Masih hangat dalam pembicaraan publik dua minggu lalu mengenai kasus tagihan pengembalian Barang Milik Negara (BMN) oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) kepada Roy Suryo. Dikutip dari situs berita Tirto.id, kasus tersebut berawal pada Juli 2016 dimana Kemenpora melayangkan surat bernomor 1711/MENPORA/INS.VI/2016 kepada Roy Suryo yang kala itu menjabat sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga tahun 2013-2014. Surat tersebut berisi permintaan Kemenpora agar Roy Suryo mengembalikan 1.438 jenis barang dengan rincian 3.174 unit yang bernilai Rp8,5 miliar. Sampai saat ini, kasus tersebut masih dalam proses penyelesaian secara pribadi antara Roy Suryo dan Kemenpora. Hal ini menjadi pembelajaran berharga khususnya bagi para pejabat dan aparat pemerintah bahwa aset BMN harus dikelola dengan sebaik-baiknya sebagai tanggung jawab bersama.
Oleh sebab itu, untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman manajemen BMN, Kementerian Keuangan bersama Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) dalam rangka Dies Natalis FEB UGM ke-63 menyelenggarakan Kuliah Umum berjudul “Strategi Optimalisasi Manajemen Barang Milik Negara (BMN) dalam Pengelolaan Kebijakan Fiskal” pada Selasa (25/09) bertempat di Auditorium Pusat Pembelajaran FEB UGM Lantai 8. Acara kuliah umum ini dihadiri oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, S.E., M.S., Ph.D sebagai pembicara kuliah umum dan dimoderatori oleh Dekan FEB UGM, Dr. Eko Suwardi, M.Sc., Ph.D. Selain itu, hadir pula Rektor UGM, Prof. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., didampingi oleh Wakil Rektor bidang Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, drg. Ika Dewi Ana, M.Kes., Ph.D., dan jajaran dekanat FEB UGM, serta Ketua Program Studi Magister Ekonomika Pembangunan, Dr. Akhmad Makhfatih, M.A.
Selama 2 jam kuliah umum berlangsung, Sri Mulyani memaparkan pentingnya keberadaan BMN dalam menunjang penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan masyarakat. Dalam penjelasannya, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2014, BMN merupakan semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) atau perolehan lain yang sah. Contoh nyata BMN adalah infrastuktur seperti jalan, jembatan, bendungan, sekolah, rumah sakit, kantor pemerintahan, bandara, rel kereta api, dan lain-lain. Fokus utama pengadaan BMN adalah untuk menghadirkan kesejahteraan rakyat terutama dari segi fisik. Oleh sebab itu, proses BMN mulai dari perencanaan, pengadaaan, pemanfaatan, pemeliharaan, pemindahtanganan, dan penghapusan haruslah melalui prosedur yang baik dan tepat sasaran. “BMN adalah bagian dari peradaban suatu negara dan cerminan bagaimana suatu negara dan institusi di dalamnya menghargai apa yang telah dibangun,” jelas Sri Mulyani.
Maka dari itu, atas mandat Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, BMN wajib secara rutin dibukukan dalam bentuk laporan dan didayagunakan agar ada nilai tambah. Jadi, setiap bentuk-bentuk kegiatan perencanaan, pengadaan, dan pemanfaatan harus dicatat dalam neraca aset yang disusun oleh Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Kekayaan Negara. Usaha ini sudah dilakukan sejak tahun 2006 sebagai hasil refleksi bahwa tidak ada catatan pengelolaan dan neraca pada aset dan BMN dari segi kekayaan negara yang dibuat oleh pemerintah sebelumnya. Oleh karena adanya pencatatan ini, pada tahun 2016, Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) mendapat opini penilaian Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hal ini sekaligus menjadi pencapaian pemerintah karena predikat WTP didapatkan pertama kali dalam sejarah LKPP.
Selain berusaha melakukan administrasi BMN, pemerintah tengah meminimalisir adanya aset yang ‘tidur’. BMN dipandang sebagai aset yang harus memiliki produktivitas dan memiliki nilai guna. Namun, dalam mengelola BMN, pemerintah tidak hanya memandang dari sisi keuntungan, tetapi juga kebermanfaatan terhadap masyarakat seperti nilai sosial, nilai lingkungan hidup, nilai manfaat, dan lain sebagainya. “Indonesia ini memang penyakitnya adalah soal pemeliharaan. Kalau dibandingkan, negara maju bisa maju karena pemerintahnya kerja keras dan asetnya produktif, sedangkan Indonesia asetnya banyak yang tidur,” terang Sri Mulyani. Menutup acara ini, kesimpulan yang dapat dipetik adalah kelola BMN dengan baik agar kesejahteraan rakyat dapat tercapai.
(Ayom Purwahadikusuma/EQ)
Discussion about this post