Belakangan ini, dunia dikejutkan dengan hasil referendum di Britania Raya yang didominasi oleh suara yang menginginkan Britania Raya keluar dari Uni Eropa. Isu ini dikenal luas dengan sebutan Brexit atau British Exit. Dominasi suara sebesar 51,9 persen diumumkan pada 24 Juni 2016 lalu setelah pemungutan suara dilakukan pada hari sebelumnya. Kejadian ini berdampak luas dalam berbagai aspek dan tengah menjadi bahan perbincangan yang hangat. Dari segi politik, hal ini memicu potensi perpecahan internal di dalam Britania Raya. Skotlandia dan Irlandia Utara, yang mayoritas mendukung Britania Raya bertahan dalam Uni Eropa, mempertimbangkan melakukan referendum untuk memisahkan diri dan memberlakukan batas teritorial terhadap Inggris. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan status keanggotaan mereka di dalam Uni Eropa. Politisi Irlandia Utara, Martin McGuinness, bahkan menyuarakan kemungkinan unifikasi Irlandia dengan Irlandia Utara sebagai respon terhadap keputusan Britania Raya untuk meninggalkan Uni Eropa. David Cameron, yang mengundurkan diri dari jabatan Perdana Menteri pasca pengumuman hasil referendum, menyatakan bahwa Brexit merupakan aksi yang hanya akan merusak ekonomi Britania Raya.
Dari segi ekonomi, pasar saham global memberikan respon negatif terhadap pengumuman hasil referendum tersebut. Pelemahan nilai tukar Poundsterling akibat keputusan tersebut merupakan yang terburuk sejak tahun 1985. Dampak turunannya adalah turunnya harga minyak acuan di Eropa dan Amerika Serikat. Dampak lain yang dirasakan adalah kesulitan logistik yang akan dialami oleh Britania Raya dan negara-negara Eropa. Keluar dari Uni Eropa berarti pemisahan pasar dan batas teritorial, sehingga birokrasi yang harus dijalani untuk mengirimkan barang akan lebih panjang dan menimbulkan biaya tambahan.
Berbagai pihak menilai, Brexit tidak akan memberikan dampak besar terhadap kondisi perekonomian di Indonesia. Respon negatif sendiri sempat terasa di Indonesia, setelah IHSG dan Rupiah terpantau melemah pada hari pengumuman hasil referendum. Namun begitu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara optimis IHSG dan Rupiah akan segera pulih. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menyatakan bahwa dampak Brexit terhadap IHSG masih lebih baik ketimbang pasar modal di negara lainnya. Dampak langsung Brexit terhadap kegiatan ekspor Indonesia diperkirakan tidak akan begitu terasa. Tirta Segara, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, menyatakan pangsa ekspor Indonesia hanya sekitar 1 persen dari keseluruhan. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Franky Sibarani memperkirakan efek positif dapat timbul dari keputusan Brexit. Hal ini juga mengingat posisi Britania Raya sebagai investor terbesar kedelapan di Indonesia dengan nilai realisasi investasi sebesar $4,8 miliar sepanjang tahun 2010-2015.
Kabar lain datang dari konferensi pers terkait audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap data pangan Indonesia. BPK menemukan masalah kredibilitas dan keakuratan data pangan Indonesia. Masalah terkait data pangan ini berpotensi membesar, mengingat hari raya Idul Fitri semakin dekat. Permasalahan ini menghalangi pemerintah untuk menerapkan kebijakan yang tepat dalam mengantisipasi dan menangani masalah terkait kenaikan harga kebutuhan pokok menjelang lebaran.
Berkaitan dengan masalah inflasi menjelang lebaran, Bank Indonesia memperkirakan inflasi bulan Juni 2016 akan berada pada tingkat 0,56 persen. Sedangkan, Direktur Riset CORE Indonesia Mohammad Faisal memperkirakan inflasi sebesar 0,59 persen hingga akhir lebaran. Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menyatakan, pemicu inflasi yang perlu diwaspadai adalah bahan pangan seperti daging dan telur ayam.
Sementara itu, program perbaikan sistem logistik yang dijalankan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo menghasilkan sebuah kemajuan baru. Kereta api logistik kini akan menghubungkan Pelabuhan Tanjung Priok dengan Cikarang Dry Port (CDP). Deputi II Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa Agung Kuswandono menyatakan, keberadaan layanan kereta api logistik akan dapat membantu perbaikan dwelling time atau waktu tunggu barang di pelabuhan. Direktur Operasi dan Pemasaran PT Kereta Api Indonesia Sugeng Priyono menambahkan, sementara ini perjalanan kereta logistik hanya akan melayani satu kali perjalan bolak-balik. Dalam satu kali perjalanan bolak-balik, kereta api logistik tersebut akan mampu mengangkut 60 kontainer twenty-foot equivalent unit (TEU). General Manager Cikarang Dry Port Imam Wahyudi memperkirakan bahwa keberadaan kereta api logistik ini akan menarik peti kemas ekspor maupun impor melalui Cikarang Dry Port lebih banyak lagi.
[Immanuel Satya, Satrio Adi/EQ]
img: The Guardian
Discussion about this post