Toga dilempar, medali digenggam, pelukan hangat dari yang terkasih, penjual bunga bertebaran di sekitar Grha Sabha Pramana. Deretan karangan bunga seakan berucap atas tonggak bersejarah baru yang wisudawan torehkan dalam hidup mereka. Tibalah pada hari wisuda, pencapaian akhir bagi para mahasiswa yang telah mencurahkan jerih payahnya untuk mencapai momen penuh kebanggaan.
Dari hingar bingar tersebut, terselip beberapa pertanyaan yang cukup menarik, khususnya bagi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) yang berada tepat di samping Grha Sabha Pramana. Selama beberapa wisuda terakhir, topik hangat yang muncul ke permukaan adalah kabar bahwa lebih dari 50% wisudawan FEB UGM meraih predikat cum laude. Hal ini menuai berbagai reaksi, baik pro maupun kontra mencuat di kalangan civitas akademika FEB UGM.
Hampir seluruh mahasiswa berharap mendapatkan predikat cum laude. Bagi orang awam, seseorang yang memperoleh predikat cum laude tentulah dianggap sebagai sosok yang hebat, sosok yang luar biasa. Lain halnya dengan mahasiswa FEB UGM. Predikat tersebut sudah menjadi sesuatu yang lazim, mengingat lebih dari 50% wisudawan berhasil meraihnya. Lantas, mengapa bisa terjadi demikian? Apakah mayoritas wisudawan memang benar-benar orang yang hebat dan pantas menerima predikat cum laude? Ataukah karena hal lain, seperti inflasi nilai?
B.M. Purwanto, M.B.A., Ph.D. selaku Wakil Dekan Bidang Akademik FEB UGM mengklarifikasi bahwa hal tersebut benar adanya. Pada beberapa wisuda terakhir, gelar cum laude diberikan kepada lebih dari 50% wisudawan FEB UGM. Ia berpendapat ada dua kemungkinan yang menyebabkan hal itu bisa terjadi. Yakni, mahasiswa FEB UGM merupakan orang-orang yang hebat, mengingat mereka telah tersaring dari bibit-bibit unggul di Indonesia. Akan tetapi, bisa juga karena pengukuran nilai yang tidak cukup valid.
“Dua-duanya mungkin terjadi, bahwa mahasiswa FEB UGM itu tersaring dari sekian ribu pendaftar lalu hanya tersaring menjadi 300-500an. Berarti memang mereka pada dasarnya hebat. Bisa juga karena penetapan cum laude itu terlalu lenient (toleran), kan cum laude hanya 3,5. Akan tetapi itu merupakan aturan dari universitas yang tidak bisa kita (fakultas) ubah,” jelasnya.
Selain itu, B.M. Purwanto juga tidak memungkiri bahwa telah terjadi inflasi nilai. Pencapaian predikat cum laude pada wisuda beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan secara drastis. “Dahulu, sangatlah susah mendapatkan predikat cum laude. Media pembelajaran masih sederhana, kehadiran dosen yang tidak rutin, dan beberapa faktor lain yang menyebabkan hal tersebut terjadi,” ucap B.M. Purwanto.
Sedangkan kini, sudah ada berbagai media yang menunjang pembalajaran, kehadiran dosen pun rutin. Apabila dosen berhalangan hadir, tentu diadakan kelas pengganti. Tugas, ulangan harian, dan beberapa aspek penilaian lain menjadi penopang nilai mahasiswa agar tidak turun secara drastis. Dengan demikian, cum laude adalah sesuatu yang sangat mungkin dicapai oleh mahasiswa FEB UGM. Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan M. Alif, salah satu wisudawan FEB UGM tahun 2016. “Syaratnya hanya niat dan semangat belajar yang konsisten sepanjang semester, pasti bisa mendapat predikat cum laude.” pungkasnya.
Sebagai upaya untuk mengembalikan citra cum laude menjadi predikat yang hebat, juga sebagai upaya mengatasi inflasi nilai, pihak akademik FEB UGM pernah mengajukan gagasan agar indeks prestasi kumulatif (ipk) untuk mendapat predikat cum laude ditingkatkan. Akan tetapi, pihak universitas belum merespons, predikat cum laude tetap diberikan kepada mahasiswa yang memperoleh ipk minimal 3,5.
Berkaitan dengan prospek kerja di masa mendatang, predikat cum laude ternyata tidak terlalu berpengaruh terhadap kesuksesan karir para wisudawan. Dunia kerja akan menilai berbagai aspek lain seperti kemampuan leadership dan team work. Tidak melulu tentang mengejar nilai, mahasiswa juga dituntut untuk mengembangkan soft skill mereka. “Kalaupun perekrut pekerjaan bertanya mengenai nilai, bukan cum laude yang menjadi dasar, namun mereka akan bertanya apakah wisudawan termasuk dalam 10% lulusan terbaik di fakultas mereka,” ujar B.M. Purwanto.
(Anindya Kupita, Brian Ilham/EQ)
Foto : https://blog.ugm.ac.id
Discussion about this post