23 °c
Yogyakarta
26 ° Mon
26 ° Tue
26 ° Wed
26 ° Thu
Sunday, February 28, 2021
  • Tentang Kami
  • Hubungi Kami
  • Kontribusi
  • Pedoman Media Siber
  • Masthead
Warta EQ
  • Home
  • Warta
    Mengulik Drama Start-Up: Realita atau Naskah Belaka?

    Mengulik Drama Start-Up: Realita atau Naskah Belaka?

    Awali dengan Proteksi sebelum Berinvestasi

    Awali dengan Proteksi sebelum Berinvestasi

    Bekerja Saat Menjadi Mahasiswa, Buat Apa?

    Bekerja Saat Menjadi Mahasiswa, Buat Apa?

    Zoom Fatigue, Pernahkah Berada pada Fase Ini?

    Zoom Fatigue, Pernahkah Berada pada Fase Ini?

    Beramai-ramai Pindah ke Simaster

    Beramai-ramai Pindah ke Simaster

    Trending Tags

    • Pemilu
  • Berita
    • All
    • FEB
    • Jogja
    • Nasional
    • UGM
    Charity Concert GMCO 2020: Berbagi Kasih Melalui Karya

    Charity Concert GMCO 2020: Berbagi Kasih Melalui Karya

    FSDE 2020: Pemulihan Ekonomi di Masa Pandemi Melalui Fintech

    FSDE 2020: Pemulihan Ekonomi di Masa Pandemi Melalui Fintech

    Closing Ceremony Porsenigama 2020: Penutup Manis Keseruan Laga Pertandingan

    Closing Ceremony Porsenigama 2020: Penutup Manis Keseruan Laga Pertandingan

    Debat Capresma Jilid Dua: Siapakah yang Terbaik?

    Debat Capresma Jilid Dua: Siapakah yang Terbaik?

    Opening Ceremony Porsenigama 2020: Bersemangat Melampaui Segalanya

    Opening Ceremony Porsenigama 2020: Bersemangat Melampaui Segalanya

    Trending Tags

    • 2019
  • Ekspresi
    • All
    • FEB Menulis
    • Fokus
    • Sastra
    Bisa

    Bisa

    Patah Hati

    Patah Hati

    Puan

    Puan

    Pentingnya Perencanaan Keuangan akibat Uang Elektronik

    Pentingnya Perencanaan Keuangan akibat Uang Elektronik

    Pendidikan tanpa Filsafat

    Pendidikan tanpa Filsafat

    Trending Tags

  • Riset
    • All
    • Jelajah Pokok
    • Opini
    • Telusur Perkara
    Sandwich Generation: Antara Bakti dan Derita

    Sandwich Generation: Antara Bakti dan Derita

    Jalan Panjang Indonesia dalam Mewujudkan Pendidikan Inklusif

    Jalan Panjang Indonesia dalam Mewujudkan Pendidikan Inklusif

    Memilih Demokrasi

    Memilih Demokrasi

    Quo Vadis Wisata Storynomics Yogyakarta

    Quo Vadis Wisata Storynomics Yogyakarta

    Regulasi Kantong Plastik dalam Jerat Kompleksitas Perilaku

    Regulasi Kantong Plastik dalam Jerat Kompleksitas Perilaku

    Trending Tags

    • Produk Kami
      • EQ News
      • Majalah
      • Mini Research
    No Result
    View All Result
    Warta EQ
    • Home
    • Warta
      Mengulik Drama Start-Up: Realita atau Naskah Belaka?

      Mengulik Drama Start-Up: Realita atau Naskah Belaka?

      Awali dengan Proteksi sebelum Berinvestasi

      Awali dengan Proteksi sebelum Berinvestasi

      Bekerja Saat Menjadi Mahasiswa, Buat Apa?

      Bekerja Saat Menjadi Mahasiswa, Buat Apa?

      Zoom Fatigue, Pernahkah Berada pada Fase Ini?

      Zoom Fatigue, Pernahkah Berada pada Fase Ini?

