26 °c
Yogyakarta
26 ° Fri
26 ° Sat
25 ° Sun
25 ° Mon
Thursday, January 21, 2021
  • Tentang Kami
  • Hubungi Kami
  • Kontribusi
  • Pedoman Media Siber
  • Masthead
Warta EQ
  • Home
  • Warta
    Mengulik Drama Start-Up: Realita atau Naskah Belaka?

    Mengulik Drama Start-Up: Realita atau Naskah Belaka?

    Awali dengan Proteksi sebelum Berinvestasi

    Awali dengan Proteksi sebelum Berinvestasi

    Bekerja Saat Menjadi Mahasiswa, Buat Apa?

    Bekerja Saat Menjadi Mahasiswa, Buat Apa?

    Zoom Fatigue, Pernahkah Berada pada Fase Ini?

    Zoom Fatigue, Pernahkah Berada pada Fase Ini?

    Beramai-ramai Pindah ke Simaster

    Beramai-ramai Pindah ke Simaster

    Trending Tags

    • Pemilu
  • Berita
    • All
    • FEB
    • Jogja
    • Nasional
    • UGM
    Mengulik Drama Start-Up: Realita atau Naskah Belaka?

    Mengulik Drama Start-Up: Realita atau Naskah Belaka?

    Charity Concert GMCO 2020: Berbagi Kasih Melalui Karya

    Charity Concert GMCO 2020: Berbagi Kasih Melalui Karya

    FSDE 2020: Pemulihan Ekonomi di Masa Pandemi Melalui Fintech

    FSDE 2020: Pemulihan Ekonomi di Masa Pandemi Melalui Fintech

    Closing Ceremony Porsenigama 2020: Penutup Manis Keseruan Laga Pertandingan

    Closing Ceremony Porsenigama 2020: Penutup Manis Keseruan Laga Pertandingan

    Debat Capresma Jilid Dua: Siapakah yang Terbaik?

    Debat Capresma Jilid Dua: Siapakah yang Terbaik?

    Trending Tags

    • 2019
  • Ekspresi
    • All
    • FEB Menulis
    • Fokus
    • Sastra
    Bisa

    Bisa

    Patah Hati

    Patah Hati

    Puan

    Puan

    Pentingnya Perencanaan Keuangan akibat Uang Elektronik

    Pentingnya Perencanaan Keuangan akibat Uang Elektronik

    Pendidikan tanpa Filsafat

    Pendidikan tanpa Filsafat

    Trending Tags

  • Riset
    • All
    • Jelajah Pokok
    • Opini
    • Telusur Perkara
    Sandwich Generation: Antara Bakti dan Derita

    Sandwich Generation: Antara Bakti dan Derita

    Jalan Panjang Indonesia dalam Mewujudkan Pendidikan Inklusif

    Jalan Panjang Indonesia dalam Mewujudkan Pendidikan Inklusif

    Memilih Demokrasi

    Memilih Demokrasi

    Quo Vadis Wisata Storynomics Yogyakarta

    Quo Vadis Wisata Storynomics Yogyakarta

    Regulasi Kantong Plastik dalam Jerat Kompleksitas Perilaku

    Regulasi Kantong Plastik dalam Jerat Kompleksitas Perilaku

    Trending Tags

    • Produk Kami
      • EQ News
      • Majalah
      • Mini Research
    No Result
    View All Result
    Warta EQ
    • Home
    • Warta
      Mengulik Drama Start-Up: Realita atau Naskah Belaka?

      Mengulik Drama Start-Up: Realita atau Naskah Belaka?

      Awali dengan Proteksi sebelum Berinvestasi

      Awali dengan Proteksi sebelum Berinvestasi

      Bekerja Saat Menjadi Mahasiswa, Buat Apa?

      Bekerja Saat Menjadi Mahasiswa, Buat Apa?

      Zoom Fatigue, Pernahkah Berada pada Fase Ini?

      Zoom Fatigue, Pernahkah Berada pada Fase Ini?

