Dengan status ekshibisi (tontonan), esports mulai dipertandingkan dalam ajang kompetisi olahraga resmi di Asian Games 2018. Status ekshibisi yang melekat pada kompetisi esports, membuat apapun hasil yang diperoleh tidak akan memengaruhi posisi klasemen. Meskipun begitu, esports dalam Asian Games 2018 diikuti oleh 18 negara peserta dengan mempertandingkan 6 games. Peristiwa ini membuktikan bahwa esports semakin menunjukkan kekuatan industrinya di Indonesia dan dunia.
Kemunculan esports dalam ajang kompetisi olahraga resmi menuai pro dan kontra. Satu pihak setuju dengan status esports sebagai suatu cabang olahraga. Di sisi lain, ada pihak yang tidak setuju dengan diangkatnya esports sebagai cabang olahraga resmi. Mereka mempertanyakan kelayakan game apabila diangkat sebagai olahraga. Selain itu, stigma negatif mengenai game masih melingkupi masyarakat, khususnya di Indonesia.
Terlepas dari pro, kontra, dan stigma negatif masyarakat, Indonesia dinilai masih belum siap dengan kemunculan industri esports. Indonesia masih memiliki beberapa permasalahan yang menghambat berkembangnya industri esports. Lantas, masih pantaskah esports diestimasikan memiliki potensi yang besar bagi perekonomian Indonesia?
Gaming versus Esports
Menurut Oxford Learning Dictionary, esports adalah multiplayer video game yang dimainkan secara kompetitif untuk penonton, biasanya oleh pemain game profesional.
Berdasarkan pernyataan pengamat gaming dan esports, Dedy Irvan, terdapat perbedaan mendasar dalam gaming dan esports. Menurut Dedy, esports adalah game yang dipakai untuk profesi. Sementara dalam gaming, game hanya dimainkan untuk mengisi waktu luang atau rekreasi, bukan untuk tujuan profesional.
Hambatan – Stigma Negatif Masyarakat
Perbedaan sudut pandang antar generasi (generasi milenial dan generasi tua) merupakan salah satu hal yang menghambat berkembangnya esports di Indonesia. Generasi tua memandang bahwa bermain game memiliki lebih banyak dampak negatif daripada dampak positif. Beberapa di antaranya adalah anggapan bahwa game dapat membuat seseorang menjadi kurang bergaul dan membuang waktu. Padahal, dalam bermain game online, seseorang dapat berkomunikasi dengan pemain lain melalui fasilitas yang disediakan. Selain itu, jika dilihat dari sudut pandang yang berbeda, bermain game untuk tujuan profesional (esports) dapat dijadikan salah satu profesi yang menjanjikan.
Permasalahan kesetaraan gender, khususnya bagi wanita, turut menjadi permasalahan dalam dunia esports. Kompetisi olahraga pada umumnya membedakan laki-laki dan perempuan berdasarkan perbedaan karakteristik biologis. Namun, kompetisi esports mengandalkan kemampuan yang tidak berkaitan dengan karakteristik biologis, misalnya kecepatan, ketangkasan, kemampuan, dan kerja sama tim. Dengan demikian, seharusnya laki-laki dan perempuan memiliki kapasitas yang sama dalam industri esports.
Selain itu, masyarakat Indonesia kurang mengenal esports secara mendalam. Menurut Ketua Umum Indonesia Esports Association (IESPA), Edy Lim, masih ada yang berkata bahwa esports sekadar bermain game dan mereka mempertanyakan sisi olahraga dalam esports. Hal ini menandakan bahwa sebagian masyarakat masih mengalami kesulitan dalam membedakan esports dan gaming.
Hambatan lain dalam esports adalah permasalahan hak cipta. Untuk mengadakan kompetisi esports, harus berhubungan dengan suatu produk game yang dibuat oleh developer. Oleh karena itu, akan terbentur hak cipta apabila dipertandingkan.
Di sisi lain, pengelolaan sumber daya manusia dalam industri esports juga masih dinilai kurang profesional. Dengan pengelolaan yang profesional, urusan infrastruktur akan mengikuti, misalnya seperti pengadaan stadion khusus gaming dengan perlengkapan esports yang memadai.
Bagaimana Esports Dapat Berkontribusi bagi Perekonomian?

Berdasarkan 2018 Global Esports Market Report oleh Newzoo, diketahui bahwa pendapatan yang dihasilkan oleh industri esports mengalami kenaikan yang signifikan tiap tahunnya. Bahkan, Newzoo memprediksikan bahwa pendapatan dunia yang dihasilkan oleh esports sebesar US$1,65 miliar.

Pada tahun 2018, pendapatan esports diperkirakan akan berjumlah sebesar US$906 juta. Pendapatan esports tersebut berasal dari sponsor, iklan, pendapatan media rights, biaya game publisher, serta pendapatan tiket dan barang dagang.