      Beramai-ramai Pindah ke Simaster

      Beramai-ramai Pindah ke Simaster

      Trending Tags

      • Pemilu
    • Berita
      • All
      • FEB
      • Jogja
      • Nasional
      • UGM
      Charity Concert GMCO 2020: Berbagi Kasih Melalui Karya

      Charity Concert GMCO 2020: Berbagi Kasih Melalui Karya

      FSDE 2020: Pemulihan Ekonomi di Masa Pandemi Melalui Fintech

      FSDE 2020: Pemulihan Ekonomi di Masa Pandemi Melalui Fintech

      Closing Ceremony Porsenigama 2020: Penutup Manis Keseruan Laga Pertandingan

      Closing Ceremony Porsenigama 2020: Penutup Manis Keseruan Laga Pertandingan

      Debat Capresma Jilid Dua: Siapakah yang Terbaik?

      Debat Capresma Jilid Dua: Siapakah yang Terbaik?

      Opening Ceremony Porsenigama 2020: Bersemangat Melampaui Segalanya

      Opening Ceremony Porsenigama 2020: Bersemangat Melampaui Segalanya

      Trending Tags

      • 2019
    • Ekspresi
      • All
      • FEB Menulis
      • Fokus
      • Sastra
      Bisa

      Bisa

      Patah Hati

      Patah Hati

      Puan

      Puan

      Pentingnya Perencanaan Keuangan akibat Uang Elektronik

      Pentingnya Perencanaan Keuangan akibat Uang Elektronik

      Pendidikan tanpa Filsafat

      Pendidikan tanpa Filsafat

      Trending Tags

    • Riset
      • All
      • Jelajah Pokok
      • Opini
      • Telusur Perkara
      Sandwich Generation: Antara Bakti dan Derita

      Sandwich Generation: Antara Bakti dan Derita

      Jalan Panjang Indonesia dalam Mewujudkan Pendidikan Inklusif

      Jalan Panjang Indonesia dalam Mewujudkan Pendidikan Inklusif

      Memilih Demokrasi

      Memilih Demokrasi

      Quo Vadis Wisata Storynomics Yogyakarta

      Quo Vadis Wisata Storynomics Yogyakarta

      Regulasi Kantong Plastik dalam Jerat Kompleksitas Perilaku

      Regulasi Kantong Plastik dalam Jerat Kompleksitas Perilaku

      Trending Tags

      • Produk Kami
        • EQ News
        • Majalah
        • Mini Research
      No Result
      View All Result
      Warta EQ
      Home Riset Jelajah Pokok

      Pendidikan Atas dan Kejuruan: Gagal Memutus Kemiskinan Indonesia?

      Penelitian EQ by Penelitian EQ
      May 21, 2019
      in Jelajah Pokok, Riset
      0
      Pendidikan Atas dan Kejuruan: Gagal Memutus Kemiskinan Indonesia?
      0
      SHARES
      429
      VIEWS
      Share on FacebookShare on Twitter
      ADVERTISEMENT

      “Ini mengecewakan. Kami sebagai guru mencoba untuk menjaga semangat mereka dan mendorong mereka untuk meningkatkan keterampilan dan kompetensi mereka sambil menunggu pekerjaan,”

      Baca Juga

      Sandwich Generation: Antara Bakti dan Derita

      Jalan Panjang Indonesia dalam Mewujudkan Pendidikan Inklusif

      Memilih Demokrasi

      Kutipan diatas merupakan reaksi pedih seorang Ratih, guru sebuah SMK di Tangerang Selatan, setelah mengetahui hampir separuh siswanya gagal mendapatkan pekerjaan setelah lulus. Permasalahan siswa Ratih ini hanya merupakan puncak gunung es mengenai permasalahan siswa dan lulusan di sekolah menengah kejuruan (SMK) untuk memperoleh pekerjaan selepas lulus. Hal ini menyebabkan para guru harus berjuang untuk menjaga semangat para siswa agar tak putus asa dan pasrah menjadi pengangguran. Sebab, bahaya laten dari masalah pengangguran lulusan SMK tidak hanya terkait dengan ketiadaan pendapatan saja, melainkan juga melahirkan kemiskinan dan ketidaksejahteraan bagi generasi muda di masa mendatang.

