      • Jogja
      • Nasional
      • UGM
      Charity Concert GMCO 2020: Berbagi Kasih Melalui Karya

      Charity Concert GMCO 2020: Berbagi Kasih Melalui Karya

      FSDE 2020: Pemulihan Ekonomi di Masa Pandemi Melalui Fintech

      FSDE 2020: Pemulihan Ekonomi di Masa Pandemi Melalui Fintech

      Closing Ceremony Porsenigama 2020: Penutup Manis Keseruan Laga Pertandingan

      Closing Ceremony Porsenigama 2020: Penutup Manis Keseruan Laga Pertandingan

      Debat Capresma Jilid Dua: Siapakah yang Terbaik?

      Debat Capresma Jilid Dua: Siapakah yang Terbaik?

      Opening Ceremony Porsenigama 2020: Bersemangat Melampaui Segalanya

      Opening Ceremony Porsenigama 2020: Bersemangat Melampaui Segalanya

      Trending Tags

      • 2019
    • Ekspresi
      • All
      • FEB Menulis
      • Fokus
      • Sastra
      Bisa

      Bisa

      Patah Hati

      Patah Hati

      Puan

      Puan

      Pentingnya Perencanaan Keuangan akibat Uang Elektronik

      Pentingnya Perencanaan Keuangan akibat Uang Elektronik

      Pendidikan tanpa Filsafat

      Pendidikan tanpa Filsafat

      Trending Tags

    • Riset
      • All
      • Jelajah Pokok
      • Opini
      • Telusur Perkara
      Sandwich Generation: Antara Bakti dan Derita

      Sandwich Generation: Antara Bakti dan Derita

      Jalan Panjang Indonesia dalam Mewujudkan Pendidikan Inklusif

      Jalan Panjang Indonesia dalam Mewujudkan Pendidikan Inklusif

      Memilih Demokrasi

      Memilih Demokrasi

      Quo Vadis Wisata Storynomics Yogyakarta

      Quo Vadis Wisata Storynomics Yogyakarta

      Regulasi Kantong Plastik dalam Jerat Kompleksitas Perilaku

      Regulasi Kantong Plastik dalam Jerat Kompleksitas Perilaku

      Trending Tags

      • Produk Kami
        • EQ News
        • Majalah
        • Mini Research
      No Result
      View All Result
      Warta EQ
      Home Berita FEB

      Robohnya (Sekretariat) Organisasi Mahasiswa FEB

      BPPM Equilibrium by BPPM Equilibrium
      September 29, 2019
      in FEB, FEB Menulis, Warta
      0
      Robohnya (Sekretariat) Organisasi Mahasiswa FEB
      0
      SHARES
      503
      VIEWS
      Share on FacebookShare on Twitter
      ADVERTISEMENT

      Baca Juga

      Bisa

      Patah Hati

      Puan

      “Silau mata”. Orang Indonesia terkesan mudah sekali terpana dengan perilaku sosial bangsa lain. Contoh yang paling sahih adalah Mass Rapid Transportation (MRT) Jakarta ketika menyosialisasikan bahwa sisi kanan eskalator dikhususkan untuk orang berjalan dan sebelah kiri untuk orang berdiri. Namun tak lama kemudian, Jepang menyosialisasikan kebijakan baru yang melarang orang berjalan di eskalator karena eskalator pada hakikatnya didesain untuk berdiri, bukan untuk berjalan. Perubahan ini didasari oleh kesadaran akan kebutuhan  yang berkembang dan tentunya banyak contoh lain, termasuk mengenai tergerusnya konsep kehidupan komunal dengan konsep working space. Sebenarnya, apa itu working space?

      ADVERTISEMENT

      Kini masyarakat Indonesia sedang menggandrungi konsep tempat kerja yang berkonsep working space, di mana tidak ada sekat-sekat atau istilahnya cubicle. Tidak hanya perkantoran dan dunia profesional saja, konsep ini sudah merambah ke dunia perkuliahan. Working space adalah konsep tempat kerja yang mengedepankan keterbukaan dengan ciri-ciri tidak adanya sekat-sekat pemisah. Diharapkan dengan adanya konsep ini, ada interaksi antarrekan kerja lain. 

