Penulis: Shafira Jessenia/EQ
Ilustrasi oleh Aileen Irmina Putri/EQ
Sebagai seseorang yang pernah berada di dua titik ekstrim—sangat benci dan sangat suka– terhadap gaya hidup Hallyu Wave, menurut saya tidak afdol kalau saya tidak ikut berkomentar mengenai virus satu ini. Hallyu Wave atau yang mungkin lebih dikenal orang sebagai “korea-korean” atau Korean Pop (K-Pop), sebenarnya sudah lama menyebar di dunia. Namun, budaya ini baru meledak setelah banyaknya karya-karya kreatif yang pada akhirnya diterima dengan tangan terbuka oleh masyarakat. Pertumbuhan fandom– istilah kumpulan fans –K-Pop semakin hari terasa semakin pesat. Tidak percaya? Tengok saja Youtuber Indonesia. Para Vlogger pasti punya satu video yang hanya menampilkan dirinya sedang makan sesuatu dengan nikmat di depan kamera. Ada pula Beauty Vlogger yang sering mengucap nama-nama brand korea untuk rekomendasi makeup atau skincare. Tidak terasa, ya? Apa mungkin karena Hallyu Wave ini sudah jadi budaya kita juga?
K-Pop: Idol Adalah Produk
Seperti yang dituliskan Aja Romano lewat tulisannya yang terbit di Vox.com, “No country takes its fluffy pop music more seriously than south korea”, musik populer dari Korea dikembangkan secara menyeluruh mulai dari nada dan liriknya. Tidak sampai disitu saja, tarian dan aksi panggung yang mencengangkan juga tersampaikan dengan baik lewat setiap penampilannya. Tidak jarang para penyanyi dapat menyanyikan nada tinggi seraya melakukan breakdance yang sulitnya tidak terbayangkan. Tata rias yang mendukung juga menjadi satu poin plus yang menjadikan penampilan mereka semakin mengagumkan.
Bagaimana mereka bisa melakukan semua itu? Apakah semua penyanyi di Korea memang sudah terlahir dengan bakat dan aura panggung yang luar biasa? Tentu saja tidak! Orang-orang yang tampil di panggung hiburan—terutama dalam K-Pop—di Korea Selatan mengalami masa pelatihan yang memakan waktu yang tidak sebentar dan sangat berat. Mereka dilatih untuk membangun sikap dan aura di panggung, kemampuan teknikal seperti menyanyi dan menari (termasuk melakukan rapp juga), dan mereka juga diharuskan melakukan diet ketat agar penampilan fisik mereka enak dipandang. Masa pelatihan ini bisa sampai bertahun-tahun. Jihyo Twice bahkan menghabiskan sepuluh tahun masa pelatihan sebelum akhirnya bisa debut sebagai salah satu member grupnya.
Semua upaya tersebut dilakukan untuk membentuk manusia yang berdedikasi tinggi untuk menjadi figur publik di Korea Selatan. Ketika seseorang sudah resmi debut di Korea Selatan, seluruh kehidupan mereka akan menjadi panutan para penggemarnya. Semua produk yang diiklankan oleh para Idol (setidaknya begitu mereka menyebut sebagian besar artis mereka) akan menjadi konsumsi harian para penggemar, semua gerak geriknya akan di pantau wartawan, dan bahkan mereka terkadang diperlakukan tidak seperti manusia! Misalnya berkencan, menjadi sebuah tabu bagi seorang idol untuk menemui lawan jenisnya.
Di Indonesia—setidaknya yang sering saya dengar –K-pop sering dihujat karena tidak sesuai dengan norma-norma masyarakat. Terutama karena gerakan menari dan gaya busananya. Banyak yang mengatakan bahwa busana yang digunakan oleh para Idol terlalu terbuka, Idol lelaki yang menggunakan riasan wajah juga menjadi sebuah keresahan tersendiri bagi orang-orang yang memang tidak membuka diri dengan musik K-Pop ini. Tidak hanya itu, banyaknya Idol yang melakukan operasi plastik juga tidak luput menjadi hujatan para haters.
Menurut saya pribadi—yang juga pernah menghujat K-Pop –sepertinya tidak adil jika kita melakukan penilaian berdasarkan penampilan mereka saja. Tidak ada salahnya, mencoba menikmati musik yang memang mereka produksi. Saya perlu mengapresiasi bagaimana para penulis lagu meletakkan banyak lirik-lirik yang indah dalam lagunya. Selain itu, irama lagu K-Pop juga memiliki kerumitan sendiri dalam nada-nadanya. Tidak ada salahnya ikut menikmati lagu-lagu ini sekali dalam beberapa saat.
10-step-skincare routine hingga mukbang
Pasti ada yang pernah geleng-geleng kepala melihat banyaknya langkah perawatan kulit yang satu ini. Bagi orang-orang yang malas merawat kulit seperti saya, pasti tidak mengerti logikanya. Mengapa setelah menggunakan produk ini harus ditimpa lagi produk ini atau lebih dasar lagi, mengapa sih harus sampai sepuluh? Agar angkanya bagus? Belum lagi ada budaya aneh lainnya. Salah satu budaya aneh lainnya adalah makan di depan kamera lalu dibagikan melalui internet. Misalnya, salah satu Youtuber yang channelnya diberi nama Tanboy Kun, Kanal yang sering mengunggah video mukbang ini sudah memiliki lebih dari lima juta subscriber. Memangnya tidak bisa ya mereka tidak memamerkan hidangannya?
Perawatan kulit yang katanya ribet setengah mati itu tentunya memiliki latar belakang sendiri. Misalnya, mereka merasa tidak puas jika hanya membersihkan wajah sekali saja dengan menggunakan sabun cuci muka. Agar merasa puas dengan kebersihan wajahnya, mereka harus menggunakan produk lain seperti micellar water. Mungkin bagi sebagian orang, wajah dan kulit adalah bagian penting dari tubuh yang harus dijaga sehingga mereka diharuskan untuk melakukan perawatan ekstra terhadap bagian tubuh ini.
Lalu untuk Mukbang sendiri, siaran yang isinya hanya memperlihatkan manusia yang sedang makan ini dibuat untuk menemani jiwa-jiwa kesepian yang tidak memiliki teman makan di luar sana. Tujuan lainnya adalah untuk melakukan review terhadap makanan tertentu dengan tujuan untuk mempromosikan suatu makanan.
Pro-Kontra yang Masih Membara
Masih banyak lagi pertanyaan yang mungkin berhubungan dengan “korea-korean” ini. Namun, sama seperti K-Pop tadi, tidak adil jika kita serta merta mengadili secara sepihak. Lagian¸saya salut juga sama manusia-manusia yang bisa-bisanya tidak kunjung lelah mengomentari kehidupan penggemar K-Pop ini. Memang, banyak budaya Hallyu yang beredar merupakan budaya baru yang berbeda sekali dengan budaya kita. Tapi, kalau memang budaya itu cocok dengan orang lain, dan selama mereka tidak melakukan hal-hal yang mengganggu, bukankah tidak apa?
Discussion about this post