      Berbicara mengenai kemiskinan dan kesejahteraan memang tidak akan pernah terlepas dari pengangguran dan pendidikan. Angka kemiskinan di Indonesia sebenarnya kini sudah menunjukkan tren penurunan di angka 9,66% pada semester akhir tahun 2018, lebih kecil dibanding semester sebelumnya sebesar 9,82% dan akhir 2017 sebesar 10,12%. Namun, masih banyak penduduk di Indonesia yang hidup di atas garis kemiskinan namun rentan jatuh miskin. Menurut BPS, jumlah penduduk rentan miskin di Indonesia pada tahun 2018 adalah 53,3 juta jiwa atau 20,19% dari total penduduk karena pendapatan mereka hanya sedikit di atas garis kemiskinan, yaitu di bawah Rp 616.005 per kapita per bulan.

      Menimbang melalui perspektif yang lain, kemiskinan sebenarnya merupakan masalah yang bersifat multidimensional dimana banyak faktor yang dapat mempengaruhi kelahiran dan eksistensi kemiskinan di masyarakat. Oleh karena itu, World Bank merekomendasikan beberapa solusi strategis dalam upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia. Salah satu contohnya adalah pemerataan pendidikan formal pada jenjang pendidikan menengah dan tinggi. Namun, apakah kebijakan ini benar-benar efektif?

      Pendidikan Menengah Tingkat Atas dan Pengentasan Kemiskinan

      Menurut Amartya Sen dalam Ustama (2009), melalui pendidikan yang baik, setiap orang akan memiliki bekal pengetahuan dan keterampilan sehingga mempunyai pilihan untuk mendapat pekerjaan yang lebih produktif dan meningkatkan pendapatannya. Dengan demikian, pendidikan dapat memutus mata rantai kemiskinan dan menghilangkan eksklusi sosial. Harapannya, kedua hal tersebut dapat meningkatkan kualitas hidup dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

      Di Indonesia, pemerintah mewajibkan setiap anak memperoleh pendidikan wajib. Hal ini tidak lain untuk membekali generasi muda dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. SMA/K merupakan pendidikan wajib terakhir yang harus dijalankan oleh setiap anak di Indonesia. Indonesia telah menerapkan sistem wajib belajar 12 tahun, dimulai dari tingkat pendidikan dasar hingga menengah atas atau kejuruan. Setelah lulus, para siswa dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, kuliah, dan memulai karirnya sesuai jurusan yang dipilihnya. Mengenai program tersebut, World Bank memperkirakan jika program wajib belajar di Indonesia ini diterapkan dengan sukses, maka penduduk muda akan mendapat manfaat terbesar dari peningkatan akses pendidikan. Menurut Rasyid (2015), pendidikan bertujuan untuk membentuk manusia yang seutuhnya, beradab, dan mampu melihat potensi dirinya. Melalui proses pendidikan, generasi muda diharapkan dapat  berbagai tantangan global dan kompetitif. Ketika mereka bergerak menuju pasar tenaga kerja, mereka memiliki potensi untuk meningkatkan pendapatan per-kapita nasional sebelum usia penduduk mengalami penuaan dan tingkat ketergantungan meningkat. Terlebih dengan kondisi Indonesia yang akan menghadapi bonus demografi pada beberapa tahun mendatang.

      Anggapan di atas diperkuat dengan klaim Farrukh Iqbal dalam bukunya, Sustaining Gains in Poverty Reduction and Human Development in the Middle East and North Africa, yang mengatakan bahwa pendidikan dan pekerjaan saling berkaitan. Pendidikan dapat membantu keluarga keluar dari zona kemiskinan secara langsung melalui peningkatan pendapatan dari meningkatnya produktivitas pekerja atau membuka jalur untuk bekerja di tempat yang memiliki pendapatan lebih tinggi.

