Bumi Papua memiliki berbagai sumber daya potensial yang tidak hanya cukup untuk membangun Papua, tetapi juga mampu membangun Indonesia yang holistik. Sebut saja kekayaan sumber daya mineralnya, mulai dari uranium hingga emas, sampai kekayaan kebudayaannya yang menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan domestik maupun luar negeri. Kekayaan sumber daya inilah yang kemudian menjadi tantangan bagi pemerintah, mengenai memanfaatkannya untuk kesejahteraan bangsa. Setidaknya memasuki tahun ke-71 kemerdekaan Indonesia, pemerintah masih belum mampu mengolahnya sebagai modal kesejahteraan bangsa. Bercokolnya PT. Freeport Indonesia di Papua selama puluhan tahun adalah bukti otentik bahwa sebenarnya Indonesia kehilangan kedaulatannya di ujung timur Indonesia.
Tak ayal kemudian muncul gerakan-gerakan separatis masyarakat yang menuntut kemerdekaan Papua dari Indonesia. Sebut saja Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang hingga saat ini masih terus menuntut kemerdekaan Papua sampai ke Mahkamah Internasional di Den Haag. Mereka percaya, bahwa kemerdekaan dari Indonesia adalah satu-satunya jalan keluar bagi Papua untuk mencapai kedaulatannya sendiri. Gerakan-gerakan tersebut dapat dikatakan sebagai manifestasi dari gagalnya usaha pemerintah Indonesia mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatannya di bumi Papua.
Memasuki masa kepemipinan yang baru, Presiden Joko Widodo kemudian menitikberatkan pembangunan infrastruktur yang terintegrasi di seluruh Indonesia. Isu pembangunan ini tak pelak juga berimbas pada pembangunan infrastruktur yang signifikan di Papua. Pembangunan ini diharapkan dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi di Papua. Pembangunan tersebut menjadi usaha yang selaras dengan Nawacita yang dicanangkan Joko Widodo dalam masa kampanye kepresidenannya, dalam Nawacita tersebut tertulis “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan”.
Pembangunan Infrastruktur
Awal bulan Oktober ini, pemerintah hadir dengan suatu gebrakan bagi perekonomian Papua. Melalui Pertamina, pemerintah menetapkan harga bensin di Papua sama dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Harga bensin per liter di Papua yang biasanya berada di kisaran 70 hingga 80 ribu rupiah kemudian menjadi 6 ribu hingga 7 ribu rupiah per liter nya. Kebijakan ini tidak lain ditujukan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi di Papua. Tidak hanya menerapkan kebijakan penurunan harga bahan bakar saja, pemerintah juga melakukan berbagai usaha lainnya. Sebut saja proyek pembangunan Jalan Trans-Papua yang penyelesaian sudah mencapai 85 persen, selain itu terdapat pula beberapa proyek pembangkit listrik yang diproyeksikan selesai di tahun 2019. Adapun proyek pembangunan pembangkit listrik tersebut terdiri dari 6 proyek besar yang tersebar di seluruh wilayah Papua. Keenamnya ialah Pembangkit Listrik Tenaga Air Orya Genyem 2 x 10 MW, Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro Prafi 2 x 1,25 MW, Saluran Udara Tegangan Tinggi 70 kV Genyem-Waena-Jayapura sepanjang 174,6 kilometer sirkit, Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 70 kV Holtekamp-Jayapura sepanjang 43,4 kilometer sirkit, Gardu Induk Waena-Sentani 20 MVAmper dan Gardu Induk Jayapura 20 MVA.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (2016), angka kemiskinan yang ada di Papua sudah menunjukkan penurunan dari tahun sebelumnya. Secara keseluruhan, pembangunan infrastuktur di wilayah Papua yang diadakan akhir-akhir ini sudah menunjukkan dampak yang cukup signifikan terhadap perekonomian daerah. Sesuai data yang dirilis Bank Indonesia (2016), pertumbuhan perekonomian Papua pada triwulan II 2016 sudah berada di atas pertumbuhan perekonomian nasional. Pemerintah pusat berharap agar usaha peningkatan konektivitas antar daerah di Papua yang saat ini sedang dikerjakan dapat menjadi tulang punggung perekonomian daerah di tahun 2017.
Kesiapan Sumber Daya Manusia
Pertumbuhan perekonomian di Papua juga harus diantisipasi dengan peningkatan kualitas SDM di Papua. Pertumbuhan perekonomian yang terus naik tidak bisa berdiri sendiri tanpa dukungan peningkatan kualitas SDM. Jika kualitas SDM masih cenderung sama, maka akan menimbulkan ketimpangan sosial. Masalah-masalah sosial seperti pengangguran akan menjadi sulit untuk diurai jika tidak didukung dengan pembangunan manusia yang berkelanjutan.
Berdasarkan data dari BPS Provinsi Papua (2016), angka melek huruf di Papua sampai tahun 2013 masih berada di kisaran 75,92 persen. Selain itu sampai dengan saat ini, jumlah sekolah yang ada di Papua sebesar 3.594 sekolah, bervariasi dari sekolah dasar sampai dengan menengah atas. Tentu saja jumlah sekolah ini masih belum sesuai dengan jumlah penduduk di Papua sebesar 3.144.581 orang. Selain itu, revolusi mental yang dicanangkan dalam kerangka pendidikan juga masih belum menunjukkan perubahan terhadap sikap dan pola pikir masyarakat.
Tak ketinggalan isu keamanan juga menjadi isu sensitif yang terus merongrong Papua dari waktu ke waktu. Kita masih sering mendengar maraknya kasus penembakan kepada polisi, atau bahkan warga sipil biasa. Bahkan perang antar suku di Papua masih dikatakan sebagai kejadian yang wajar. Ini menunjukkan masih belum dewasanya masyarakat dalam menghadapi suatu perselisihan. Masyarakat masih cenderung memilih menggunakan kekerasan sebagai jalan keluarnya dibandingkan musyawarah mufakat yang damai dan tenang.
Dalam kerangka membangun Indonesia yang kuat, dibutuhkan suatu pembangunan yang saling terintegrasi antara satu sektor dengan sektor yang lain. Percepatan pembangunan infrastruktur dalam upaya memajukan perekonomian juga harus diikuti dengan pembangunan manusia yang merata. Karena sesungguhnya perekonomian tidak hanya mengacu pada pembangunan infrastruktur melainkan juga mengacu pada kesiapan manusianya dalam menghadapi perubahan. Untuk itu dibutuhkan pembangunan manusia yang berkelanjutan, seperti contohnya pembangunan sekolah yang merata di pelosok Papua, pemerataan jumlah guru dan perbaikan sistem pendidikan di Indonesia. Dengan demikian, Papua mampu memegang peranan yang lebih vital dalam pembangunan Indonesia yang lebih kuat lagi.
(Saut Togu Pandiangan/EQ)
Sumber:
papua.bps.go.id
kompas.com
detik.com
bi.go.id
bbc.com
Discussion about this post