Selain diestimasikan bahwa pendapatan esports pada 2018 mencapai US$906 juta, diperkirakan juga bahwa jumlah audiens esports mencapai 215 juta orang di tahun yang sama. Dari 215 juta orang, 165 juta orang merupakan penggemar esports (termasuk orang yang secara aktif berkompetisi di liga amatir). Sisanya merupakan audiens yang terlibat secara tidak berkala. Newzoo mendefinisikan esports enthusiasts (penggemar esports) sebagai orang yang melihat konten esports profesional lebih dari sekali dalam sebulan. Dengan demikian, meskipun dalam 165 juta orang esports enthusiasts ini belum tentu suka bermain games, mereka turut berkontribusi dalam pendapatan esports karena sebagian dari mereka berantusias dalam melihat konten esports. Sebagai tambahan informasi, dari total 165 juta penggemar esports pada 2018, 53 persen berdomisili di Asia-Pasifik.
Angka ini diperkirakan terus meningkat tiap tahunnya. Bahkan, pada tahun 2021 diperkirakan angka audiens total dari esports global mencapai 307 juta orang.
Kondisi dan Peluang Industri Esports di Indonesia
Pada pertengahan tahun 2017, Newzoo memperkirakan akan ada 43,7 juta pemain game di Indonesia, yang menghabiskan total US$879,7 juta. Ini menjadikan Indonesia menjadi negara nomor 16 di dunia dalam hal pendapatan game.
Selain itu, dilansir dari Pikiran Rakyat pada Agustus 2018, jumlah pemain game di Indonesia saat ini diprediksi sudah mencapai 34 juta orang. Dari jumlah tersebut, 19,9 juta di antaranya adalah pemain game online berbayar dan rata-rata pengeluarannya mencapai US$9,12.

Jumlah yang cukup besar ini diperkirakan karena penetrasi smartphone dengan kisaran harga 1 juta rupiah. Berdasarkan survei dari We Are Social pada Januari 2018, pengguna internet di Indonesia sudah mencapai 132,7 juta dari 265,4 juta penduduk di Indonesia. Sementara itu, jumlah active mobile social users mencapai 120 juta penduduk.
Mengapa Industri Esports Tak Dapat Dianggap Remeh?

Berdasarkan kedua diagram di atas, hadiah dari esports (Dota 2 dan LoL Championship) masih berada di bawah Wimbledon 2018, yang merupakan kompetisi tenis besar. Namun, beberapa kompetisi olahraga non-esports (Daytona dan 2018 U.S. Open) memiliki hadiah yang lebih rendah daripada kompetisi Dota 2. Meski begitu, dilihat dari jumlah penonton yang ada, esports (LoL Championship) sangat jauh lebih unggul daripada olahraga non-esports.
Sementara itu, kompetisi esports di Indonesia, misalnya Kratingdaeng Indonesia Esports Championship 2018, juga memiliki total hadiah yang besar, yaitu 1 miliar rupiah. Selain itu, ada juga Indonesia Games Championship yang memiliki total hadiah sebesar 600 juta rupiah.
Dengan demikian, meskipun masih memiliki hambatan dan stigma negatif di mata masyarakat Indonesia, industri esports dapat dikatakan memiliki potensi yang besar ke depannya. Selain diikutkan dalam kompetisi olahraga Asian Games 2018, esports semakin menunjukkan kekuatannya melalui kontribusi bagi perekonomian. Di samping itu, jumlah pemain dan penonton dalam industri esports yang kian meningkat juga dapat dijadikan bukti bahwa industri esports bukanlah suatu hal yang dapat dianggap remeh. Hal ini didukung pula oleh hadiah fantastis yang ditawarkan dalam mendukung kompetisi esports di skala nasional maupun internasional.
Akhir kata, dapat disimpulkan bahwa esports dapat berpotensi secara maksimal bagi perekonomian Indonesia apabila diimbangi dengan dukungan yang kuat dari pihak pemerintah maupun masyarakat. Pemerintah dapat mendukung esports dengan mengadakan berbagai kompetisi yang menunjang perkembangan esports. Hal ini dapat dilakukan dengan tetap mengikutkan esports ke cabang olahraga dalam kompetisi berskala nasional. Selain itu, masyarakat diharapkan untuk mulai menghilangkan stigma negatif tentang esports. Dengan begitu, industri esports dapat berkembang dan semakin menunjukkan potensinya bagi perekonomian negara.
(Evelyn Ivana Audrey)
Referensi:
2018 Global Esports Market Report. Report. Newzoo, 2018.
Indonesia Digital Landscape 2018. Report. We Are Social, 2018.
https://kumparan.com/@kumparantech/5-fakta-cabang-olahraga-esport-di-asian-games-2018-1535324814223276870
https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20180125200322-185-271641/indonesia-belum-siap-dengan-esport
https://en.oxforddictionaries.com/definition/e-sport
https://tekno.kompas.com/read/2018/05/25/13150097/apa-beda-antara-gaming-dan-esports-
https://esportsnesia.com/fokus/apakah-kita-butuh-kompetisi-esports-khusus-perempuan/
https://kumparan.com/@kumparantech/asian-games-2018-jadi-ajang-perkenalan-esports-sebagai-olahraga-27431110790552996
https://tekno.kompas.com/read/2018/05/25/20170017/peluang-dan-tantangan-industri-e-sport-di-indonesia
https://www.forbes.com/sites/greatspeculations/2018/07/11/how-big-can-esports-grow-in-2018/#2839897a6a36
https://newzoo.com/insights/articles/newzoo-global-esports-economy-will-reach-905-6-million-2018-brand-investment-grows-48/
https://newzoo.com/insights/infographics/the-indonesian-gamer-2017/
http://teknologi.metrotvnews.com/game/0Kvmxpok-pasar-game-indonesia-salah-satu-tertinggi-sedunia
http://www.pikiran-rakyat.com/ekonomi/2018/08/06/gamer-indonesia-diprediksi-capai-34-juta-orang-428379
Discussion about this post