      Terkait dengan keunggulan pendidikan kejuruan dalam pengentasan kemiskinan, Amir dan Yasdin melakukan kajian mengenai tinjauan disparitas dan sumber daya manusia pendidikan kejuruan. Kajian ini memaparkan bahwa pendidikan kejuruan merupakan upaya mewujudkan peserta didik menjadi manusia produktif untuk mengisi kebutuhan terhadap peran-peran yang berkaitan dengan peningkatan nilai tambah ekonomi masyarakat. Pendidikan kejuruan difokuskan pada penyediaan tenaga kerja terampil pada berbagai sektor seperti perindustrian, pertanian, dan teknologi untuk meningkatkan pembangunan ekonomi. Pendidikan kejuruan juga diarahkan untuk mengatasi kesenjangan, kemiskinan, dan pengangguran. Bekerja dan sukses pada pekerjaan yang diinginkan adalah tujuan keberadaan vokasionalisasi yakni pengembangan individu, sosio-politik, dan ekonomi.

      Namun, siswa SMA/K yang tidak dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang berikutnya beralih ke kegiatan langsung bekerja atau terpaksa menerima pilihan terakhir dengan menganggur. Hal tersebut menyebabkan jumlah pengangguran dari lulusan jenjang SMA/K kian tahun berubah-ubah bahkan memiliki persentase terbesar berdasarkan data BPS 2018. Hal ini sangat disayangkan mengingat pemerintah mewajibkan siswanya menempuh pendidikan hingga SMA/K namun tidak meningkatkan tingkat kesejahteraan lulusannya.

      Pendidikan Berhasil Memutus Kemiskinan

      Seharusnya secara teoritis, investasi pada pendidikan formal dapat dijadikan solusi strategis dalam memutus rantai kemiskinan. Pendidikan formal akan menunjang peningkatan jumlah tenaga kerja yang terdidik. Dengan menyandang predikat sebagai tenaga kerja terdidik, masyarakat akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan dengan tingkat upah yang lebih layak sehingga dapat melepaskan diri dari belenggu kemiskinan.

      Hubungan positif antara pendidikan formal dengan menurunnya tingkat kemiskinan di Indonesia sebenarnya juga diamini pada kajian yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB). Kajian tersebut menjelaskan bahwa tingkat returns-to-education Indonesia mengalami peningkatan dengan arti pekerja yang sangat terampil cenderung menghasilkan lebih banyak penghasilan daripada mereka yang hanya mengecap pendidikan dasar. Apabila dibandingkan, mereka yang memiliki pendidikan menengah pertama, atas, dan pendidikan tinggi menikmati premi yang lebih tinggi masing-masing sebesar 20%, 40%, dan 100% dari pendapatan pekerja yang hanya pernah mengenyam pendidikan dasar atau tidak sama sekali. Hal ini terjadi karena tingkat pendidikan dianggap mencerminkan kualitas pekerja. Dalam kajian yang dilakukan oleh Adji bertajuk Indonesia Poverty Reduction Strategies: Shifting Policies to Promote Employment in the Poorest Four Deciles, pendidikan berdampak pada kualitas pekerjaan. Semakin tinggi pendidikan dan kualifikasi yang dimiliki oleh pekerja, semakin baik pula kesejahteraannya.

      Penggambaran relasi positif antara pendidikan dengan menurunnya kemiskinan dapat ditemui pada beberapa daerah di Indonesia. Contohnya di Provinsi Bali, dimana berdasarkan data BPS (Agustus, 2018), angka partisipasi sekolah cukup tinggi pada kelompok umur 16-18 tahun sebesar 82,16%. Angka putus sekolah untuk tingkat SMA dan SMK juga sangat rendah, yaitu sebesar 0,23% dan 0,52%. Sementara itu, tingkat pengangguran terbuka (TPT) menurut SMA dan SMK sebagai pendidikan tertinggi yang ditamatkan adalah 1,41% dan 3,14%. Kondisi ini dibarengi dengan rendahnya TPT secara umum, yaitu 1,37% dan angka kemiskinan sebesar 3,91%, menjadikannya sebagai salah satu yang terendah di Indonesia. Selain itu, Bali memiliki sektor pariwisata yang membuat masyarakatnya fokus pada pendidikan di sektor tersebut. Kecintaan terhadap Bali menyebabkan masyarakatnya mengupayakan untuk menempuh pendidikan setinggi mungkin di sektor tersebut. Sehingga, pekerjaan yang diinginkan umumnya dijadikan orientasi dalam menempuh pendidikan lebih tinggi.