      Beramai-ramai Pindah ke Simaster

      Beramai-ramai Pindah ke Simaster

      Trending Tags

      • Pemilu
    • Berita
      • All
      • FEB
      • Jogja
      • Nasional
      • UGM
      Mengulik Drama Start-Up: Realita atau Naskah Belaka?

      Mengulik Drama Start-Up: Realita atau Naskah Belaka?

      Charity Concert GMCO 2020: Berbagi Kasih Melalui Karya

      Charity Concert GMCO 2020: Berbagi Kasih Melalui Karya

      FSDE 2020: Pemulihan Ekonomi di Masa Pandemi Melalui Fintech

      FSDE 2020: Pemulihan Ekonomi di Masa Pandemi Melalui Fintech

      Closing Ceremony Porsenigama 2020: Penutup Manis Keseruan Laga Pertandingan

      Closing Ceremony Porsenigama 2020: Penutup Manis Keseruan Laga Pertandingan

      Debat Capresma Jilid Dua: Siapakah yang Terbaik?

      Debat Capresma Jilid Dua: Siapakah yang Terbaik?

      Trending Tags

      • 2019
    • Ekspresi
      • All
      • FEB Menulis
      • Fokus
      • Sastra
      Bisa

      Bisa

      Patah Hati

      Patah Hati

      Puan

      Puan

      Pentingnya Perencanaan Keuangan akibat Uang Elektronik

      Pentingnya Perencanaan Keuangan akibat Uang Elektronik

      Pendidikan tanpa Filsafat

      Pendidikan tanpa Filsafat

      Trending Tags

    • Riset
      • All
      • Jelajah Pokok
      • Opini
      • Telusur Perkara
      Sandwich Generation: Antara Bakti dan Derita

      Sandwich Generation: Antara Bakti dan Derita

      Jalan Panjang Indonesia dalam Mewujudkan Pendidikan Inklusif

      Jalan Panjang Indonesia dalam Mewujudkan Pendidikan Inklusif

      Memilih Demokrasi

      Memilih Demokrasi

      Quo Vadis Wisata Storynomics Yogyakarta

      Quo Vadis Wisata Storynomics Yogyakarta

      Regulasi Kantong Plastik dalam Jerat Kompleksitas Perilaku

      Regulasi Kantong Plastik dalam Jerat Kompleksitas Perilaku

      Trending Tags

      • Produk Kami
        • EQ News
        • Majalah
        • Mini Research
      No Result
      View All Result
      Warta EQ
      Home Warta

      Pemilu Legislatif: Etalase Omong Kosong

      Tim Redaksi by Tim Redaksi
      March 29, 2019
      in Warta
      0
      Pemilu Legislatif: Etalase Omong Kosong
      2
      SHARES
      360
      VIEWS
      Share on FacebookShare on Twitter
      ADVERTISEMENT

      Melayang pandang pada sekujur tubuh kota, tampak sorot-sorot mata berbaris rapi dalam bingkai papan tak bernyawa. Tatapan tajam pada mata mereka seolah berkata “Pilihlah aku menjadi penyambung lidah kalian”. Sementara itu, sapta warna panji identitas melambai-lambai di tengah lalu-lalang jalanan, seakan mencoba mendominasi setiap kedipan mata. Ya, atmosfer semacam ini tak ubahnya suatu kelaziman dalam menyambut pesta besar di bumi demokrasi Indonesia. Bukan sekadar  ajang perebutan suara, perhelatan akbar beserta ornamen-ornamennya itu pun mestinya berisikan refleksi nasib rakyat lima tahun ke depan. Lantas, sudahkah perhelatan itu hadir mengusung makna? Atau justru sebatas pesta tanpa arti?

      ADVERTISEMENT

      Pemilihan Umum (Pemilu) serentak yang kerap disebut sebagai pesta demokrasi ini selalu mendapatkan perhatian khusus dari masyarakat di setiap perhelatannya, tak terkecuali pada tahun politik 2019. Bagaimana tidak, bayangkan saja presiden, wakil presiden, dan wakil rakyat di kursi legislatif untuk periode lima tahun ke depan nanti dipilih sekaligus dalam satu waktu. Kendati berfungsi guna menghemat anggaran Pemilu, teknis pelaksanaan pemilihan serentak ini bukan tanpa efek samping. Pasalnya, Pemilu serentak berpotensi mengakibatkan terpusatnya fokus khalayak hanya pada pemilihan presiden (Pilpres). Akibatnya, antusiasme masyarakat terhadap pemilihan legislatif (Pileg) terpaksa menjadi korban.