      Jika ditilik dari sejarahnya, working space bukanlah barang baru dalam dunia arsitektur perkantoran. Working space dikenalkan pertama kali pada 1754 di Inggris. Konsep yang ada pada saat itu tidak jauh berbeda dengan working space yang menjamur akhir-akhir ini. Ditandai dengan meja panjang, tanpa sekat, kursi berbentuk bench atau bangku panjang, dan jarak yang tidak terlalu jauh antarorang. Padahal, konsep working space seperti itu merupakan konsep yang salah dari working space yang ideal. Mengapa?

      Ide mengenai working space yang ideal muncul pada tahun 1930 ketika ada seorang arsitek Amerika Serikat bernama Frank Lloyd Wright memperkenalkannya. Konsep working space yang muncul pada tahun 1754 disempurnakan dengan melakukan banyak perubahan. Gubahan-gubahan Wright meliputi: meja satu dengan yang lain memiliki jarak tertentu, tinggi ruangan yang diperhatikan, adanya pemisahan lokasi antara manajemen dengan karyawan, hingga pewarnaan langit-langit juga diatur dalam konsep penyempurnaan working space. SC Johnson di Racine, Wisconsin menjadi tempat pertama yang menerapkan konsep working space ideal ala Wright. Penyempurnaan konsep working space ini bertujuan untuk meningkatkan dan kenyamanan karyawan dengan harapan kinerja bisa meningkat. 

      Berkembangnya industri maka bertambah besar pula perusahaan yang diikuti ledakan jumlah karyawan. Hal itu menyebabkan konsep working space yang ideal tidak lagi menjadi ideal karena hanya bisa menampung karyawan dengan jumlah terbatas. Oleh sebab itu pada 1950, Jerman mengenalkan konsep baru, yaitu burolandschaft yang biasa kita kenal dengan ruang kerja cubicle. Konsep ini tercipta agar mampu menampung karyawan sebanyak-banyaknya tanpa mengganggu kenyamanan tiap-tiap karyawan. Konsep ini eksis hingga tahun 2010-an hingga akhirnya working space mulai menjamur (kembali). 

      Sekretariat Mahasiswa FEB UGM

      Sekretariat himpunan mahasiswa jurusan dan organisasi mahasiswa FEB UGM menerapkan konsep cubicle dalam bentuk ruangan. Kini ruangan sekretariat akan dirobohkan dan diganti dengan konsep working space dengan embel digital student lounge. Lantas, apakah konsep working space sekretariat yang akan dihadirkan ini dapat diterapkan dengan baik di FEB UGM?

      Sebelum menilai apakah konsep tersebut baik atau tidak, alangkah baiknya untuk merujuk jurnal terkait working space. Dalam jurnal Enviromental Psychology dengan judul “Workplace Satisfaction: The privacy-communication trade-off in open-plan offices” yang ditulis oleh Jungsoo Kim dan Richard de Dear dari University of Sydney menyebutkan bahwa working space sangat jauh tertinggal dari konsep enclosed private office dalam segala aspek dari Indoor Environmental Quality (IEQ). Hal itu disebabkan tidak seimbangnya keuntungan dan kerugian yang didapat dari working place model ini. Keuntungan yang kerap digembar-gemborkan, yaitu ease of interaction jauh lebih kecil daripada kerugian yang didapat. Meningkatnya tingkat kebisingan dan menurunnya privasi pribadi dalam bekerja. Ease of interaction juga kerap kali menjadi perdebatan karena hingga kini tidak ada bukti empiris yang mampu mendukung argumen tersebut. Malah dari beberapa penelitian menyebutkan, karena tidak ada privasi maka seseorang akan membangun “cubicle-nya sendiri” dengan cara menggunakan earphone dalam bekerja. Ease of interaction menjadi isapan jempol belaka. Tidak lagi sekat yang kasat mata, tetapi berubah menjadi sekat yang tak kasat mata. 

      Sekretariat lawas memang bukan tanpa cela, pun bukan berarti tanpa makna. Pertama adalah semakin berkurangnya communal space di FEB UGM. Konsep working space mengedepankan individualitas dari pada kehidupan komunal. Dalam peta rancangan desain yang baru, sebenarnya sudah ada yang menerapkan konsep dari Lloyd Wright, tetapi juga menerapkan konsep yang “salah” dari working space seperti antar meja yang sangat berdekatan. 