      Seperti Bali, Kepulauan Riau (Kepri) memiliki potensi besar di sektor pariwisatanya. Batam, Natuna, Bintan, Karimun dan Tanjung Pinang merupakan beberapa daerah di Kepri yang berpotensi untuk dikembangkan. Hal ini ditambah peran batam sebagai pusat industri dan free trade zone (TFZ) yang membutuhkan tenaga kerja terampil. Angka partisipasi sekolah cukup tinggi pada kelompok umur 16-18 tahun sebesar 82,80%. Angka putus sekolah untuk tingkat SMA dan SMK juga sangat rendah, yaitu sebesar 0,38% dan 0,89%. Meski jika dilihat dari tingkat pendidikan, TPT untuk SMK dan SMA masih mendominasi di antara tingkat pendidikan lain yaitu sebesar 12,98% dan 10,91%. TPT di Kepri pada Agustus 2018 mencapai 7,12 persen disertai dengan angka kemiskinan yang cukup rendah sebesar 5,83%. PDRB Kepri yang tumbuh sebesar 4,76% pada triwulan pertama tahun ini dapat menjelaskan rendahnya kemiskinan di Kepri. Selain itu, pertumbuhan ini didominasi oleh sektor industri sekunder dan tersier seperti industri pengolahan (37,38%) dan konstruksi (18,43%).

      Pendidikan Belum Memutus Kemiskinan Indonesia

      Secara umum, tingkat pendidikan akan menentukan kualitas dari tenaga kerja yang tersedia. Tenaga kerja yang berkualitas tentu saja akan memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi. Berbagai pendapat dan teori konservatif menganggap kalimat diatas mencerminkan apa yang akan terjadi. Namun, apakah hal ini terjadi di Indonesia?

      Faktanya, misi pemerintah untuk mengurangi tingkat kemiskinan melalui peningkatan tenaga kerja yang terdidik (SMA/K) tersebut tidak terealisasikan secara sempurna. Tingkat kemiskinan absolut di Indonesia pada Maret 2018 berada di angka 9,66% dengan pengeluaran maksimal yang ditetapkan BPS adalah Rp400.995 per bulan untuk masyarakat kota dan Rp370.910 untuk desa. Kemudian, angka TPT Indonesia per Agustus 2018 adalah 5,34%. Hal yang mengejutkan adalah TPT berdasarkan tingkat pendidikan. Dilihat dari tingkat pendidikan pada Agustus 2018, TPT untuk SMK masih mendominasi di antara tingkat pendidikan lain, yaitu sebesar 11,24 %. TPT tertinggi berikutnya terdapat pada SMA sebesar 7,95%. Dengan kata lain, ada penawaran tenaga kerja yang tidak terserap, terutama pada tingkat pendidikan SMK dan SMA. Mereka yang berpendidikan rendah cenderung mau menerima pekerjaan apa saja, dapat dilihat dari TPT orang berpendidikan SD merupakan yang paling kecil di antara semua tingkat pendidikan, yaitu sebesar 2,43 %.

      Selain itu, ada juga beberapa kasus lain yang menyiratkan bahwa relasi antara pendidikan dan turunnya kemiskinan tidak selalu terjadi. Provinsi  Maluku Utara memiliki tingkat kemiskinan yang terdata hanya berada di angka 81,46 ribu jiwa (6,64%). Sedangkan angka putus sekolahnya merupakan yang tertinggi di Indonesia yakni 1,6%. Hal ini berbanding terbalik dengan Jawa Tengah yang jumlah penduduk miskinnya mencapai angka 3,86 juta jiwa (11,19%). Jumlah ini termasuk besar jika dibandingkan dengan berbagai provinsi lain. Padahal, angka putus sekolahnya hanya mencapai 0,4%.

      James J. Heckman, peraih Nobel Ekonomi 2000, juga sempat memberi pernyataan bahwa pendidikan menengah atas dan vokasi saja tidak dapat memutus rantai kemiskinan. Menurutnya, berinvestasi pada pendidikan usia dini merupakan cara paling hemat biaya dalam pengentasan kemiskinan. Tingkat pengembalian tertinggi (rate of return) dalam perkembangan anak usia dini berasal dari investasi usia dini, (0-5 tahun) sebesar 7-10% per tahun. Return of investment ini didasarkan pada peningkatan prestasi sekolah, karier serta pengurangan biaya dalam perbaikan pendidikan, kesehatan, dan kriminalitas.