      “Secara teori, sejak mulai digagas, Pemilu serentak sebenarnya membuat cara berpikir masyarakat tentang mandat itu menjadi tunggal. Hal ini karena dalam sebuah sistem presidensial seharusnya rakyat memberikan dua mandat, kepada legislatif dan kepada eksekutif,”  jelas Dr. Abdul Gaffar Karim, pengamat politik Universitas Gadjah Mada, saat ditemui di ruang kerjanya (18/3). “Sehingga, ada peluang sangat besar bahwa rakyat itu berpikir satu kali saja. Maka, boleh jadi keberhasilan calon presiden dalam suksesi Pilpres nantinya akan menentukan mayoritas kursi legislatif,” imbuhnya.

      Fenomena pola pikir di masyarakat ini pada akhirnya akan menggiring perubahan dalam strategi kampanye dan ini disadari betul oleh setiap tim pemenangan. Premis tersebut dapat kita buktikan dengan maraknya baliho kampanye yang memampangkan foto calon legislatif (Caleg) berdampingan dengan calon presiden (Capres). “Sebenarnya ada dalam ilmu politik disebut coattail effect. Ini adalah efek yang ditimbulkan oleh kemenangan tokoh penting sehingga siapapun yang mendukungnya akan turut menang,” papar Gaffar. Dengan demikian, coattail effect ini sangat berpotensi menimbulkan pelibatan kekuatan elektabilitas calon presiden dalam kampanye Caleg, baik itu koalisi incumbent maupun oposisi.

      Baca Juga

      Mengulik Drama Start-Up: Realita atau Naskah Belaka?

      Awali dengan Proteksi sebelum Berinvestasi

      Bekerja Saat Menjadi Mahasiswa, Buat Apa?

      Lebih lagi, partai politik (Parpol) dengan skala prioritasnya masing-masing begitu kentara memberikan fokus yang lebih pada suksesi Pilpres dan terkesan tak acuh terhadap Pileg. Gaffar mengungkapkan bahwa kurangnya konsentrasi terhadap Pileg mengakibatkan sedikitnya kontribusi Parpol dalam pemenangan Caleg, terlebih dalam hal arah kampanye. “Terkesan seolah ini pertarungan individu,” tegasnya. Pada akhirnya, realita semacam ini lah yang membuat permasalahan kian menjalar ke mana-mana.

      Benar saja, jalaran ruwet permasalahan sederhana tersebut nyatanya menjangkiti pelbagai aspek, salah satunya ialah nilai dari kampanye itu sendiri. Alhasil, jangan terkejut apabila tidak sedikit peserta Pileg yang tak lagi menjual apa yang mestinya dijual dalam kampanyenya. Mereka justru menggunakan cara-cara yang terkesan konyol. Sebut saja tag line seperti “Rela jungkir balik demi rakyat”, “Coblos tahi lalatnya”, hingga “Coblos saya insyaallah masuk surga”. Hal ini merupakan sebagian kecil dari begitu banyak hal konyol yang mungkin pernah kita temui di baliho-baliho Caleg. “Strategi seperti itu (jargon konyol, red) sangat tidak mendidik. Ini karena politik urusan kesejahteraan masyarakat, bukan untuk dimain-mainkan dengan gimmick seperti itu,” ujarnya.