      Kedua, yang menjadi titik berat selanjutnya adalah sponsor pembangunan working space yang berasal dari swasta. Stigma privatisasi segala fasilitas di FEB UGM sudah terlalu pekat. Isu ini berhembus menjadi sangat kencang karena kali ini yang digusur bersinggungan langsung dengan kepentingan mahasiswa. 

      Keempat, konsep working space yang digunakan secara bergiliran dan lokasi terbatas membuat organisasi kemahasiswaan di FEB UGM dapat saja menurunkan kinerja. Aspek budaya organisasi yang telah hidup melalui interaksi anggota akan terhambat karena tidak ada pembeda. Memang benar bahwa mahasiswanya sama saja, tetapi kepentingan masing-masing organisasi berbeda. Analoginya: bukankah tidak mungkin ruang rapat dekanat disamakan dengan ruang dosen. Bukannya ada kepentingan dan rahasia yang tetap harus dijaga dari masing-masing kepentingan?

      Working space yang dirancang kurang mempertimbangkan inventarisasi barang organisasi, kapasitas yang sangat jauh terbatas, dan tentunya masalah privasi serta kultur tiap organisasi. Jangan sampai semua konsep luar negeri yang membuat silau mata diadopsi padahal bisa saja ada kepentingan dan kebutuhan yang berbeda dari masing-masing kondisi. Teringat jelas Sebuah pernyataan seorang wakil dekan, “boleh hearing dekanat, tetapi tidak boleh menyimpang dari konsep working space yang sudah ada.” Tampaknya alasan-alasan ini akan tetap terkubur bersama reruntuhan, sukacita, dukacita, memori indah di gedung sayap utara lantai satu. 

      (Zevan Ricardo)

      Tags: 2019Digusurfeb ugmHmj/lkPrivatisasiSekreWorking space
      ADVERTISEMENT
      BPPM Equilibrium

      BPPM Equilibrium

      Related Posts

      Bisa
      FEB Menulis

      Bisa

      January 9, 2021
      21
      Patah Hati
      FEB Menulis

      Patah Hati

      January 7, 2021
      52
      Puan
      FEB Menulis

      Puan

      January 5, 2021
      32

      Discussion about this post

      ADVERTISEMENT

      POPULAR NEWS

      • Teori Black Swan: Bercermin dari Angkuhnya Ketidakmungkinan

        Teori Black Swan: Bercermin dari Angkuhnya Ketidakmungkinan

        4 shares
        Share 4 Tweet 0
      • Unpaid Internship, Magang Dibayar Pakai Pengalaman

        0 shares
        Share 0 Tweet 0
      • Kapitalisme: Kutukan bagi Demokrasi Ekonomi

        0 shares
        Share 0 Tweet 0
      • Predikat 'Cum Laude' Merajalela, Kredibilitas Nilai Dipertanyakan?

        0 shares
        Share 0 Tweet 0
      • Urgensi Penerapan Pendidikan Antikorupsi di Perguruan Tinggi

        0 shares
        Share 0 Tweet 0
      ADVERTISEMENT
      Facebook Twitter Instagram
      Warta EQ

      BPPM Equilibrium adalah lembaga mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) yang berdiri pada tahun 1968.

      Yogyakarta, Indonesia
      Monday, January 18, 2021
      Thunderstorms
      27 ° c
      77%
      6.84mh
      -%
      29 c 22 c
      Tue
      27 c 22 c
      Wed
      28 c 22 c
      Thu
      30 c 22 c
      Fri

      © 2019 Redaksi Digital

      No Result
      View All Result
      • Home
      • Warta
      • Berita
      • Ekspresi
      • Riset
      • Produk Kami
        • EQ News
        • Majalah
        • Mini Research

      © 2019 Redaksi Digital

      Login to your account below

      Forgotten Password? Sign Up

      Fill the forms bellow to register

      All fields are required. Log In

      Retrieve your password

      Please enter your username or email address to reset your password.

      Log In