      Berbagai media dan organisasi seperti ADB mempertanyakan mengenai kualitas lulusan SMA dan SMK dalam pengentasan kemiskinan. Hal ini dibuktikan dengan data BPS yang menyebutkan bahwa lebih dari 20% tingkat pengangguran di Indonesia disumbang oleh lulusan SMK yang seharusnya memiliki kompetensi sesuai kebutuhan industri. Selain itu, ADB menilai buruknya kualitas pendidikan kejuruan di Indonesia umumnya disebabkan atas manajemen sekolah kejuruan cenderung kaku, penempatan kerja tidak teratur, dukungan dana rendah, dan hubungan dengan sektor swasta lemah. Masyarakat pun cenderung memandang pendidikan kejuruan sebagai pendidikan kelas dua alternatif untuk pendidikan menengah tingkat atas.

      Lebih lanjut, ADB menilai salah satu faktor yang menyebabkan belum berhasilnya pendidikan kejuruan di Indonesia karena terdapat kesenjangan keterampilan (skill gap). Skill gap merupakan kondisi dimana tingkat pendidikan para pekerja di Indonesia selalu meningkat, namun kualitasnya pendidikan tingginya rendah dan prestasi belajar sebagian besar siswa tidak memadai untuk memenuhi kualifikasi perusahaan. Hal ini menyiratkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia tidak menyediakan lulusan dengan keterampilan yang tepat. Akibatnya, sejumlah besar individu bekerja di pekerjaan berketerampilan rendah. Pendapat ini dikuatkan dengan pernyataan Ibu Ratih dalam artikel Nikkei Asian Review diatas. Dari kacamatanya, Ratih menyebutkan bahwa masalah utama rendahnya serapan tenaga kerja dari tingkat SMK berakar pada ketidaksesuaian antara kebutuhan industri dan mata pelajaran yang ditawarkan oleh sekolah kejuruan. Buktinya nyata ada pada sekolah yang diampu Ratih. Sekolahnya menawarkan lima bidang spesialisasi: akuntansi, tata boga, teknik listrik, serta teknik mesin dan elektronik, dan hanya jurusan akuntansi saja yang dinilai memadai oleh industri. Jurusan akuntansi dinilai sesuai karena siswanya sering dilibatkan dalam program praktik kerja lapangan, dan ini tidak terjadi pada jurusan lainnya.

      Pola Pendidikan Menengah Atas dan Kejuruan yang Tidak Optimal: Orientasi, Desentralisasi, Hingga Disrupsi dalam Pendidikan

      Apa akar masalah dan solusi dari skill gap di SMA/K Indonesia? Terdapat beberapa poin fundamental yang perlu diperhatikan yaitu, orientasi pendidikan, desentralisasi kebijakan, dan disrupsi pendidikan.

      Orientasi menjadi penting dalam mengarahkan kebijakan pendidikan, termasuk kebijakan yang dapat menciptakan pendidikan menengah atas/kejuruan sebagai sarana efektif dalam pengentasan kemiskinan. Menurut Martha C. Nussbaum, tujuan pendidikan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu untuk memperkaya perekonomian dan untuk mengembangkan manusia. Pendidikan pada model pengembangan lama merupakan pendidikan untuk memperkaya ekonomi. Pendidikan jenis ini membutuhkan keterampilan dasar, literasi, dan kemampuan berhitung. Pendidikan untuk memperkaya perekonomian berusaha menyediakan SDM yang dapat memenuhi kebutuhan industri. Di sisi lain, pendidikan untuk pengembangan manusia berdasarkan moralitas adalah ide yang sangat luas. Ini mencakup banyak jenis proses mengolah hal-hal yang berkaitan dengan pengembangan pribadi siswa. Tujuannya adalah menghasilkan warga negara yang layak yang dapat memahami masalah-masalah bangsa yang ditanggapi oleh nilai-nilai moral seperti keadilan, kesejahteraan, dan multikulturalisme. Pendidikan ini menghasilkan siswa yang memiliki kompetensi praktis dan insentif motivasi untuk melakukan sesuatu terhadap masalah-masalah bangsa. Orientasi pendidikan perlu mengkolaborasikan kedua kutub pendidikan tersebut, dan disertai rentang waktunya.

