Suasana di depan ruang sidang Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) pada Senin (16/10) tampak berbeda dari biasanya. Tidak ada lagi teriakan riuh para mahasiswa yang sibuk menjajakan makanan demi mendapatkan tambahan uang untuk mendanai event. Suasana seperti ini sudah berjalan hingga dua minggu lamanya. Hal tersebut bukan dikarenakan sedang berlangsungnya Ujian Tengah Semester (UTS), melainkan akibat adanya larangan berjualan di area tersebut oleh Dekanat FEB UGM. Kusdhianto Setiawan, Wakil Dekan Bidang Keuangan, Aset, dan Sumber Daya Manusia FEB UGM, menjelaskan bahwa larangan ini telah diwacanakan sejak semester lalu. Pertimbangan dari pihak dekanat terkait dikeluarkannya peraturan ini, yaitu keberadaan “kantin selasar” yang mengganggu estetika dan belum adanya standar tingkat kesehatan dari makanan yang dijajakan.
“Harus ada yang bertanggung jawab menyeleksi menu-menu. Jangan sembarangan. Kita tidak keberatan mendatangkan dari gizi, kira-kira menu apa yang murah tetapi cocok untuk mahasiswa,” ujar Agus Ridwan selaku Kelapa Kantor Administrasi FEB UGM pada rapat koordinasi antara dekanat dengan koordinator fundraising. Agus juga menambahkan bahwa kelak akan ada arahan dan standar yang harus dipenuhi terkait makanan yang dapat dijual.
Hingga saat berita ini diturunkan, belum terdapat aturan tertulis terkait kebijakan larangan berjualan di depan ruang sidang tersebut. “Tidak ada peraturan tertulis mengenai kebijakan ini. Hal ini dikarenakan etika. Ketika Anda kencing (di) depan kelas itu boleh atau tidak? Ketika Anda berjualan di situ pantas tidak? Tidak ada aturan, tetapi ketika etikanya tidak pas, ya mestinya tidak di situ,” terang Agus.
Larangan berjualan di depan ruang sidang tersebut tentu menimbulkan pro dan kontra. Salah satu yang kontra terhadap kebijakan ini adalah mahasiswa yang “hak” berjualannya dicabut. “Untuk saat ini anak FR (fundraising) dirugikan, karena ini merupakan salah satu bentuk pencarian dana dengan berjualan di depan ruang sidang,” protes Novaldo Rizqi Alif, koordinator FR Career Talk. Menurutnya, solusi terbaik dari kebijakan ini adalah dengan diadakan diskusi terbuka dalam bentuk rapat antara Himpunan Mahasiswa Jurusan/Lembaga Kemahasiswaan (HMJ/LK) dengan pihak dekanat dan penyiapan tempat khusus untuk memfasilitasi mahasiswa FEB UGM dalam berjualan. Tidak hanya Novaldo, mahasiswa lain juga mengeluhkan kebijakan ini karena mereka harus mencari alternatif makan siang di tempat lain, sehingga membutuhkan waktu lebih lama untuk mendapatkan makanan.
Menanggapi hal tersebut, pihak Dekanat FEB UGM tidak tinggal diam. Pihaknya telah merencanakan untuk menyiapkan tempat pengganti. Rencananya, tempat berjualan untuk tujuan fundraising ini akan dipindahkan di area depan cafetaria FEB UGM. Namun, regulasi untuk berjualan akan lebih diperketat dengan membuat daftar pihak yang diperbolehkan berjualan. ”Pada prinsipnya kegiatan berjualan tersebut bukanlah bersifat perorangan. Akan tetapi, merupakan bagian dari suatu lembaga atau kegiatan,” terang Agus.
(Leila Chanifa, Graini Annisa /EQ)
Discussion about this post