Namaku Ryan, Rainer Ryan Raditya. Awalnya aku hanyalah seorang mahasiswa semester dua dengan kehidupan yang biasa saja. Namun semuanya berubah ketika seorang pria muda muncul dan mengubah hidupku menjadi kehidupan seorang guardian.
Sungguh, aku hanyalah mahasiswa biasa tanpa memiliki bakat spesial, menjalani kehidupan layaknya ikan berenang mengarungi arus tanpa memiliki keinginan tersendiri. Namun, berbagai macam kejanggalan terus menerus menimpaku ketika pria muda itu menghampiri kehidupanku.
Pria muda itu adalah dosen baru di Universitas Anggarda Nusantara, tempatku menuntut ilmu saat ini. Ia bernama Barasuta Yuda, atau biasa dipanggil Pak Yuda. Pak Yuda merupakan dosen pengganti di kelas mata kuliah yang paling tidak kusukai, Matematika Ekonomi 2. Ia menggantikan Pak Wijaya yang tiba-tiba menghilang di pertengahan semester dua ini.
Pertemuan pertamaku dengan Pak Yuda bisa dibilang sangat aneh. Saat itu, mahasiswa-mahasiswa jahil yang kebetulan satu kelas denganku di kelas Matematika Ekonomi 2 sedang menyiapkan sebuah jebakan untuk teman mereka yang akan terlambat masuk kelas.
Mereka membuat sebuah jebakan dengan cara menjatuhkan penghapus papan tulis dari atas pintu ke kepala orang yang baru saja membuka pintu kelas. Di mataku, mereka terlihat sangat kekanak kanakan, seperti bukan mahasiswa. Ketika jebakan sudah siap, mereka duduk di belakang sambil terkikik kegirangan. Mahasiswa-mahasiswa lainnya hanya bisa terdiam melihat tingkah laku mereka.
Waktu terus berputar dan seluruh penjuru kelas terdiam menantikan korban dari jebakan sederhana itu. Tak lama kemudian, terdengar langkah kaki seseorang dari luar kelas. Gerombolan mahasiswa jahil dibelakang mulai terkekeh tidak terkendali membayangkan kesialan yang akan diterima salah satu teman mereka. Suara langkah kaki semakin mendekat. Pintu kelas pun akhirnya terbuka.
Seluruh penjuru kelas secara serempak terkejut ketika mengetahui ternyata yang masuk ke dalam kelas adalah Pak Yuda. Penghapus papan tulis pun jatuh dari atas pintu menuju kepala Pak Yuda. Entah mataku yang salah melihat atau tidak, tiba-tiba muncul berbagai lingkaran-lingkaran rumit berwarna keemasan diatas kepala Pak Yuda. Dalam sekejap, penghapus papan tulis berhenti jatuh dan mengambang di udara dengan jarak hanya beberapa sentimeter dari kepala Pak Yuda. Ia dengan santainya hanya melirik ke arah penghapus itu lalu mengedipkan matanya, dan seketika itu penghapus papan tulis menjatuhi kepala Pak Yuda.
Aku hanya bisa terdiam dan terheran melihat keanehan tersebut, tetapi tidak halnya dengan teman-teman sekelasku. Mereka tertawa melihat Pak Yuda yang sukses terkena jebakan yang mereka buat. Ada yang aneh di sini dan sepertinya hanya aku yang menyadari. Seolah waktu berhenti berputar sesaat. Seolah sihir sedang bekerja.
***
Hari ini aku beserta kelima temanku berencana untuk pergi ke sebuah taman hiburan yang cukup terkenal di kota, sebut saja Taman Mimpi. Di sana kami memutuskan untuk menaiki sebuah wahana yang katanya wahana paling menyeramkan di Taman Mimpi yang dikenal dengan sebutan Badai. Badai merupakan sebuah wahana yang persis dengan wahana Tornado yang ada di Dunia Fantasi.
Antrian di wahana Badai ini pun sama dengan antrian kembarannya di Dunia Fantasi—sangat ramai. Selama menunggu, aku mengamati bagaimana wahana ini bergerak dan berputar. Aku bisa membayangkan betapa terpacunya adrenalinku saat menaiki wahana ini nanti.
Terdengarlah seruan sang operator, “oke, sekarang waktunya berputar vertikal!”. Langsung saja wahana ini dipenuhi teriakan, jeritan, dan tangisan saat sebelah “tangan” Badai berada di atas dan yang lainnya di bawah, memutar 360 derajat. Perutku langsung mulas melihatnya.
Akhirnya setelah hampir tiga puluh menit mengantri, kini tibanya aku dan teman temanku menaiki Badai. Ketika semua penumpang telah siap dan memakai sabuk pengaman di kursi masing masing, Badai mulai terangkat keatas dan pancuran air yang amat deras mulai membasahi kami dari bawah. Badai mulai digerakan ke depan dan ke belakang dengan pelan hingga akhirnya kami berada pada ketinggian maksimum. Kemudian tempat duduk kami diputar 180 derajat secara vertikal sehingga kepala kami berada di bawah dan jeritan takut campur girang sontak terdengar.
Perutku mulai dilanda rasa mual dan vertigo di kepalaku mulai terasa. Tak biasanya penyakitku ini kambuh tanpa negosiasi. Badai pun tetap memamerkan aksinya dengan lebih hebat dan cepat. Rasa mualku makin lama makin menjadi dan kepalaku berdenyut-denyut hebat.
Tiba-tiba, sekelebat bayangan hitam berbentuk manusia muncul di hadapanku dan mengarahkan tangannya ke bagian pengait antara sabuk pengaman dan kursiku. Kini kunci pengaman tempat dudukku sudah tak pada tempatnya.
Keringat dingin mulai terasa membasahi tubuhku, terutama telapak tanganku. Tubuhku diselimuti ketakutan. Aku mencoba meraih pengaman kursiku, tapi tanganku tak bisa bergerak. Mulutku membuka dan berteriak tapi tak ada suara. Seluruh tubuhku kaku! Tubuhku tak berfungsi lagi tanpa adanya peringatan sebelumnya, seakan-akan ada orang yang menyihirku agar tubuhku tidak dapat bergerak. Di kanan kiriku, teman-temanku berteriak kegirangan. Begitu juga seluruh remaja lain di atas Badai yang berteriak “LAGI! LAGI! LAGI!” berulang kali.
Badai mulai membalikan kami lagi, membuat kepala kami berada di bawah. Untungnya kursiku masih bisa bertahan. Sekarang wahana ini menghadapkan sisi kabinku ke arah bawah. Pegangan kursiku lepas. Aku pun terjatuh.
“Ryaaan!!” kudengar teman-temanku berteriak kaget dan ketakutan. Suara mereka adalah suara terakhir yang terdengar jelas di otakku. Aku jatuh dengan lambat. Sekelilingku seketika gelap. Aku seakan jatuh dalam kegelapan abadi.
bersambung…
(Filigon A.P./Manajemen FEB UGM)
Discussion about this post