      Pengambilan kebijakan mengenai pendidikan juga menjadi hal yang penting dalam SMK/A yang efektif dalam pengentasan kemiskinan. Saat ini Indonesia mengalami kerancuan dalam desentralisasi pengambilan kebijakan pendidikan di mana desentralisasi pendidikan masih terbatas pada pengelolaan administrasi sekolah. Padahal pemerintah mengakui adanya  kompetensi yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan potensi daerahnya. Namun, disisi yang lain, pemerintah masih percaya bahwa sentralisasi masih diperlukan dalam pembuatan kebijakan pendidikan Indonesia. Dalam konteks Indonesia, perlu ada ruang yang lebih besar lagi bagi munculnya desentralisasi dalam pembuatan kurikulum berdasarkan potensi daerahnya. Dimana hal ini juga diamini oleh Ustama (2013) dalam publikasinya bertajuk Peranan Pendidikan dalam Pengentasan Kemiskinan, bahwa diperlukan perluasan akses terhadap pendidikan di SMK sesuai kebutuhan dan keunggulan lokal dengan menambah program pendidikan kejuruan yang lebih fleksibel sesuai dengan tuntutan pasar kerja yang berkembang serta perlu dilakukan penambahan muatan pendidikan keterampilan di SMA bagi siswa yang akan bekerja setelah lulus.

      Selain itu, terdapat berbagai permasalahan yang bersumber dari pengajar itu sendiri. Guru memiliki disparitas kualitas dalam hal kemampuan pedagogik maupun pemahaman konsep. Aktualisasi keilmuan guru pun sering terhambat akibat guru terlalu disibukkan untuk mengurus berbagai administrasi kelas. Selain itu pendidikan yang terlalu menjadikan ujian sebagai tolak ukur menghilangkan insentif untuk mengajarkan hal yang penting seperti pemahaman konsep, implementasi dalam praktik, hingga kondisi aktual dari materi pembelajaran.  Disrupsi teknologi dapat menjadi solusi atas permasalahan guru di Indonesia, dimana E-learning untuk pemerataan dan Guru penting sebagai fasilitator. E-learning dapat menjadi sarana bantu guru maupun pengambil kebijakan untuk memastikan berkurangnya disparitas kualitas antar guru.  

      Simpulan

      Angka penduduk miskin sejumlah 53,3 juta bukanlah sekedar angka statistik yang kecil. Belum lagi ditambah dengan masyarakat yang rentan jatuh miskin. Pendidikan hingga jenjang SMA/K yang diharapkan menjadi solusi, justru menjadi bumerang. Skill gap yang muncul antara kebutuhan industri dan mata pelajaran yang ditawarkan menjadi salah satu penyebab utamanya, sehingga tujuan pemerintah tidak tercapai.

      Hubungan antara pendidikan menengah atas dan kejuruan dengan penurunan tingkat kemiskinan di Indonesia belum menunjukkan hasil yang seragam. Hal ini terbukti dengan adanya beberapa daerah dengan hasil positif (pendidikan meningkat sembari kemiskinan menurun) namun tidak dengan sebagian besar daerah lainnya.

      Perlu adanya pemikiran ulang secara fundamental mengenai orientasi pendidikan, ruang desentralisasi kurikulum, dan potensi teknologi. Semua harus dilakukan dalam mengembangkan pendidikan untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia. Sehingga tidak ada Ratih lain yang merasa gagal dalam mengajar siswanya.

      (Surya Merta, Tabitha, Irfan Fawwas/EQ)

      Referensi:

      Adji, Ardi, et.al. 2017. Indonesia Poverty Reduction Strategies: Shifting Policies to Promote Employment in the Poorest Four Deciles. Economics and Finance in Indonesia. Vol. 63 No. 1. Pg 13-37.