      Meski begitu, Gaffar tidak pula menganggap obral program dalam kampanye Caleg merupakan kiat yang dibenarkan dalam sudut pandang ilmu politik. “Tentang bagaimana arah suatu pemerintahan daerah itu tergantung eksekutif (kepala daerah, red). Legislatif tugasnya hanya tinggal membuka telinga lebar-lebar karena mereka adalah wakil rakyat, bukan memulai dengan suatu set program yang sudah jadi,” paparnya. Namun, permasalahan demokrasi bukan semata soal bagaimana Pemilu beserta kampanye di dalamnya berlangsung. Lebih dari itu, demokrasi itu sendiri ialah tentang bagaimana demos membangun kratos. “Maka sebenarnya permasalahan kembali lagi kepada kita (rakyat, red). Tugas utama kita adalah menjadi demos atau pengawas dalam jalanya demokrasi,”  pungkas Gaffar menutup perbincangan sore itu.Ya, dalam dinamika politik elektoral, maju mundurnya situasi politik sejatinya tidak akan pernah bisa terlepas dari kehadiran rakyat. Rakyat yang berpartisipasi aktif dalam suatu proses pembentukan negara seperti halnya Pemilu memang sangat dibutuhkan. Pemilu itu sendiri, khususnya di tingkat legislatif merupakan hari lahir bagi demokrasi. Untuk itu, Pemilu haruslah tetap menjadi Pemilu sebagaimana khitah demokrasi dan bukan sebatas pesta tanpa arti. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut, pola pikir di tengah masyarakat harus segera diluruskan, bahwa pada hakikatnya Pemilu ialah suatu proses pendelegasian kepercayaan dan bukan sekadar etalase omong kosong.

      (Jatmiko Tribudi P. & Abhinaya R. /EQ)

      Tags: 2019EQ NewsEQNewsJogjaPartaiPemiluPemilu LegislatifPilegPilpresPolitikRoy Suryo
      ADVERTISEMENT
      Tim Redaksi

      Tim Redaksi

      Redaksi Digital Badan Pers dan Penerbitan Mahasiswa Equilibrium dengan 12 awak yang terdiri dari Farid, Feby, Vima, Siro, Rere, Erin, Putu, Ratri, Deno, Bela, Lalita, dan Lia

      Related Posts

      Mengulik Drama Start-Up: Realita atau Naskah Belaka?
      Nasional

      Mengulik Drama Start-Up: Realita atau Naskah Belaka?

      January 20, 2021
      18
      Awali dengan Proteksi sebelum Berinvestasi
      Warta

      Awali dengan Proteksi sebelum Berinvestasi

      December 30, 2020
      72
      Bekerja Saat Menjadi Mahasiswa, Buat Apa?
      Warta

      Bekerja Saat Menjadi Mahasiswa, Buat Apa?

      September 28, 2020
      114

      Discussion about this post

      ADVERTISEMENT

      POPULAR NEWS

      • Unpaid Internship, Magang Dibayar Pakai Pengalaman

        Unpaid Internship, Magang Dibayar Pakai Pengalaman

        0 shares
        Share 0 Tweet 0
      • Teori Black Swan: Bercermin dari Angkuhnya Ketidakmungkinan

        4 shares
        Share 4 Tweet 0
      • Kapitalisme: Kutukan bagi Demokrasi Ekonomi

        0 shares
        Share 0 Tweet 0
      • Predikat 'Cum Laude' Merajalela, Kredibilitas Nilai Dipertanyakan?

        0 shares
        Share 0 Tweet 0
      • Do Big, Be Big

        0 shares
        Share 0 Tweet 0
      ADVERTISEMENT
      Facebook Twitter Instagram
      Warta EQ

      BPPM Equilibrium adalah lembaga mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) yang berdiri pada tahun 1968.

      Yogyakarta, Indonesia
      Thursday, January 21, 2021
      Scattered Thunderstorms
      26 ° c
      83%
      3.73mh
      -%
      28 c 23 c
      Fri
      29 c 23 c
      Sat
      28 c 23 c
      Sun
      28 c 23 c
      Mon

      © 2019 Redaksi Digital

      No Result
      View All Result
      • Home
      • Warta
      • Berita
      • Ekspresi
      • Riset
      • Produk Kami
        • EQ News
        • Majalah
        • Mini Research

      © 2019 Redaksi Digital

      Login to your account below

      Forgotten Password? Sign Up

      Fill the forms bellow to register

      All fields are required. Log In

      Retrieve your password

      Please enter your username or email address to reset your password.

      Log In