Isu pendidikan masih menjadi topik hangat di bulan Mei ini, tidak terkecuali di Universitas Gadjah Mada (UGM). Beberapa isu pendidikan yang membuat resah di kalangan mahasiswa UGM adalah perihal mobilisasi mahasiswa baru, reformulasi Uang Kuliah Tunggal (UKT), dan student loan. Kebijakan UGM yang berkaitan dengan isu ini dianggap minim sosialisasi dan keterbukaan informasi kepada mahasiswa. Oleh karena itu, Hearing Rektorat pun digelar pada Rabu (16/5) lalu di Hall Gelanggang Mahasiswa UGM. Acara ini diselenggarakan agar mahasiswa UGM memahami kebijakan dari sudut pandang pembuat kebijakan.
Hearing Rektorat ini dihadiri oleh Rektor UGM periode 2017-2022, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., beserta jajarannya, yaitu Dr. Supriyadi, M.Sc., Akt., selaku Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Keuangan, dan Sistem Informasi UGM, Dr. R. Suharyadi, M.Sc., selaku Direktur Direktorat Kemahasiswaan UGM, dan Dr. drh. R. Gagak Donny, M.P., M.Pd.,selaku Kepala Subdirektorat Pengembangan Karakter Mahasiswa. Sementara itu, dari elemen mahasiswa dihadiri oleh perwakilan beberapa organisasi mahasiswa di UGM. Diskusi Hearing Rektorat dimoderatori oleh Erwin Wijaya, mahasiswa Fakultas Hukum. Diperkirakan ada 150 orang mahasiswa UGM hadir dalam acara ini.
Perbincangan pada diskusi Hearing Rektorat ini dibagi dalam empat sesi, yaitu sesi aspirasi mobilisasi mahasiswa baru, aspirasi UKT, aspirasi student loan, dan terakhir aspirasi bebas di luar ketiga topik tersebut.
Sesi pertama membahas aturan pelarangan adanya kegiatan mobilisasi mahasiswa baru seperti orientasi jurusan. Dalam Surat Keputusan Rektor Nomor 621/UN1.P/SK/HUKOR/2017 tentang Pelatihan Pembelajar Sukses bagi Mahasiswa Baru (PPSMB) tahun 2017 disebutkan bahwa PPSMB adalah satu-satunya kegiatan dalam proses pengenalan kampus pada semester satu. Kegiatan lainnya terkait mobilisasi mahasiswa baru dapat dilaksanakan semester selanjutnya.
Dalam Hearing Rektorat ini, mahasiswa meminta penjelasan mengenai latar belakang, urgensi, dan proyeksi dari berlakunya aturan ini. Pihak rektorat menanggapi bahwa kegiatan pengenalan kampus adalah tanggung jawab universitas. Oleh karena itu, pihak universitas telah merancang PPSMB agar efektif dan efisien sebagai kegiatan orientasi mahasiswa baru sehingga meminimalisir risiko perpeloncoan. Dengan begitu, orientasi jurusan tidak perlu diadakan. Akan tetapi, pihak rektorat menyatakan bahwa tidak ada pelarangan total atas orientasi jurusan. “Ospek jurusan juga merupakan muatan inti dari PPSMB jadi bisa dimodifikasi misalnya seperti di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol), hari pertama di fakultas dan hari kedua di Program Studi (Prodi),” ujar Gagak Donny. Berdasarkan aspirasi yang disampaikan, disepakati bahwa rektorat bersedia menerima masukan dan kajian dari mahasiswa, tetapi akan didiskusikan terlebih dahulu.
Masuk ke pembahasan UKT, dimulai dengan permohonan transparansi Biaya Kuliah Tunggal (BKT), penggolongan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang dinilai belum berkeadilan, dan permintaan dilibatkannya mahasiswa dalam perumusan reformulasi UKT. Pihak rektorat menanggapi permasalahan ini dengan pemaparan bahwa nominal UKT maksimal tidak boleh melebihi BKT. Rektorat mengakui reformulasi UKT yang ada belum bisa menutup biaya kebutuhan universitas. Hal ini karena tidak semua fakultas mendapatkan banyak mahasiswa dengan golongan UKT 5 dan di beberapa fakultas sebagian besar mahasiswanya mendapatkan golongan UKT 3-4. “Memang benar ada ketidakadilan UKT di beberapa fakultas karena range-nya terlalu jauh. Maka dari itu untuk mengurangi ketidakadilan diterapkanlah penambahan golongan UKT 7-8, tetapi UGM tidak semata-mata bisa menjerat orang tua dengan penghasilan tinggi,” ujar Supriyadi. Atas pertimbangan usulan UKT dari mahasiswa, pihak rektorat bersedia memberikan data BKT terbaru, terbuka dengan kajian UKT mahasiswa, dan akan melibatkan mahasiswa dalam reformulasi UKT 2019.
Memasuki sesi selanjutnya, kini membahas isu di lingkup nasional, yaitu student loan. Aspirasi yang disampaikan yaitu mengenai perjanjian student loan dengan bank, kontraprestasi yang diberi UGM, dan mispersepsi mengenai tanggung jawab pemberi student loan. Pihak rektorat menanggapi bahwa dalam kerjasama student loan ini, UGM berada pada posisi mitra dan hanya berperan mengizinkan mahasiswanya ditawarkan student loan. Seluruh peraturan, syarat, ketentuan, dan risiko student loan akan diatur dan ditanggung oleh bank bersangkutan. Selain itu, pihak rektorat menyatakan bahwa tidak membuat instruksi yang mewajibkan mahasiswanya untuk menggunakan layanan student loan. “Bagi mahasiswa yang tidak membutuhkan student loan, tidak perlu mengambil,” tegas Panut Mulyono.
Menjelang pukul 17.00 WIB, sesi bebas dibuka dengan mendiskusikan perihal Evaluasi Dosen oleh Mahasiswa (EDOM) yang dinilai kurang efektif oleh mahasiswa. Akan tetapi, belum ditemukan jalan keluar yang tepat mengenai permasalah ini. Sesi juga diisi dengan penyampaian kritik dan saran kepada pihak rektorat mengenai hubungan kemitraan antara mahasiswa dan universitas untuk melibatkan mahasiswa sebagai upaya pemenuhan konstitusi.
(Ayom Purwahadikusuma, Leila Chanifah/ EQ)
Discussion about this post