      Aji, Priasto. 2015. Summary of Indonesia’s Poverty Analysis. ADB Papers on Indonesia No. 4. Asian Development Bank: Philippines.

      ADVERTISEMENT

      Badan Pusat Statistik. 2017-2019. Jumlah Penduduk Miskin Menurut Provinsi, Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Provinsi, dan Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi. Retrieved from www.bps.go.id.

      Farrukh Iqbal. 2006. Sustaining Gains in Poverty Reduction and Human Development in the Middle East and North Africa. The World Bank: Washington D.C.

      Kasali, Rhenald. 2014. Pendidikan dan Rantai Kemiskinan. Retrieved from https://nasional.kompas.com

      Ministry of Education and Culture of Finland. n.d. Finnish Education System. Retrieved from www. minedu.fi.

      Ministry of Education of Singapore. 2018. Education System. Retrieved from www.moe.gov.sg.

      Pribadi, Bowo. 2018. Sistem Pendidikan di Indonesia Masih Stagnan. Retrieved from www.republika.co.id.

      Rasyid, Harun. 2015. Membangun Generasi melalui Pendidikan sebagai Investasi Masa Depan. Jurnal Pendidikan Anak. Vol 4. No 1. Pg 565-581.

      Rita, Norma. 2019. Potensi dan Keadaan Wilayah. Retrieved from www.academia.edu.

      Sekretariat Jenderal Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan. 2017. Ikhtisar Data Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2017/2018. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan: Jakarta.

      Sen, Amartya Kumar. 2000. Development as Freedom. New York: Anchor Books. Ustama, Dicky Djatnika. 2009. Peranan Pendidikan dalam Pengentasan Kemiskinan. “DIALOG” Jurnal Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik. Vol. 6 No. 1. Pg 1-12.


      Tags: pendidikan
      ADVERTISEMENT
      Penelitian EQ

      Penelitian EQ

      Related Posts

      Sandwich Generation: Antara Bakti dan Derita
      Jelajah Pokok

      Sandwich Generation: Antara Bakti dan Derita

      December 6, 2020
      96
      Jalan Panjang Indonesia dalam Mewujudkan Pendidikan Inklusif
      Jelajah Pokok

      Jalan Panjang Indonesia dalam Mewujudkan Pendidikan Inklusif

      December 3, 2020
      126
      Memilih Demokrasi
      Opini

      Memilih Demokrasi

      November 30, 2020
      121

      Discussion about this post

      ADVERTISEMENT

      POPULAR NEWS

      • Teori Black Swan: Bercermin dari Angkuhnya Ketidakmungkinan

        Teori Black Swan: Bercermin dari Angkuhnya Ketidakmungkinan

        4 shares
        Share 4 Tweet 0
      • Unpaid Internship, Magang Dibayar Pakai Pengalaman

        0 shares
        Share 0 Tweet 0
      • Bosan dengan Kegiatan Kampus? Gali Potensimu dengan Kegiatan di Luar Kampus!

        0 shares
        Share 0 Tweet 0
      • Saya Memilih untuk Tidak Memiliki Circle

        1 shares
        Share 1 Tweet 0
      • Sandwich Generation: Antara Bakti dan Derita

        0 shares
        Share 0 Tweet 0
      ADVERTISEMENT
      Facebook Twitter Instagram
      Warta EQ

      BPPM Equilibrium adalah lembaga mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) yang berdiri pada tahun 1968.

      Yogyakarta, Indonesia
      Sunday, February 28, 2021
      Cloudy
      23 ° c
      95%
      2.49mh
      -%
      30 c 22 c
      Mon
      30 c 22 c
      Tue
      28 c 23 c
      Wed
      28 c 23 c
      Thu

      © 2019 Redaksi Digital

      No Result
      View All Result
      • Home
      • Warta
      • Berita
      • Ekspresi
      • Riset
      • Produk Kami
        • EQ News
        • Majalah
        • Mini Research

      © 2019 Redaksi Digital

      Login to your account below

      Forgotten Password? Sign Up

      Fill the forms bellow to register

      All fields are required. Log In

      Retrieve your password

      Please enter your username or email address to reset your password.

      Log In